Mengapa Banyak Lulusan Sarjana Menganggur? Pelajari Penyebab Utama yang Perlu Diketahui!

Ilustrasi mencari pekerjaan
Sumber :
  • Freepik.com

VIVA – Pengangguran di kalangan lulusan sarjana merupakan salah satu tantangan penting yang dihadapi masyarakat Indonesia. Meskipun telah menyelesaikan pendidikan tinggi dengan harapan mendapatkan pekerjaan, kenyataannya banyak lulusan sarjana yang mengalami kesulitan untuk menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2024, terjadi peningkatan signifikan dalam angka pengangguran di antara lulusan sarjana, dengan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,18%, naik dari 4,8% pada tahun 2023.

Namun, jika melihat data secara keseluruhan, kelompok lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) menjadi penyumbang terbesar terhadap angka pengangguran, dengan tingkat pengangguran mencapai 9,31% pada tahun 2023. Lulusan sekolah menengah atas (SMA) juga memberikan kontribusi sebesar 8,15%, sementara lulusan diploma mencatat angka pengangguran sebesar 4,78%.

Banyak Lulusan Sarjana Tidak Sesuai Kebutuhan Dunia Kerja

Titik Handayani, dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, menyebutkan dalam hasil studi yang dirilis oleh McKinsey, UNESCO, dan ILO pada tahun 2008, bahwa terdapat jurang yang cukup signifikan antara pendidikan tinggi dan kebutuhan dunia kerja di Indonesia.

Studi tersebut menemukan bahwa lulusan perguruan tinggi di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi harapan atau tuntutan pasar tenaga kerja saat ini.

Hal ini sejalan dengan tantangan global di bidang ketenagakerjaan, di mana ekonomi dunia yang tidak stabil dan cenderung berfluktuasi mengakibatkan keterbatasan dalam menyediakan pekerjaan produktif.

Salah satu indikatornya adalah tingginya tingkat pengangguran di kalangan pemuda berpendidikan tinggi. Ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak lulusan sarjana masih kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai.

Beberapa penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana antara lain:

  • Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia.
  • Ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan dan kebutuhan pekerjaan.
  • Kurangnya inisiatif untuk memulai usaha sendiri.

Tantangan Teknologi dalam Dunia Kerja Bagi Lulusan Sarjana

Masalah pengangguran di kalangan lulusan sarjana juga diperparah oleh perubahan struktural dalam ketenagakerjaan. Tidak hanya faktor demografi, tetapi juga adanya peningkatan efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja berkat kemajuan teknologi, serta fragmentasi pasar tenaga kerja secara global.

Ditambah lagi, era globalisasi mendorong mobilitas tenaga kerja antarnegara, membuat persaingan semakin ketat. Tenaga kerja asing yang lebih siap dan berkualitas dengan mudah dapat memasuki pasar kerja di Indonesia, memenuhi posisi yang membutuhkan keahlian tinggi.

Hal ini menambah tekanan bagi lulusan lokal, yang sering kali kalah bersaing baik dari segi kompetensi, profesionalisme, maupun kualitas. Tantangan ini adalah bagian dari dinamika pasar tenaga kerja di era global, di mana kebutuhan tenaga kerja lebih cenderung disesuaikan dengan standar internasional.

Kurangnya Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi: Sebuah Masalah dari Sisi Penawaran

Di sisi lain, dari perspektif penawaran, kualitas lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih jauh dari memadai. Hal ini menjadi salah satu faktor utama mengapa banyak sarjana kesulitan dalam bersaing di pasar kerja.

Titik Handayani mengungkapkan bahwa meskipun telah ada banyak inisiatif dari pemerintah dan sektor swasta untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendirian perguruan tinggi, pengembangan perguruan tinggi baru sering kali tidak diimbangi dengan kualitas pendidikan yang memadai.

Banyak perguruan tinggi baru yang hanya berorientasi pada keuntungan, yang menghasilkan lulusan dengan kualitas rendah dan kurang kompetitif di pasar kerja. Akibatnya, meskipun jumlah lulusan perguruan tinggi terus meningkat, kualitas mereka tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan pasar global yang terus berubah.

Selain itu, pasar kerja global yang terus berkembang dengan munculnya berbagai jenis pekerjaan baru akibat inovasi sains dan teknologi, serta peningkatan kreativitas, semakin menambah tantangan bagi lulusan untuk dapat beradaptasi dengan cepat. Semua faktor ini menjelaskan mengapa banyak sarjana Indonesia yang menganggur dan sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai.

Kegagalan "Link and Match" Antara Pendidikan dan Kebutuhan Pasar

Menteri Tenaga Kerja RI, Ida Fauziah, menyoroti salah satu penyebab utama tingginya tingkat pengangguran di Indonesia: kegagalan perguruan tinggi dalam menjalin keterkaitan (link and match) antara pendidikan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Ironisnya, pasar kerja saat ini lebih banyak diisi oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah, seperti lulusan SD dan SMP, sementara lulusan sarjana justru lebih banyak menganggur.

Beberapa perguruan tinggi telah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan berbagai cara, seperti merekrut pengajar dari kalangan praktisi, memperkenalkan program vokasi, hingga menyediakan kesempatan magang bagi para mahasiswa. Namun, tantangan ini belum sepenuhnya teratasi, karena banyak lulusan yang masih mengalami kesulitan untuk bersaing di pasar kerja.

Selain itu, ada beberapa faktor lain yang turut memperburuk kondisi ini, seperti:

  • Koneksi yang lebih menentukan daripada kemampuan atau kualifikasi (the power of orang dalam)
  • Kurangnya inisiatif dari individu untuk mencari informasi pekerjaan
  • Adanya sikap memilih-milih pekerjaan yang dianggap kurang menarik

Untuk menghadapi tantangan ini, perlu ada usaha lebih keras dalam meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan pasar kerja. Lulusan juga perlu didorong untuk lebih proaktif dalam mencari peluang, serta lebih fleksibel dalam menentukan pilihan karier.

Tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan sarjana merupakan masalah yang kompleks dan multifaset.

Kesenjangan keterampilan, overpopulasi lulusan di bidang tertentu, kurangnya pengalaman kerja, kondisi ekonomi, harapan gaji yang tidak realistis, mobilitas geografis yang terbatas, perkembangan teknologi, dan kurangnya jaringan profesional adalah penyebab umum yang perlu diperhatikan.

Memahami penyebab yang terjadi adalah langkah awal untuk mengatasi masalah pengangguran dan mencari solusi yang lebih baik ke depannya.