Kata Para Ahli Soal Perkembangan Obat Herbal di RI
- Pixabay/ condesign
VIVA.co.id – Penggunaan obat herbal sebagai alternatif penyembuhan penyakit, perlu digalakkan oleh banyak pihak. Di Amerika Serikat dan Eropa contohnya, konsumsi tanaman obat untuk pencegahan dan pengobatan kian meningkat, namun tidak demikian di Indonesia.
Guru Besar Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. dr. H. Aznan Lelo, Ph.D., SpFK., berpendapat, obat herbal banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, namun kurang diterima di kalangan dokter.
Hal itu, karena adanya keterbatasan dalam penulisan resep untuk sediaan jadi. Sementara itu, obat herbal tersedia dalam berbagai bentuk dan memerlukan pengolahan, atau peracikan tersendiri sebelum digunakan.
“Kebebasan masyarakat menggunakan obat herbal perlu diwaspadai, karena obat herbal tidak luput dari efek yang merugikan. Belum lagi, interaksinya bila diberikan bersamaan dengan obat modern atau sedia jadi, dikombinasikan dengan obat herbal lainnya, atau dengan makanan sehari-hari. Sehingga, obat herbal bisa jadi kawan, bisa juga lawan,” jelas Prof Aznan melalui keterangan tertulis kepada VIVA.co.id, Sabtu 22 April 2017.
Dalam presentasinya yang berjudul “Obat Herbal, Kawan atau Lawan”, pemenang Kick Andy Heros 2017 ini mengatakan, upaya pemerintah untuk menggalakkan penggunaan obat herbal perlu ditunjang dengan penyebaran informasi lengkap dari obat herbal itu sendiri dengan bukti klinik yang teruji.
“Bagi sejawat yang faham dan yakin dengan keunggulan obat herbal dapat memberitahukan kepada pasiennya dengan informasi yang jelas, sehingga pasien benar dalam menggunakan dan memperoleh manfaatnya,” ujarnya.
Menurut kaidah Badan Kesehatan Dunia (WHO), jika ingin menggunakan bahan tanaman obat, sebaiknya gunakan tanaman obat tersebut secara keseluruhan. Fatwa tersebut, lanjutnya, bukan berarti harus dilaksanakan demikian, tetapi harus dikaji kembali bagian mana yang bisa digunakan untuk mendapatkan manfaatnya. Misalnya, akar, batang, atau buahnya saja yang diperkirakan bermanfaat bagi tubuh.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Farmasi Klinik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt., menjelaskan, obat tradisional adalah bahan, atau ramuan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun termurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
“Terdapat pengelompokkan obat tradisional di Indonesia, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka,” ujarnya, ketika menjelaskan hasil penelitian produk herbal bernama SoMan.
“SoMan sudah mengkaji hal-hal tersebut, lalu dikumpulkannya, kemudian diramu hingga menjadi produk yang dicoba ke manusia dan ternyata berkhasiat,” sambungnya.
Selama pengujian berlangsung, sampel penelitian dikelompokkan menjadi dua yakni; kelompok yang diberi SoMan dan Metformin, dan kelompok yang tidak diberi SoMan (Plasebo) dan Metformin.
“Penggunaan Jamu Tetes SoMan dengan dosis 10 tetes 3 kali sehari selama 3 bulan yang dikombinasikan dengan metformin menunjukkan penurunan FPG yang signifikan dibandingkan dengan kombinasi plasebo dan metformin,” tambahnya.
Konsultan Medis PT Soman Indonesia, dr. I Ketut Widana, M.App., Sc., menjelaskan, SoMan akan memberikan nutrisi pada sel-sel beta pankreas, agar regenerasi sel beta pankreas berjalan optimal dan terjadi perbaikan pada sel yang rusak. Setelah terjadi proses perbaikan, SoMan juga akan merangsang sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin yang berkualitas dan cukup untuk mengendalikan gula darah.
“Setiap tetesnya mengandung senyawa yang langsung bekerja ke sumber masalah dan bekerja secara farmakologi di dalam tubuh,” ungkapnya.