Kain Ulos Asal Tapanuli Utara Laris di Korea Selatan hingga Paris
- VIVA.co.id/Ichsan Suhendra
VIVA – Pulau Sibandang yang terletak di Tapanuli Utara, Sumatera, dikenal sebagai salah satu penghasil kain Ulos terbaik. Ulos buatan mereka bahkan sudah dipasarkan ke Korea Selatan, Singapura sampai Paris. Permintaan biasanya sebanyak 10 set kain Ulos dalam satu bulan.
“Kita pengerjaannya empat hari sampai satu minggu untuk satu Ulos, lalu nanti pihak sana yang pasarkan,” kata salah satu pengrajin Ulos, Anti Borusiahaan.
Produk mereka berhasil menembus pasar internasional berkat bantuan beberapa pihak. Beberapa di antaranya, Dewan Kerajinan Nasional Daerah, Bupati dan juga istrinya. Bupati dan istri juga turut memasarkan kain Ulos melalui akun media sosial.
Dari sana, pihak luar mulai tertarik dan pesanan terus berdatangan. Hal tersebut sudah terus berlangsung sejak kurang lebih tiga tahun silam.
“Saya buat di Instagram dan suka sama motifnya. Jadi saya langsung arahkan ke pengrajin, enggak boleh ada adegan,” kata Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan.
Ulos mereka berbeda dari kain Ulos lainnya karena menggunakan benang seratus. Dengan menggunakan benang tersebut, kain Ulos bisa dicuci tanpa luntur dan dikreasikan menjadi berbagai macam produk fesyen.
Adalah istri sang bupati, Sartika Simamora yang menginisiasi hal tersebut. Awalnya, para pengrajin keberatan menggunakan benang jenis tersebut karena lebih keras saat diolah.
“Awalnya dikasih istri saya benang seratus itu enggak mau karena tangannya luka, tapi begitu harganya sekitar 2 juta ya kata mereka enggak apa-apa lah,” ujar Nikson.
Motif yang dijual untuk keluar negeri biasanya Sibolang, Bintang Maratur, Gatip, dan Joker. Kain Ulos dijual dengan harga mulai dari Rp1,2 juta. Para pengrajin di tempat tersebut bersyukur hasil tangan mereka diapresiasi lebih.
Di sisi lain, pegiat Ulos Nelson Lumban Toruan menyambut baik hal itu. Hanya saja, ia berharap Ulos tetap ada sebagai suatu pakaian yang sakral bagi masyarakat Batak sesuai dengan tujuan dan fungsinya.
“Jangan sampai mengubah esensi Ulos yang diwariskan orang Batak. Perkembangan boleh, biarlah itu kreativitas, tapi yang melalui sejarahnya harus tetap dipertahankan,” kata Nelson.