Kisah Perjuangan Masyarakat Lokal lestarikan Tenun

Hasil tenun
Sumber :
  • VIVA.co.id/Linda Hasibuan

VIVA.co.id - Beragam kain tradisional Indonesia memiliki arti dan filosofinya masing-masing. Begitu pula dengan tenun yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Beberapa daerah yang masih memiliki tradisi kuat dalam menenun, seperti Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Timor, Tanggenan dan Karangasem. Biasanya para penenun tersebut adalah wanita yang sudah berusia lanjut dan mirisnya pendapatan mereka jauh dari cukup.

Pemerintah dinilai sangat minim mengapresiasi para penenun daerah, karena tidak adanya perlindungan terhadap hasil tenun yang dikerjakan dengan proses panjang. Padahal, di beberapa wilayah yang masih memiliki tradisi menenun, tenun menjadi bagian hidup mereka.

Karena itu, demi mendukung keberlangsungan kehidupan masyarakat, Lawe sebagai kelompok yang peduli dengan kelestarian tenun menggerakan kampanye Weaving for Life. Pelestarian dan pengembangan ini memberikan pengetahuan dan pengajaran seputar menenun dan cara memasarkan produk tenun yang baik.

Kampanye tersebut telah sampai ke Kefamenanu, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kehadirannya ke daerah ini menghadirkan program kolaborasi untuk mendukung hasil karya tenun anak-anak di dua desa Timor Tengah Utara. Hasil penjualan tenun dan turunannya digunakan untuk memberikan beasiswa bagi para penenun cilik.

Kegiatan ini terealisasi berkat campur tangan Yovita Meta Bastian. Dia adalah seorang ibu dari Desa Biboki, Kefamenanu yang mendapat sederet penghargaan karena telah melestarikan kerajinan lokal, terutama tenun.

"Saya kebetulan dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) lokal dan kami mengembangkan kearifan lokal, khususnya tenun. Jadi alternatif pertama yang saya bentuk adalah bagaimana tenun bisa menolong diri sendiri," ujarnya kepada VIVA.co.id di Jakarta Barat, Selasa, 15 Maret 2016.

Yovita menuturkan mengubah tenun menjadi bagian dari sesuatu yang bisa dibanggakan dan diandalkan masyarakat Biboki. Kekhasan dari tenun yang dirintis dan dikembangkan bersama dengan kelompoknya itu menggunakan pewarna alam, benang kapas pintalan sendiri atau dicampur benang pintalan pabrik.

Karya yang dihasilkan tetap mempertahankan motif khas mereka yang disebut mak'aif, yang tampak menyerupai kait. Motif ini melambangkan tangan yang bergandengan untuk kerja sama di antara sesama warga desa.

Dari tenun, dia bisa memberikan program kredit untuk bertani dan beternak, sehingga tenun bermanfaat bagi kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Dia berharap, melalui yayasan yang dipimpinnya, Yayasan Tafean Pah, menenun tidak hanya dilakukan kaum wanita, tapi juga pria.

Perlu diketahui bahwa motif dalam tenun bukan sekadar simbol tetapi memiliki cerita dan sejarah. Adinindyah selaku Ketua Organisasi Perhimpunan Lawe mengatakan, mereka memiliki tanggung jawab untuk melestarikan kain Indonesia dengan mengusung kampanye Weafing for Life.

"Kami memulainya dengan kampanye di wilayah timur, tengah, selatan karena sebagian penenun di sana sulit memasarkan dan sulit mengembangkan tenunnya," ujar dia.