Tenun Ikat Dayak Diminati Pasar Eropa
- VIVA.co.id/Linda Hasibuan
VIVA.co.id – Mengulik keindahan wastra nusantara memang tidak ada habisnya. Ada banyak kain dari berbagai daerah di Indonesia yang memiliki filosofi dan keunikannya masing-masing, seperti tenun ikat dayak.
Menurut pemilik Galeri Tenun Ikat Dayak Fifiyati, tenun dayak telah menjadi busana mewah ketika akan melakukan pesta dan kegiatan adat lainnya karena setiap motifnya memiliki sejarah. Tenun ikat dayak umumnya memiliki motif seperti manusia dan kini sudah bervariasi menjadi motif-motif alam, seperti tanaman dan hewan.
"Biasanya tenun ikat dayak digunakan untuk acara gawai yaitu acara panen padi dan seluruh masyarakat yang datang akan memakai kain tenun. Kalau motifnya dahulu itu didominasi gambar manusia namun sekarang lebih ke alam seperti tanaman dan hewan," ujar dia kepada VIVA.co.id di JCC, Jumat, 13 Oktober 2017.
Dia menuturkan, kain ikat dayak menggunakan pola asimetris pada kainnya dan memiliki perpaduan ketiga jenis motif dasar seperti naga, bunga dan manusia. Dalam pembuatan tenun ikat sejak dahulu terdapat tiga macam warna utama yang menjadi warna dasar dan paling sering digunakan, yakni hitam, merah bata dan cokelat.
Kendati demikian, kain yang butuh waktu hingga berbulan-bulan dalam proses pembuatannya ini terancam punah karena jumlah penenun yang terus berkurang dan minimnya edukasi dalam desain dan penjualan. Beruntung kini banyak pelatihan yang diberikan untuk meningkatkan keterampilan dan kualitas tenun ikat dayak lewat program Rumah Kreatif BUMN BNI Pontianak sehingga tenun ikat dayak bisa mendunia hingga ke Eropa, seperti Italia.
Umumnya masyarakat luar Indonesia lebih menyukai kain tenun ikat yang masih mentah atau belum dijadikan busana apapun. Untuk harga tenun ikat dayak ini sangatlah variatif, mulai Rp1,5 juta hingga Rp2 juta dengan panjang sekitar 2 meter.
"Kami terbantu sekali adanya pembinaan kewirausahaan sehingga tenun dayak kini mulai dilirik di luar Indonesia, seperti Italia, Jepang dan Singapura. Mereka sangat suka sekali kearifan lokal, mereka sungguh antusias dan membeli," tutur Fifiyati.