Ketika Gen Z Tampil Berbeda, Cerita di Balik Brand Muslimah
- ist
Jakarta, VIVA – Generasi Z (Gen Z), atau generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, sering kali terjebak dalam stigma negatif. Mereka kerap dianggap sebagai generasi yang malas, rentan secara mental, terlalu santai, hingga kurang memiliki etos kerja. Stereotip ini sering kali menempatkan Gen Z di bawah bayang-bayang generasi sebelumnya, seperti generasi milenial dan baby boomer, yang dianggap lebih tangguh dan disiplin.
Namun, stigma ini tidak sepenuhnya mencerminkan realitas. Scroll lebih lanjut ya.
Salah satu contoh yang membuktikan bahwa stigma ini keliru adalah Safwa Najla, remaja 19 tahun yang menjadi sosok inspiratif dalam Gen Z. Bersama teman-temannya, Najla menghadirkan brand muslimah bernama Mungkin, sebuah bukti bahwa generasi muda tidak hanya mampu berkarya, tetapi juga memiliki visi yang kuat.
"Mungkin itu sebuah kalimat apa saja bisa saja terjadi, itu mengambarkan impian, doa, dan segala hal-hal baik," ungkap Najla dalam peluncuran brand tersebut di Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025.
Dengan proses kreatif yang hanya memakan waktu tiga bulan, Safwa menunjukkan bahwa kerja keras, kreativitas, dan tekad yang dimiliki Gen Z dapat melahirkan sesuatu yang bermakna.
Stereotip bahwa Gen Z adalah generasi yang malas dan santai sering kali tidak memperhitungkan situasi unik yang dihadapi mereka. Gen Z tumbuh di era digital, di mana teknologi memudahkan segalanya, tetapi sekaligus menciptakan tantangan baru, seperti tekanan media sosial, informasi berlebih, dan ekspektasi yang tinggi. Banyak yang salah kaprah menilai kemudahan teknologi sebagai alasan bagi Gen Z untuk bermalas-malasan, padahal mereka justru memanfaatkan teknologi untuk berinovasi.
Contoh nyata terlihat dari proses kreatif brand Mungkin. Semua elemen, mulai dari desain produk hingga pengelolaan media sosial dan editing video, dilakukan sendiri oleh Safwa dan timnya.
"Aku mengajak teman-temanku tuh yang potensial, tidak melihat secara bisnis," kata Najla.
Dengan prinsip ini, ia membuktikan bahwa kerja sama dan eksplorasi potensi individu adalah landasan kesuksesan mereka.
Generasi Z juga sering dianggap sebagai generasi yang rentan secara mental. Banyak yang menganggap mereka terlalu bergantung pada dukungan emosional dan sulit menghadapi tekanan. Namun, ini justru menunjukkan bahwa mereka memiliki kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, sesuatu yang sering diabaikan oleh generasi sebelumnya.
Dalam perjalanan membangun Mungkin, Safwa melibatkan teman-temannya, bahkan menjadikan ibunya sebagai inspirasi utama.
"Ada hampir sepuluh orang yang membantu. Khususnya umi aku," ungkapnya.