Sheikh Assim Al-Hakeem Larang Bersuara Keras di Masjid, Bagaimana dengan Pengeras Suara?
- Istimewa
VIVA – Ulama asal Saudi Arabia, Sheikh Assim Al-Hakeem beberapa waktu lalu hadir di Tabligh Akbar yang diselenggarakan di Masjid Al –Jihad Medan Baru, Minggu, 23 Juli 2023.
Ketika hendak naik ke atas mimbar, Jemaah yang hadir mengucap takbir. Setelah duduk, Sheikh Assim Al-Hakeem mengatakan bahwa teriakan takbir di masjid bukanlah sunnah, tidak diperbolehkan dan dianggap tidak menghormati masjid.
Rasululloh pernah berpesan, kata Sheikh, jangan keraskan suara berlebihan di dalam masjid. Pernyataan Sheikh Assim Al-Hakeem ini pun menimbulkan pertanyaan warganet soal pengeras suara di masjid. Lantas, bagaimana hukumnya?
Dikutip dari NU Online, terdapat 7 dalil atau argumentasi ilmiah tentang pengaturan penggunaan pengeras suara yang perlu dipahami dari Kitab I’lâmul Khash wal ‘Amm bi Anna Iz’ajan Nasi bil Mikrufun Haram (Pemberitahuan Bagi Orang Pintar dan Orang Awam Bahwa Mengganggu orang Lain dengan Mikrofon Hukumnya Haram) karya Sayyid Zain bin Muhammad bin Husain Alydrus, Dosen Universitas Al-Ahgaf Yaman.
Dalil pengaturan pengeras suara di tempat ibadah
Pertama, terdapat banyak ayat dan hadits yang memerintah untuk memelankan suara dalam shalat, dzikir dan doa. Sebagai contoh adalah ayat dan hadits dari surat Al-A’raf ayat 205 yang artinya, “Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
“Wahai manusia, kasihanilah diri kalian dengan mengecilkan suara kalian saat berd. Sungguh kalian tidak memanggil zat yang tuli dan yang gaib. Sungguh kalian memanggil Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat. Allah bersama kalian.” (HR Muslim)
Ayat dan hadits seperti ini secara eksplisit memerintahkan agar orang memelankan suara dalam shalat, dzikir dan doa; dan secara implisit melarang melakukannya secara terlalu keras.
Larangan ini juga memasukkan dengan pengeras suara, apalagi dilakukan dengan volume maksimal yang memekakkan telinga dan menggangu orang lain.
Kedua, banyak riwayat sahabat yang melarang suara keras di masjid. Sayyidina Umar bin Khattab ra memberi teguran keras kepada dua orang Tha’if yang melantangkan suara di masjid Nabawi.
“Andaikan kalian adalah penduduk Madinah, niscaya aku akan menghukum (mencambuk) kalian. Kalian telah mengeraskan suara di masjid Rasulullah saw” (HR Al-Bukhari). Hal ini juga berlaku untuk masjid selainnya.
Ketiga, penggunaan pengeras suara luar mengganggu konsentrasi ibadah dan aktifitas orang lain, kenyamanan orang yang sedang istirahat, dan orang yang sedang sakit. Hukum mengganggu orang lain ini tidak boleh, baik secara nash maupun ijmak ulama. Nabi saw bersabda:
“Siapa saja yang mengganggu orang lain maka Allah akan mengganggunya; dan siapa saja yang memberatkan orang lain maka Allah akan memberatkannya. (HR Ibnu Majah dan ad-Daraquthni).
Dalil yang keempat, penggunaan pengeras suara luar meskipun mengandung kemaslahatan bagi jamaah masjid, namun di sisi lain juga menganggu kenyamanan masyarakat luas selain jamaah masjid.
Kenyamanan masyarakat luas harus didahulukan daripada kemaslahatan jamaah masjid. Kaidah fiqih menyatakan: “Fala turajjahu mashalalih khasshah ‘ala mashalalih ‘ammah,” kemaslahatan yang bersifat khusus tidak dimenangkan di atas kemaslahatan yang bersifat umum.”
Kelima, kaidah dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih atau menghindari kerusakan harus didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan.
Penggunaan pengeras suara luar meskipun juga membawa kemaslahatan, seperti memperdengarkan nasehat dan bacaan Al-Qur'an, bila sampai mengganggu istirahat orang banyak, orang-orang yang sedang sakit dan semisalnya, maka harus dibatasi, sebagaimana semangat kaidah ini.
Dalil yang keenam, penggunaan pengeras suara luar untuk menyampaikan nasehat dan bacaan Al-Qur'an terkadang menjadi pintu masuk menuju riya dan sum’ah (pamer dan mencari popularitas) yang justru dilarang agama. Nabi saw bersabda:
“Siapa saja yang pamer (amal agar didengar orang) maka Allah akan memamerkan keburukannya; dan siapa saja yang (amal agar dilihat orang), maka Allah akan memperlihatkan keburukannya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dalil terakhir atau yang ketujuh, penggunaan pengeras suara untuk dzikir, doa dan semisalnya jauh dari ketenangan dalam beribadah yang disyariatkan agama. Nabi bersabda:
“Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan rendah hati dan suara lembut, sungguh Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Surat Al-A’raf ayat 77).