Resmi Berlaku Mulai Juli 2023, Apa Itu Pajak Natura?
- Istimewa
Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan teknis mengenai pajak natura atau pajak kenikmatan.
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang diterima atas Diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Nah,berikut penjelasan Mengenai Pajak Natura, Dari Definisi sampai Alasan Pajak diberlakukan:
Pajak Natura
Secara prinsip, pajak natura merupakan objek pajak penghasilan bersumber dari fasilitas yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atau pegawai. Fasilitas tersebut yang kemudian akan dikenakan sebagai objek PPh.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sebelumnya telah menjelaskan bahwa peraturan terbaru atas natura atau kenikmatan bertujuan mendorong pengenaan PPh yang lebih adil dan netral atas imbalan yang diberikan.
“Dengan pengaturan terbaru seorang direktur, apabila mendapatkan fasilitas berupa mobil mewah maka atas fasilitas tersebut akan menjadi penghasilan bagi direktur tersebut dan dikenakan pajak penghasilan,” tulis penjelasan Ditjen Pajak.
Aturan terkait dengan pajak natura tertuang Peraturan Pemerintah (PP) No. 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Beleid ini merupakan turunan dari UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Salah satu fungsi dari beleid tersebut adalah mengatur terkait dengan natura, imbalan atau fasilitasi kantor sebagai objek PPh bagi pihak yang menerima.
Sementara itu, natura atau kenikmatan dapat dibiayakan sepanjang mencakup 3M, yakni mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bagi pemberi kerja dan merupakan objek PPh bagi para pegawai atau penerima natura.
Alasan Pajak Natura Diberlakukan
Kemenkeu mengungkap penerapan pajak natura dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keadilan, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan kini dapat dibiayakan oleh pemberi kerja.
Biaya penggantian atau imbalan tersebut sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M). Sebaliknya, bagi penerima natura dan/atau kenikmatan, hal tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh).
Pengaturan ini mendorong perusahaan/pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan cara memberikan berbagai fasilitas karyawan dan dapat membebankan biaya fasilitas tersebut sebagai pengurang penghasilan brutonya.
PMK 6/2023 ini juga memberikan kesetaraan perlakuan sehingga pengenaan PPh atas suatu jenis penghasilan tidak memandang bentuk dari penghasilan tersebut baik dalam uang atau selain uang.
Namun demikian, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti menegaskan bahwa penerapan pajak natura sangat memperhatikan nilai kepantasan yang diterima oleh karyawan.
“Sehingga, natura dan/atau kenikmatan dalam jenis dan batasan nilai tertentudikecualikan dari objek Pajak Penghasilan,” terangnya.
Batasan nilai tersebut telah mempertimbangkan Indeks Harga Beli/Purchasing Power Parity (OECD), Survei Standar Biaya Hidup (BPS), Standar Biaya Masukan (SBU Kemenkeu), Sport Development Index (Kemenpora), dan benchmark beberapa negara.
Adapun, jenis dan batasan nilai yang telah ditetapkan untuk natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan per 27 Juni 2023.