Keringanan Hukum (Rukhsah) Dalam Pelaksanaan Ibadah dan Manasik Haji Bagi Jamaah Udzur

Ribuan Jamaah Haji Lakukan Thawaf
Sumber :
  • Bahauddin Raja Baso/MCH2019

VIVA Edukasi – Dalam pelaksanaan ibadah termasuk ibadah haji terdapat amalan ibadah yang digolongkan dalam katagori Rukhsah (sesuatu yang dibolehkan) yang dikemukakan para fuqaha, atau ahli Fiqih dimana jamaah haji dapat melaksanakannya  sesuai kemanpuan atau kesanggupannya, dapat memilih pendapat ulama madzhab (yakni pendapat yang Arjah (lebih kuat/mayoritas), atau pendapat yang Rajih ( yang kuat),  bahkan pendapat yang Marjuh (yang lemah).

Inilah moderasi dalam kontek manasik haji yang sempat disampaikan Konsultan Ibadah, Haji Ahmad Kartono dalam Edukasi pada tim Media Center Haji (MCH) 2023 beberapa waktu yang lalu. 

Konsultan Ibadah, Haji Ahmad Kartono

Photo :
  • MCH 2023

Dalil/Landasan Hukum  

1. Al-Qur’an al-Karim :
        a. Q.S. Al-Hajj (22) : 78 : 
            “Dan Allah  tidak menjadikan untuk kalian suatu kesempitan dalam  urusan Agama”.    
       b. Q.S  at-Taghabun ayat 16 : 
                                           
            “Bertakwalah kepada Alloh menurut kesanggupanmu dan dengarkanlah serta taatlah”.
       c.  Q.S al-Baqarah ayat 185 :
                                                          
         “Alloh menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.
      d. Q.S al-Baqarah, ayat 286 :  (Allah tidak membebani kepada seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya). Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan tafsir sebagai berikut :
      
           Yakni Allah tidak memaksa/membebani kepada seseorang melebihi kemampuannya, dan inilah sifat lemah lembut Allah Ta’ala kepada mahluk-Nya, santun dan memberi kebaikan kepada mereka.    

2. Hadis Nabi Saw :

a. Hadis riwayat Imam Muslim 

“Dari Abi Hurairah r.a ia berkata, Nabi Saw bersabda : Tinggalkanlah aku apa yang seharusnya kalian tinggalkan, sungguh terjadinya kebinasaan orang-orang sebelum kamu karena mereka banyak pertanyaan dan perselisihan mereka atas para Nabi mereka. Maka ketika aku perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan sesuatu laksanakanlah sesuai kesanggupannya, dan jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu maka tinggalkanlah. (Hadis  Riwayat Muslim)”

b. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim  

“Rasulullah Saw tidak akan  memilih diantara dua perkara kecuali yang lebih mudah dari keduanya,  selagi perkara itu tidak  menimbulkan dosa. (H.R.  Bukhari dan Muslim).    

c. Hadis riwayat Ibnu Murdawih :
          
             “Sesungguhnya Alloh menghendaki kemudahan kepada umatnya dan tidak menghendaki mereka dalam kesulitan (H.R Ibnu Murdawih)”.

d. Hadis riwayat at-Thabrani dari Ibnu Abbas.

“Sungguh Allaoh Azza wa Jalla memberikan kepada setiap yang memiliki  hak atas haknya ... Dan Alloh nensyariatkan Islam lalu menjadikannya (sebagai agama) yang mudah, toleran, luas, dan tidak menjadikannya sebagai (agama) yang sempit. (H.R. At-Thabrani dari Ibnu Abbas)”. 

3. Pendapat para ahli (Fuqaha )

Bahwa sesungguhnya diperbolehkan taklid (mengikuti) pendapat dari salah satu Imam madzhab yang empat (Syafi’i, Maliki, Hanafi, Hambali), dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari pendapat mereka dalam satu masalah dan mengikuti pendapat  Imam lainnya dalam masalah yang lain. Tidak ada ketentuan yang mengharuskan mengikuti satu Imam Mazhab dalam semua masalah. Jika engkau telah mengetahui ketentuan ini  maka sudah benar setiap masalah haji yang disebutkan  (diputuskan) berdasarkan salah satu pendapat para Imam Madzhab. ( al-Ifshoh ‘ala-Masailil Idhoh ‘alal-Madzahib al-Arba’ah, hal. 219). 

4. Kaidah Fiqih

a. (berpaling atau mengganti dari qaul  (pendapat) yang rajih ke pendapat yang marjuh). Sebagaimana dikemukakan Dr. H. Abd. Salam  sebagai berikut : 
      “Pendapat marjuh adalah beberapa kaul/pendapat yang dalilnya lemah, atau hanya disampaikan oleh seorang ulama atau pendapat yang bertentangan dengan pendapat mayoritas (jumhur) ulama.” 

b.  “Turun kepada realitas yang lebih rendah ketika tidak mungkin melakukan yang ideal (KH. Afifuddin Muhajir, Fiqih Tata Negara, Yogyakarta, 2017, hal. 196). 

c.  (hukum itu dapat berubah dengan berubahnya  tempat dan masa atau karena perubahan situasi dan kondisi).

5. Moderasi manasik haji dan umrah memberikan keleluasaan

Moderasi manasik haji dan umrah memberikan keleluasaan bagi jamaah dalam melaksanaan amalan ibadah haji, yakni  dapat memilih pendapat yang arjah, atau yang rajih ataupum yang marjuh. Demikian pula bag jamaah yang  memiliki udzur, baik karena sakit , dimensia (stres), lanjut usia (lansia), dan jamaah risiko tinggi (risti)  yang  akan mengalami kesulitan karena kondisi fisik mereka lemah untuk mengerjakan rukun dan wajib haji dengan sempurna seperti dalam pelaksanaan shalat, tawaf umrah, sa’I, wukuf, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melontar jamarat, tawaf ifadhah dan tawaf Wada’.

“Moderasi dalam kontek manasik merupakan  jalan keluar sebagai solusi untuk membantu mereka agar dapat melaksanakan ibadah dengan mudah dan sah secara hukum sebagaimana pendapat para foqaha dalam empat madzhab, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali,” terang Haji Kartono yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Pembinaan Haji, di tahun 2010.