Ngeri, Aplikasi Live Streaming Dikhawatirkan Jadi Konten Pornografi yang Dapat Diakses Pelajar

Ilustrasi Bigo Live
Sumber :
  • Bigo Live

Jakarta – Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) masih mewaspadai pornografi yang beredar di dunia maya. Pornografi sendiri merajai konten negatif di Indonesia.

Diketahui, sebanyak 5,5 juta anak di Indonesia menjadi korban pornografi. Jumlah ini mencakup anak dalam jenjang SD, SMP, SMA bahkan PAUD dan disabilitas.

Ketakutan akan konten pornografi yang dapat diakses anak di bawah umur juga semakin menjadi sejak kemunculan aplikasi video live chat Bigo.

Aplikasi ini kerap menjadi perhatian publik di Indonesia karena sejumlah isu serius terkait konten yang tidak pantas.

Aplikasi tersebut juga sering digunakan untuk menayangkan adegan tidak senonoh, yang menciptakan kekhawatiran tentang etika digital di kalangan pengguna.

Selain itu, ada juga kekhawatiran mengenai dampak negatif penyalahgunaan aplikasi terhadap pengguna di bawah umur, terutama karena Bigo Live memiliki rating usia 12+ di Google Play Store.

Meskipun ditujukan untuk pengguna berusia 12 tahun ke atas, Bigo Live sering digunakan sebagai platform untuk menayangkan konten dewasa.

Salah satu hal yang mengkhawatirkan adalah tayangan yang menampilkan perempuan dengan pakaian minim dan adegan menari erotis di depan kamera.

Dalam hal ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mengomentari fenomena tersebut.

Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menegaskan bahwa negara harus bertindak tegas terhadap konten pornografi.

"Negara juga harus bertindak tegas terhadap pornografi untuk hadir di depan melindungi warga negara, khususnya anak-anak. Oleh sebab itu, secepatnya akan kita take down dan tentu kita akan koordinasi dengan Kominfo agar tidak tersebar lebih luas," kata Jasra dalam keterangannya, Selasa, 28 Mei 2024.

Putra menambahkan, perlindungan anak dan perempuan dalam ruang daring membutuhkan kerjasama lintas sektor.

Kominfo juga harus bertindak cepat menghapus konten pornografi yang merugikan anak.

Ia pun menekankan bahwa negara tidak boleh kalah dengan industri pornografi, regulasi yang ketat harus diterapkan, termasuk pada platform Bigo Live.

Menurutnya, Industri boleh berkembang, tapi tidak dengan merugikan anak. Ia menambahkan bahwa perlindungan anak dalam ruang daring adalah prioritas yang harus dijalankan dengan tegas oleh pemerintah.

Sebelumnya, pada September 2023 lalu, sebuah kasus mengejutkan terjadi di Garut, Jawa Barat, di mana sepasang sejoli tertangkap basah sedang melakukan adegan tak senonoh di aplikasi Bigo Live.

Aksi sejoli itu direspon oleh para penonton yang menyaksikan dengan memberikan hadiah atau saweran selama live streaming berlangsung.

Video itupun viral dan memicu reaksi keras dari masyarakat serta pihak berwenang yang menuntut tindakan tegas terhadap pelaku dan platform yang memfasilitasi konten tersebut. 

Menurut Pengamat Teknologi dan Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, konten dewasa yang muncul di platform digital harus ditegur, bahkan diproses secara hukum.

"Sebab, di UU ITE hal seperti itu merupakan perbuatan yang dilarang. Memang yang pasti harus diproses adalah pelaku, tapi platform digital juga harus ikut bertanggung jawab karena mereka seharusnya memiliki mekanisme pengawasan agar tindakan pornoaksi tidak diberi ruang di Indonesia." 

Peristiwa ini menunjukkan pentingnya implementasi tindakan yang lebih tegas dan sistematis dalam mengatur konten digital di platform live streaming.

Kolaborasi antara pemerintah, pengembang aplikasi, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan etis bagi semua pengguna.

Sebagai informasi, sebelumnya pada Juni 2018 lalu, Kemenkes melakukan skrining adiksi pornografi di kalangan SMP dan SMA. Sebanyak 1.314 responden yang dijadikan sasaran adalah pelajar di wilayah Jakarta Selatan dan Kabupaten Pandeglang.

Hasilnya, hanya 1,7 persen pelajar yang tidak terpapar pornografi. Artinya, ada 98,3 persen pelajar sudah terpapar pornografi.

Dari hasil skrining tersebut, 3,7 persen pelajar mengalami adiksi ringan dan 0,01 persen pelajar mengalami adiksi berat. Pelajar dengan kategori tersebut harus segera diatasi.

Pornografi sendiri bisa menjadi ancaman bagi remaja karena terdapat banyak dampak negatif yang bisa ditimbulkan. Mulai dari kerusakan sel-sel otak, gangguan emosi dan mental, hingga kehilangan masa depan.

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual (pornografi) melalui media daring (online).