3 Tahun, Ruang Inovasi Terus Menginkunasi Desa di Indonesia Wujudkan Kemandirian Ekonomi Kerakyatan
- VIVA.co.id/Muhammad AR (Bogor)
Kabupaten Berau, VIVA – Ruang Inovasi, 'Inkubator Ekonomi Kerakyatan' begitulah slogan lembaga yang didirikan Empat pemuda asal Jakarta. Bermula dari obrolan warung kopi di tahun 2017 mereka sukses mewujudkan kemandirian desa dengan terjun langsung ke sana.
Keempat pemuda itu adalah Muhammad Maghribul Falah, Haris Nuril Huda Mustari, dan Alfianto Kusuma Jathi. Mimpi mereka diwujudkan melalalui misi membangun desa mandiri dengan pemerataan ekonomi.
Ruang Inovasi ini lah desa akan diinkubasi dengan waktu yang cukup lama dengan mengoptimalisasikan potensi desa. Berkat perannya itu mengantarkan Ruang Inovasi menjadi salah satu penerima Satu Indonesia Award (SIA) Provinsi 2021 lalu. Di tahun keenam ini pemuda itu menjadi inspiratif untuk "Bersama, Berkarya, Berkelanjutan" dalam Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia.
Di tahun 2024 ini, Ruang Inovasi masih aktif di wilayah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Muhammad Maghribul Falah, Founder Ruang Inovasi mengatakan, tujuan mereka untuk menginkubasi desa, dengan melakukan peningkatan produktivitas lahan pada komoditas unggulan dengan menerapkan sistem budidaya yang ramah lingkungan.
Upaya itu dilakukan mengingat, Pemerintah Kabupaten Berau mencanangkan pertumbuhan pertanian yang berkelanjutan sebagai prioritas pembangunan. Saat ini, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan telah memberikan kontribusi sekitar10,47% bagi perekonomian Kabupaten Berau (BPS Berau, 2020) Pemerintah Kabupaten Berau telah menetapkan lima komoditas utama sektor pertanian, yaitu kelapa sawit, kakao, karet, kelapa, dan lada.
Akan tetapi, sebaran pemanfaatan lahan kelima komoditas tersebut terlihat tidak imbang. Pada tahun 2019, perkebunan kelapa sawit telah mengambil alih 93% dari total luas lahan pertanian di Kabupaten Berau (BPS Berau, 2020).
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Berau memandang bahwa pengembangan komoditas kakao, karet, kelapa, dan lada perlu ditingkatkan dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya alam untuk generasi mendatang.
"Dari hasil survei, ditemukan adanya penurunan produktivitas lahan pada komoditas kakao, karet, dan kelapa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Pada tahun 2019, produktivitas kakao mengalami penurunan sebesar 0,1 ton/hektar dari dua tahun sebelumnya yaitu sebesar 1,1 ton/hektar. Hal ini juga terjadi pada karet yang bahkan mengalami penurunan sebesar 0,2 ton/hektar, padahal pada tahun 2019 produktivitas karet berada pada kisaran 1,1 ton/hektar," kata Falah.
Dugaan penyebabnya penurunan, kata Falah, keputusan petani untuk mengalihfungsikan lahan kakao atau karetnya ke komoditas yang memiliki harga jual lebih stabil seperti kelapa sawit, di mana menurut Dirjen Pertanian, terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 10% dari tahun 2016 ke tahun 2018. Penurunan produktivitas lahan juga terjadi pada komoditas kelapa yaitu sebesar 14 buah/hektar sehingga pada tahun 2019 produktivitasnya menjadi 955 buah/hektar.
"Namun, kondisi yang berbeda terjadi pada komoditas lada. Dalam tiga tahun terakhir, produktivitas lada mengalami peningkatan sebesar 0,3 ton/tahun sehingga pada tahun 2019 produktivitasnya menjadi 1,1 ton/tahun. Kita melihat bahwa rantai pasok komoditas unggulan di Berau cukup panjang dan mayoritas produk didistribusikan dalam bentuk bahan baku yang memiliki harga jual rendah," jelasnya.
Sedangkan, Komoditas kakao yang didistribusikan ke luar Berau hanya dalam bentuk biji kakao, baik kering (1%) maupun biji kakao fermentasi (99%). Begitu pula dengan komoditas karet, mayoritas produk yang didistribusikan ke luar Berau berupa biji kakao basah (79%) dan sebagian lagi berupa biji kakao kering (21%).
Komoditas kelapa sebagian besar didistribusikan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri dalam bentuk kelapa parut (70%) maupun produk minuman kelapa (30%). Demikian pula halnya dengan lada. Meskipun telah dilakukan upaya pengolahan lada utuh menjadi lebih baik kualitasnya dan dikemas lebih modern, namun hampir seluruh produk kertas yang keluar dari Berau masih berupa biji kakao kering yang belum diolah (99%).
"Petani sebagai pelaku tingkat pertama dalam rantai pasok komoditas unggulan merupakan pihak yang menanggung risiko paling besar dalam menjalankan perannya. Secara umum, permasalahan yang dihadapi petani dalam rantai pasok adalah fluktuasi harga, keterbatasan akses informasi harga, dan serangan hama penyakit tanaman," jelas Falah.
Secara umum, peran masyarakat petani perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil survei, ditemukan bahwa sekitar 45% petani menyatakan telah tergabung dalam kelompok atau komunitas tani. Selanjutnya, 33% anggota masyarakat petani telah memiliki program kegiatan. Selain itu, hanya 43% anggota masyarakat petani yang telah menerima bantuan kegiatan program atau materi dari berbagai pihak.
"Berdasarkan hasil penelitian ini, tim peneliti merekomendasikan beberapa kegiatan yang difokuskan pada melakukan peningkatan produktivitas lahan pada komoditas unggulan dengan menerapkan sistem budidaya yang ramah lingkungan. Dan Penguatan peran masyarakat petani sebagai pelaku rantai pasok," jelasnya.
Selain itu, tim bergerak untuk berkolaborasi bersama masyarakat mengolah komoditas menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Dan, peningkatan kualitas produk melalui standarisasi mutu produk. Serta penguatan peran pihak terkait untuk memudahkan pelaku rantai pasok dalam menjalankan perannya.
Pada 2018 lalu mereka memulai pejalanannya di Desa pertama di Kampung Tanjung Perepat, Kecamatan Biduk-biduk, Kabupaten Berau, Kalimatan Timur. Di setiap desa mereka mengelar kegiatan menginisiasi, memotivasi warga desa untuk pengembangan potensi yang ada.
Di desa ini, pohon kelapa yang sudah tak berbuah disulap menjadi kerajinan tangan. Dari batang kelapa yang kerap dibuang mampu menjadi pundi rupiah. Kerajinan dari batang kelapa, diambil yang sudah tidak produktif dan ditebang menjadi limbah seperti kerajinan berupa sumpit, sendok, sutil spatula, tatakan sabun, gantungan kunci, tatakan makan, dan banyak lagi. Kerajinan ini dengan nama Khula Craft. Dan kini hasil kerajinan menyuplai ke hotel-hotel wisata di Indonesia.
Falah menyampaikan, dalam upaya mewujudkan pemerataan ekonomi dari potensi desa, Ruang Inovasi menerapkan tiga fase menuju kemandirian yaitu pemahaman potensi desa dan tata kelola desa, inkubasi wirausaha sosial desa, dan pendampingan transisi kemandirian desa. Tiga fase tersebut, lanjut Falah, tidak akan berkelanjutan jika masyarakat desa tidak didampingi secara intensif. Hal ini dikarenakan untuk mencapai misi utama dibutuhkan transfer ilmu dari level dasar untuk menciptakan aktivator lokal yang berintegritas di desa.
"Dengan metode tahapan ruang inovasi ini, Inkubasi, inisiasi, askselerasi, dari desa yang inisiatif bekerjasama dengan kami, apa yang cocok dikembangkan di desa itu, kalau sudah di tahap akhir tinggal super visi saja. Keberhasilannya ini sudah masuk beberapa kali di Apresiasi Kreasi Indonesia (AKI) dan bertemu beberapa kali dengan Menparekraf Pak Sandiaga Uno," tuturnya.
Lanjut Falah, Ruang Inovasi memiliki misi utama membuat desa mandiri dengan pemerataan ekonomi. Tentunya, menurut dia, hal ini dapat terwujud dengan menerapkan sistem ekonomi berkerakyatan dan pembangunan yang merata. Optimalisasi potensi sebuah wilayah harus diimbangi dengan sumberdaya manusia yang andal, inovatif, dan berjiwa wirausaha sosial. Harapan itu yang kini dibawa ke mana empat pemuda sekawan ini melangkah.
"Harapan kami, semakin banyak desa yang berkembang. Banyak cerita desa memiliki banyak potensi sumber daya alam tapi sayangnya tidak beriringan dengan sumber daya manusia, jadi banyak orang luar untuk bekerja berperan di sana mengambil sumber daya alam di sana, jadi warga di desa itu terpinggirkan," cetus Falah.
Lanjut Falah menjelaskan, Ruang Inovasi mengimplementasikan harapannya melalui program kewirausahaan sosial maupun bisnis sosial yang diterapkan di wilayah pedesaan dengan menghindari adanya monopoli atas potensi lokal setiap wilayah tanpa mengabaikan daya dukung alam yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem alam.
"Harapan saya ini agar sama-sama membangun ketika mengambil sumber daya alam di desa itu gunakanlah sumber daya manusia yang ada di sana.
Kalau pun ada orang luar yang kontribusi lebih baik dengan metode kolaborasi," imbuh Falah.
Masih di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Ruang Inovasi juga mengembangkan Pondok Lada di Kampung Merancang Ilir, Kecamatan Gunung Tabur. Di sini Ruang Inovasi mengembangkan ekonomi pertanian dari lada atau merica dengan berbagai produknya. Selain Kalimantan, kini empat pemuda itu mulai melangkahkan kaki ke desa-desa timur pulau Jawa. Dengan penuh langkah asa mereka bertekad mengembangkan desa di sana.
"Selain memantau desa yang sudah berkembang, kami saat ini bergerak di wilayah Jawa Timur, di sekitar Malang dan Surabaya untuk mengembangkan produk desa untuk bisa berkembang lagi. Kami juga sekarang tidak hanya fokus di satu dua desa tetapi lebih banyak ke desa-desa yang membutuhkan akselerasi lebih cepat, kalau dipoles sedikit bisa cepat untuk berkembang, itu kita pilih, dan bisa dikembangkan," tandas Falah.