Merek Fashion Global Diketahui Telah Mengeksploitasi Pekerja Bangladesh

Pekerja industri garmen Bangladesh
Sumber :
  • A.M. AHAD / AP

VIVA Lifestyle – Merek fesyen internasional besar, termasuk Zara, H&M, dan GAP diketahui telah mengeksploitasi pekerja industri garmen di Bangladesh. Beberapa dari pekerja terlibat dalam praktik yang tidak adil dan membayar pemasok di bawah biaya produksi, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada hari Rabu, 11 Januari 2023.

Sebuah studi mensurvei 1.000 pabrik Bangladesh yang membuat pakaian untuk merek dan pengecer global selama pandemi COVID-19 menemukan bahwa banyak yang dibayar dengan harga yang sama, meskipun terjadi pandemi global dan kenaikan biaya.

Pekerja industri garmen Bangladesh

Photo :
  • Al Jazeera

Melansir dari Al Jazeera, lebih dari separuh pabrik pakaian mengalami setidaknya salah satu dari hal berikut: pembatalan pesanan, penolakan pembayaran, pengurangan harga atau penundaan pembayaran barang, menurut penelitian yang diterbitkan oleh Universitas Aberdeen dan kelompok advokasi Transform Trade.

“Praktek perdagangan yang tidak adil seperti itu berdampak pada praktik ketenagakerjaan pemasok yang mengakibatkan perputaran pekerja, kehilangan pekerjaan, dan upah yang lebih rendah,” demikian temuan studi tersebut, dikutip dari Al Jazeera pada 12 Januari 2023.

Dari 1.138 merek/pengecer yang disebutkan dalam penelitian tersebut, 37 persen dilaporkan terlibat dalam praktik tidak adil, termasuk Inditex Zara, H&M, Lidl, GAP, New Yorker, Primark, Next, dan lainnya.

Studi tersebut juga menemukan bahwa satu dari lima pabrik berjuang untuk membayar upah minimum yang sah sejak dibuka kembali setelah penguncian Maret dan April 2020.

Ditemukan juga bahwa beberapa perusahaan menuntut penurunan harga untuk pakaian yang dipesan sebelum pandemi dimulai pada Maret 2020, sementara beberapa lainnya menolak untuk mengalah pada harga, meskipun biaya melonjak dan inflasi merajalela.

Pekerja industri garmen Bangladesh

Photo :
  • A.M. AHAD / AP

Pada bulan Agustus, industri garmen Bangladesh menghadapi pukulan ganda dari permintaan global yang melambat dan krisis energi di dalam negeri yang mengancam untuk menggagalkan pemulihan pandemi negara tersebut.

Pada bulan yang sama, peritel global besar menyepakati pakta dua tahun dengan pekerja garmen dan pemilik pabrik di Bangladesh, memperpanjang perjanjian yang sudah ada sebelumnya yang membuat peritel bertanggung jawab jika pabrik mereka tidak memenuhi standar keselamatan tenaga kerja, termasuk raksasa ritel H&M, Inditex , Uniqlo dari Fast Retailing, Hugo Boss, dan Adidas.

Eksploitasi pekerja dan standar keselamatan tenaga kerja yang buruk menjadi sorotan setelah kompleks Rana Plaza runtuh pada 2013 yang menewaskan lebih dari 1.100 pekerja garmen, insiden paling mematikan dalam sejarah industri garmen.

Uni Eropa memperingatkan konsumen untuk berhenti menggunakan pakaian mereka seperti barang sekali pakai dan mengatakan pihaknya berencana untuk melawan penggunaan fast fashion pasar massal yang mencemari.