'Dongeng' Leicester City di Tahun Monyet Api
- Reuters / Carl Recine
VIVA.co.id – Kisah ajaib terjadi di Premier League musim 2015-16. Tim kecil, Leicester City sukses keluar sebagai juara Premier League. The Foxes mampu memutarbalikkan prediksi, dengan mengalahkan tim-tim yang lebih mapan dari mulai Manchester United, Manchester City, Chelsea, Liverpool, dan Arsenal.
Awal musim, tak ada yang mengunggulkan Leicester menjadi juara. Apalagi, di musim sebelumnya, The Foxes harus berjuang keras menghindari degradasi. Beberapa bursa taruhan bahkan hanya memberikan rasio 5.000:1 untuk bertaruh Leicester bisa juara.
Namun, Leicester akhirnya mampu menciptakan dongeng di Tahun Monyet Api ini. Mereka sukses memanfaatkan tim-tim besar yang gagal tampil konsisten. Juara bertahan Chelsea gagal menunjukkan penampilan apik di bawah kendali Jose Mourinho. MU racikan Louis van Gaal juga masih belum sempurna. Brendan Rodgers belum bisa membawa Liverpool bersaing di papan atas.
Arsenal dan Manchester City sempat memberikan tekanan kepada Leicester. Namun, di akhir musim akhirnya persaingan juara hanya menjadi milik dua tim kuda hitam, Leicester dan Tottenham Hotspur.
Sejarah akhirnya tercipta, usai duel Chelsea melawan Tottenham Hotspur di Stamford Bridge, 2 Mei 2016. Leicester memastikan diri menjadi juara, tanpa bertanding. Sebab, Spurs yang menjadi pesaing kuat hanya mampu bermain imbang 2-2 dengan The Blues. Leicester pun dipastikan menjadi juara kasta pertama Inggris, untuk kali pertama sepanjang 132 tahun sejarah klub.
Leicester memastikan juara, saat masih menyisakan dua pertandingan. Leicester kokoh di puncak klasemen dengan 77 poin dari 36 pertandingan, unggul 7 angka atas The Lilywhites. Dengan dua laga tersisa, praktis poin armada Claudio Ranieri tak bisa dikejar Spurs.
Ini sukses yang benar-benar di luar dugaan. Jadi, wajar jika gelar juara ini langsung dirayakan oleh fans Leicester. Puluhan orang berkumpul di rumah stiker The Foxes, Jamie Vardy, begitu klub kebanggaan mereka dipastikan menjadi juara.
"Tidak ada yang akan keberatan dengan kebisingan malam ini. Ini bak dongeng, hampir semua fans Leicester akan berpesta sepanjang malam ini," kata salah seorang tetangga Vardy.
Situasi sangat berisik di sekitar rumah striker Leicester tersebut. Orang-orang saling berbicara, mengucapkan selamat, bahkan sejumlah pengendara membunyikan klakson, untuk membuat suasana malam menjadi ingar bingar.
"Perasaan yang sulit dipercaya, saya tidak pernah tahu sesuatu yang seperti ini. Kami hanya bisa bertahan di Premier League musim lalu, lalu akhir pekan nanti kami akan mengangkat trofi," kata Vardy seperti dilansir Mirror.
Pesta Juara yang Sempurna
Meski sudah memastikan gelar, Leicester tetap tampil serius di laga pamungkas di King Power Stadium, Sabtu 7 Mei 2016. Para pemain Everton memberikan "guard of honour" sebagai penghargaan kepada Leicester yang telah dinobatkan sebagai juara. Diiringi dengan yel-yel "Champions, champions," dari fans tuan rumah.
Leicester akhirnya mampu menang dengan skor 3-1. Hasil yang membuat pesta juara terasa sempurna untuk The Foxes. Terlebih, The Foxes menerima trofi juara Premier League, usai laga kontra Everton.
Para pemain Leicester tampak berkumpul dengan suka cita. Trofi lalu diserahkan kepada kapten tim, Wes Morgan dan manajer, Claudio Ranieri. Morgan dan Ranieri lalu mengangkat trofi bersama-sama.
Leicester akhirnya mampu mengakhiri musim dengan raihan 81 poin dari 38 pertandingan. Arsenal akhirnya mampu menyalip Spurs di peringkat 2. The Gunners mengoleksi 71 poin, disusul Spurs (70 poin), dan Manchester City (66 poin).
Kesuksesan ini menjadi catatan positif untuk manajer Leicester, Claudio Ranieri. Ini merupakan gelar liga domestik pertama yang pernah diraih pria Italia ini. Sebelumnya, Ranieri memang pernah menjuarai liga, namun itu hanya di Serie B bersama Fiorentina, Serie C1 dengan Cagliari, dan Ligue 2 dengan AS Monaco.
Selebihnya, Ranieri lebih sering menjadi runner-up. Manajer asal Italia ini hanya mampu menjadi runner-up liga, baik saat melatih Chelsea, Juventus, AS Roma, dan AS Monaco. Predikat Mr Runner-up pun pernah melekat pada dirinya.
"Saya berusaha untuk tetap kalem. Tapi di dalam tentu saja merasa senang. Darah di tubuh saya seakan tidak percaya," kata Ranieri seperti dilansir Goal.
Pria Italia berusia 64 tahun itu mengatakan tidak pernah berharap bisa merengkuh titel juara, saat ditunjuk sebagai manajer. "Saya orang yang pragmatis. Saya hanya ingin memenangkan satu demi satu pertandingan, dan membantu para pemain meningkat dari pekan ke pekan."
"Tidak pernah saya berpikir terlalu banyak, tentang sejauh mana kami akan berjalan. Para pemain sudah sangat fantastis. Fokus mereka, determinasi, semangat mereka yang membuat ini jadi mungkin. Setiap pertandingan, mereka berjuang untuk satu sama lain. Saya sangat suka melihat ini pada para pemain saya. Mereka pantas menjadi juara," ujar Ranieri.
Pria yang pernah malang-melintang menangani tim-tim di Spanyol dan Italia itu menyatakan sama sekali tidak terlintas dalam benaknya selama ini bisa menjuarai Premier League. Oleh sebab itu, dia merasa keberhasilan ini amat spesial.
"Premier League, Anda juara, itu amat spesial. Saya memenangkan sejumlah piala di Italia dan Spanyol, namun di sini rasanya fantastis," kata mantan pelatih Valencia itu.
Di musim 2016-17 ini, Ranieri belum berhenti bermimpi. Meski, Leicester tengah terpuruk di Premier League, mereka melaju ke babak 16 besar Liga Champions dan bakal menantang Sevilla.
"Untuk pertandingan di Liga Champions banyak yang bilang melawan Sevilla hasil imbang sudah baik. Mengapa mereka mengatakan ini?" ungkap Ranieri seperti dikutip dari Sky Sports.
"Mereka memenangi tiga gelar (Liga Europa) berturut-turut. Itu tidak mudah bagi kami, tapi tidak apa-apa. Ini adalah mimpi kecil," imbuh pria berusia 65 tahun tersebut.
Titik Balik Juara
Konsistensi merupakan kunci Leicester mampu keluar sebagai yang terbaik di Tahun Monyet Api. Sepanjang musim 2015-16, The Foxes hanya mengalami tiga kekalahan. Dua di antaranya terjadi saat melawan Arsenal, dan sekali saat berhadapan dengan Liverpool.
Baru-baru ini, Ranieri bercerita mengenai titik balik Leicester mulai percaya diri bisa merebut gelar juara. Justru kekalahan yang membuat manajer asal Italia ini mulai yakin bisa menciptakan keajaiban.
Leicester kalah 1-2 dari Arsenal di Emirates Stadium, 14 Februari 2016. Kekalahan ini membuat The Foxes yang ada di puncak, hanya unggul dua poin dari The Gunners.
Namun, Ranieri menilai timnya semakin percaya diri. Itu karena, Leicester harus bermain dengan 10 orang sejak menit 54, usai Danny Simpson menerima kartu merah.
Leicester tetap tampil ngotot saat tampil dengan 10 pemain. Arsenal baru bisa menciptakan gol kemenangan di masa injury time, tepatnya di menit 95 lewat aksi Danny Welbeck.
"Seluruh dunia menunggu kami kalah, dan peluang kami habis. Namun, kami menang di markas Manchester City. Saya bilang, 'Wow, penampilan yang luar biasa'. Dan kami menang melawan Liverpool. Lalu kami kalah melawan Arsenal," kata Ranieri pada Sky Sports.
"Namun, melawan Arsenal, 11 melawan 10. Mereka perlu 95 menit untuk menaklukkan kami. Saya bilang pada diri sendiri, 'Oh, mungkin kami akan meraih prestasi yang sangat tinggi'," lanjut manajer asal Italia ini.
Terjun Bebas Usai Juara
Sayangnya, Leicester seperti terjun bebas setelah meraup gelar Premier League musim lalu. Di laga Boxing Day yang berlangsung, Senin, 26 Desember 2016, The Foxes takluk 0-2 dari Everton di King Power Stadium.
Armada Claudio Ranieri terpuruk di peringkat 16 dengan 17 poin dari 18 pertandingan. Leicester hanya berjarak tiga poin dari Sunderland yang menempati zona degradasi.
"Tahun yang tak bisa dipercaya. Segalanya berlangsung benar pada enam bulan pertama. Dan sekarang, semuanya salah. Kami harus berjuang," kata Ranieri seperti dilansir Goal.
"Tak ada yang benar, tak ada yang mudah. Kami harus terus bekerja keras dan lebih memperhatikan detail-detail kecil. Kami harus bereaksi secepatnya. Kami harus bekerja dan bereaksi, karena itulah obat kami. Kami akan kembali mencoba yang terbaik," lanjut mantan pelatih Inter Milan, Juventus, dan Chelsea ini.
Premier League musim ini sepertinya menjadi milik Chelsea. The Blues makin kokoh di puncak klasemen, usai menang telak 3-0 atas Bournemouth di Stamford Bridge.
Ini merupakan kemenangan ke-12 secara beruntun yang diraih Chelsea di Premier League, dan menjadi rekor kemenangan beruntun terpanjang sepanjang sejarah klub. Meskipun demikian, manajer Chelsea, Antonio Conte masih lapar akan kemenangan.
"Memenangkan 12 pertandingan secara beruntun tak mudah di liga ini. Ini torehan yang fantastis. Namun, yang penting adalah melanjutkan hasil ini," kata Conte seperti dilansir BBC Sport.
"Dalam empat hari ke depan, kami akan melakoni laga yang berat, dan kami harus mempersiapkan diri dengan sangat baik. Sebab, saat ini semua tim ingin mengalahkan kami," lanjut manajer asal Italia ini.
Chelsea menempati puncak klasemen dengan 46 poin dari 18 pertandingan. The Blues unggul tujuh poin dari Manchester City yang menempati posisi kedua. Di saat yang hampir bersamaan, The Citizens melumat Hull City 3-0 di KCOM Stadium.
Hasil Boxing Day 2016
Hull City 0-3 Manchester City
Arsenal 1-0 West Bromwich Albion
Watford 1-1 Crystal Palace
Burnley 1-0 Middlesbrough
Chelsea 3-0 Bournemouth
Leicester 0-2 Everton
Manchester United 3-1 Sunderland
Swansea 1-4 West Ham United