Kala Kekuatan Uang Cina Goyang Sepakbola Eropa
Selasa, 9 Februari 2016 - 00:01 WIB
Sumber :
- Twitter/GZEvergrandeFC
VIVA.co.id - Dalam beberapa dekade terakhir, sepakbola Eropa menjadi kiblat para pemain di seluruh belahan dunia. Mereka berlomba-lomba merumput di liga sepakbola di dunia biru.
Selain faktor gengsi, liga yang kompetitif hingga tawaran gaji menggiurkan menjadi alasan mengapa para bintang ternama dunia sangat bernafsu bisa merumput di sana. Khususnya di liga domestik Inggris, Premier League.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tren ini mulai bergeser. Beberapa pemain kelas dunia, satu persatu mulai meninggalkan Eropa dan menjajal peruntungan ke China dengan merumput di Liga Super China.
Berbeda dengan Liga Utama Amerika yang lebih sering membidik para bintang kelas dunia yang sudah uzur. Sejumlah klub China berani mendatangkan para bintang yang sedang dalam usia emas mereka. Tentunya dengan tawaran gaji dan pembelian fantastis yang sulit ditolak.
Pergerakan masif klub-klub Liga Super China dalam bursa transfer Januari kemarin pun mulai membuat Premier League ketar-ketir. Manajer Arsenal, Arsene Wenger, salah satunya yang memberikan peringatan.
Pria asal Prancis itu menilai kemampuan finansial klub Negeri Tirai Bambu menjadi ancaman nyata. Tak tertutup kemungkinan, nantinya Liga Super China akan membuat pamor Premier League meredup.
Sumber Uang China
Baca Juga :
Selain faktor gengsi, liga yang kompetitif hingga tawaran gaji menggiurkan menjadi alasan mengapa para bintang ternama dunia sangat bernafsu bisa merumput di sana. Khususnya di liga domestik Inggris, Premier League.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tren ini mulai bergeser. Beberapa pemain kelas dunia, satu persatu mulai meninggalkan Eropa dan menjajal peruntungan ke China dengan merumput di Liga Super China.
Berbeda dengan Liga Utama Amerika yang lebih sering membidik para bintang kelas dunia yang sudah uzur. Sejumlah klub China berani mendatangkan para bintang yang sedang dalam usia emas mereka. Tentunya dengan tawaran gaji dan pembelian fantastis yang sulit ditolak.
Pergerakan masif klub-klub Liga Super China dalam bursa transfer Januari kemarin pun mulai membuat Premier League ketar-ketir. Manajer Arsenal, Arsene Wenger, salah satunya yang memberikan peringatan.
Pria asal Prancis itu menilai kemampuan finansial klub Negeri Tirai Bambu menjadi ancaman nyata. Tak tertutup kemungkinan, nantinya Liga Super China akan membuat pamor Premier League meredup.
"Tentu saja, Premier League harus waspada karena nampaknya China punya kemampuan finansial yang bisa memindahkan beberapa Liga di Eropa ke sana," kata Wenger seperti dilansir Sportsmole.
Di bursa transfer Januari lalu, klub-klub China memang membuat geger publik pecinta sepakbola. Yang pertama dilakukan oleh Jiangsu Suning. Mereka memboyong gelandang milik Chelsea, Ramires dengan harga Rp500 miliar.
Tak berselang lama, giliran striker Atletico Madrid, Jackson Martinez yang ikut mencoba peruntungan di China. Pemain berusia 29 tahun itu memilih merapat ke Guangzhou Evergrande dengan banderol Rp765 miliar.
Dan nama terakhir yang datang ke Jiangsu ialah Alex Teixeira. Pemain yang sebelumnya berseragam Shaktar Donetsk sampai harus menolak tawaran Liverpool karena Jiangsu menawarkan uang lebih besar.
Menurut laporan Daily Mail, sejauh ini klub-klub yang bertarung di kompetisi kasta tertinggi China telah mengeluarkan uang dengan jumlah Rp2 triliun juta selama bursa transfer. Jumlah lebih besar mereka keluarkan untuk gaji pemain yang nilainya mencapai Rp3,5 triliun.
Mantan pemain liga Eropa yang kini merumput di China, Tim Cahill, tidak menyangka dengan fenomena gila ini. Bintang internasional Australia itu bahkan memprediksi fenomena gila ini bakal berlanjut.
"Saya menghabiskan satu tahun dengan mereka. Ketika saya pertama kali datang ke China, saya tahu visi mereka, saya tahu apa yang mereka inginkan, namun jika melihat akhir-akhir ini, itu cukup gila," ujar pemain berusia 36 tahun ini.
Sumber Uang China
Liga Super China memang liga yang baru berkembang dan tidak segemerlap liga Eropa. Namun tuntutan dan tekanan yang tentunya tidak setinggi di kompetisi Eropa yang membuat sejumlah bintang justru berminat melanjutkan karier di sana.
Tidak ada peluang menjadi pemain terbaik, pada usia yang tak lagi muda, tawaran penghasilan besar dengan mudah menggoda mereka. Ada pengecualian, seperti dalam kasus Teixeira yang masih berusia 26 tahun, dan berpeluang tampil untuk klub besar seperti Liverpool.
Koneksi Brasil menjadi alasan, yang menjelaskan pilihan Teixeira menerima pinangan Jiangsu Suning. Ada banyak pemain Brasil di CSL, yang populer maupun tidak. Terutama di Guangzhou Evergrande, yang ditangani Luiz Felipe Scolari dari Brasil.
Scolari menggantikan pelatih asal Italia, Fabio Cannavaro, yang juga menggantikan pelatih top Marcello Lippi. Wajah terkenal lainnya yang juga bekerja di China, adalah Sven-Goran Eriksson, yang telah menangani Shanghai SIPG sejak 2013.
Mantan pelatih timnas Inggris, itu belakangan mengklaim bisa memanfaatkan koneksinya, untuk mendatangkan kapten Manchester United dan timnas Inggris Wayne Rooney. Selain para pemain Brasil, sejauh ini hanya pemain top Gaek yang bisa diboyong ke China.
Eriksson mengatakan kehidupan di China luar biasa. "Saya tinggal di Shanghai, dan jika Anda meminta saya membandingkannya dengan London, jujur saya tidak bisa menilai mana yang lebih baik. Sepakbola sudah menjadi besar di sini, dan mereka punya ambisi sangat besar," katanya.
Namun gaji diyakini sebagai alasan terkuat, yang menggoda pemain top pindah ke China. Salah satu pemain dalam skuad Eriksson, adalah mantan striker Sunderland Asamoah Gyan. Tidak ada banyak orang di dunia mengenalnya, tapi dia adalah salah satu pesepakbola bergaji tertinggi di dunia.
Penyerang asal Ghana berusia 29 tahun, itu hanya satu musim di Premier League, tapi gajinya di Shanghai tidak kurang dari £247.000 per pekan. Penghasilannya hanya dikalahkan dua pemain terbaik dunia, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.
Mengapa klub-klub China sangat kaya dan berani jor-joran menghamburkan uang hanya untuk mendatangkan pemain mahal? Dilansir The Guardian, salah satu faktor yang mendukung kekuatan finansial klub-klub Cina adalah pemasukan dari hak siar.
Hak siar liga lokal Cina mencapai nilai $9 juta (Rp122 miliar). Di tahun ini, jumlah tersebut meningkat hingga lebih dari $200 juta (Rp2,7 triliun), sebagai bagian dari total $1,25 triliun selama 5 tahun ke depan.
Evolusi Liga Super China
Liga China mulai dirintis sejak tahun 1994. dengan nama Chinesse Jia-A League. Selanjutnya nama liga berubah menjadi Liga Super China (Chinese Super League) seiring dengan perubahan format pada 2004.
Awalnya, Liga Super China hanya diikuti 12 tim. Namun sejak 2006, liga kasta tertinggi di China ini mulai berkembang dan bertambah menjadi 16 tim yang bertahan hingga musim ini.
Aksi gila klub-klub China mendatangkan pemain top dunia dimulai pada tahun 2011. Fenomena itu dipicu aksi dua tim kaya China, Guangzhou Evergrande dan Shanghai Shenhua yang berlomba mendatangkan pemain top untuk menjadi juara.
Diawali pembelian mantan pemain Fluminense, Darío Conca pada tahun 2011. Transfer mahal klub China berlanjut dei tahun 2012 dengan mendatangkan, mantan striker Chelsea Didier Drogba and Nicolas Anelka, mantan gelandang Barcelona Seydou Keita, mantan striker Sevilla Frédéric Kanouté, mantan pemain depan Blackburn Rovers Yakubu Aiyegbeni dan mantan pemain Borussia Dortmund Lucas Barrios.
Tidak hanya mengimpor pemain ternama, klub-klub China juga berani mendatangkan sejumlah pelatih top. Seperti mantan pelatih timnas Jepang Takeshi Okada, mantan pelatih timnas Argentina Sergio Batista dan mantan pelatih Juventus dan timnas Italia, Marcello Lippi.
Dan aksi gila klub-klub China berlanjut jelang liga 2016 bergulir. Bahkan pembelian pemain mahal kini bukan hanya didominasi dua klub saja, Guangzhou Evergrande dan Shanghai Shenhua. Tapi diikuti klub-klub lain.
Seperti di antaranya, Gervinho (Hebei China Fortune), Ramires (Jiangsu Suning), Alex Teixeira (Jiangsu Suning), Fredy Guarin (Shanghai Shenhua), Jackson Martinez (Guangzhou Evergrande), Fredy Montero (Tianjin Teda),
Investasi besar klub-klub China ini juga berbuah prestasi. Terbukti, China yang sempat tenggelam di bayang-bayang sepakbola Jepang, Arab Saudi dan Korea Selatan, kini bangkit dan sukses mengamankan dua trofi Liga Champions dalam tiga tahun terakhir (2013 dan 2015).
Raihan prestasi dan tawaran gaji besar ini membuktikan, Liga Cina bisa saja menyalip MLS ataupun klub Timur Tengah, sebagai destinasi para pemain bintang dalam beberapa tahun ke depan.