Hukum Puasa Arafah Bagi yang Tidak Berhaji, Niat, dan Keutamaannya
- U-Report
Jakarta – Puasa Arafah merupakan puasa sunnah yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah bagi mereka yang tidak berhaji. Pada tahun 2023 ini Puasa Arafah 9 Dzulhijjah jatuh pada Rabu, 28 Juni berdasarkan hasil sidang isbat dari pemerintah.
Meskipun tidak wajib, puasa ini sangat dianjurkan dalam agama Islam. Puasa Arafah membawa berbagai keutamaan dan manfaat. Pada kali ini, akan menjelaskan hukum puasa Arafah bagi yang tidak berhaji, beserta niat dan keutamaannya. Scroll ke bawah untuk simak artikel selengkapnya.
Hukum Puasa Arafah
Hukum puasa Arafah bagi yang tidak berhaji adalah sunnah muakkadah atau artinya sunnah yang sangat dianjurkan. Itu berarti, puasa Arafah ini sangat dianjurkan tetapi tidak wajib dilakukan.
Bacaan Niat Puasa Arafah
Niat puasa Arafah tidak perlu dinyatakan secara lisan, tetapi cukup dalam hati untuk melaksanakan puasa. Bacaan niat dapat dilakukan sebelum fajar atau pada saat sahur. Berikut bacaan niat dan artinya:
“Nawaitu shauma arafata sunnatan lillahi ta'ala.”
Artinya: "Saya niat puasa sunnah Arafah karena Allah ta'ala."
Keutamaan Puasa Arafah
Keutamaan puasa Arafah sangat besar. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa-dosa yang lalu dan yang akan datang." Puasa ini juga diharapkan dapat menghadirkan pengampunan Allah, mendekatkan diri kepada-Nya, dan mendapatkan keberkahan serta rahmat-Nya.
Puasa Arafah juga memiliki makna yang mendalam. Hari Arafah merupakan salah satu hari yang sangat istimewa dalam ibadah haji. Puasa ini memberikan kesempatan bagi umat Muslim yang tidak berhaji untuk merasakan sebagian keistimewaan dan keberkahan yang terkait dengan hari tersebut.
Namun, perlu diingat bahwa puasa Arafah hanya diperuntukkan bagi mereka yang tidak berhaji. Bagi yang telah berhaji, disunnahkan untuk tidak berpuasa pada hari Arafah, tetapi berada di Arafah dan melakukan ibadah haji.
Sesuai dengan prinsip agama Islam, sebaiknya selalu merujuk pada otoritas keagamaan yang diakui, seperti ulama atau lembaga fatwa setempat, untuk mendapatkan panduan yang lebih rinci dan akurat terkait dengan hukum dan tata cara beribadah.