Perhimpunan Pendidikan dan Guru Ingatkan Jangan Gegabah soal Program Makan Siang Gratis di Sekolah
- Biro KLIP Kemenko Perekonomian
Depok – Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Feriyansyah mengatakan, perlu ada kejelasan dari TKN 02 bagaimana detil rencana kebijakan makan siang gratis untuk di sekolah.
Menurutnya, TKN 02 hendaknya melakukan dialog terbuka secara objektif, jujur, dan transparan dengan masyarakat sipil dan akademisi.
“Bagi siswa Indonesia ini kabar baik karena ada jaminan mereka pasti mendapatkan makan di sekolah. Namun ini adalah janji dari pasangan calon presiden yang belum dinyatakan menang oleh KPU,” katanya, Sabtu, 2 Maret 2024.
Dia menekankan, di berbagai negara, konsep makan siang gratis untuk anak sekolah adalah kebijakan yang sudah lazim. Misalnya di India, program makan siang gratis menjadi contoh sukses.
“Kita perlu memperhatikan negara-negara yang sudah menerapkannya dan menghindari masalah-masalah yang potensial dari kebijakan makan siang gratis di sekolah. Harus hati-hati dan tidak gegabah,” ujarnya.
Dia menuturkan, di India setelah menerapkan program makan siang gratis, berhasil menurunkan angka stunting hingga 22?lam 11 tahun. PDB perkapita dari 442 dolar menjadi 2.238 dolar, dan pertumbuhan PDB dari 0,24% menjadi 9.05%. Belajar dari India, makan siang gratis tidak sebatas program jangka pendek, namun menjadi hak konstitusional yang melekat pada anak usia sekolah.
“Mahkamah Konstitusi di India memberikan mandat kepada siapa pun perdana menteri dan gubernur di India bahwa makan siang gratis harus terus dijalankan dengan kandungan 300 kalori dan 8-12 gram protein,” tegasnya.
Selain itu juga harus dipertimbangkan mengenai teknis dan kesiapan fasilitas penunjang. Misalnya cafetaria dan pengawasan standar gizi untuk tiap sekolah.
“Ini harus koordinasi dinas kesehatan, BPOM, dan Pemda setempat,” ungkapnya.
Dia menambahkan, program semacam ini juga bisa gagal seperti di Amerika Serikat awal tahun 2020 bahwa program makan siang gratis di sekolah gagal bukan karena pandemik. Tapi karena para siswa tidak mengambil jatah makan siang gratis.
“Ternyata label makan siang gratis hanya untuk orang miskin, membuat anak-anak memilih tidak makan dan program ini ditutup di beberapa sekolah. Tentunya ini harus bisa kita hindari jika program ini dijalankan nanti,” bebernya.
Menurutnya kebijakan ini harus dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan kondisi lapangan. Misal di negara Uni Eropa, penerapannya berbeda-beda. Belanda dan Denmark tidak menerapkannya dan tidak masalah untuk mereka. Yang menerapkan makan siang gratis seperti negara Finlandia, Estonia, Swedia, Latvia, dan Lithuania. Namun masing-masing negara tersebut berbeda pendekatannya. Misal Finlandia, menemukan bahwa pada akhir pekan anak-anak kurang asupan gizi sehingga setiap hari Senin ada 20% tambahan daripada hari lain.
“Jadi rencana program ini tidak bisa didiskusikan serampangan, tanpa mengkalkulasikan mulai dari sumber anggaran, teknis, produksi, skema distribusi, partisipasi publik dan sebagainya,” tutupnya.