Mendukung Masa Depan Pertanian Berkelanjutan dengan Ilmu dan Pengetahuan Baru

Syngenta Indonesia perkenalkan ekosistem pertanian baru yang bernama Centrigo
Sumber :
  • Istimewa/VIVA

VIVA Edukasi – Menghasilkan pangan sampai ke meja makan merupakan proses yang sangat kompleks yang harus dijalani para petani. Sebagai pekerja yang tangguh di sektor pertanian, petani harus didukung untuk membentuk masa depan pertanian yang maju.

Pemerintah dan pihak swasta masing-masing memiliki peranan yang sangat penting untuk membantu petani mengatasi berbagai persoalan besar demi masa depan pertanian yang maju.

Hadir sejak tahun 1960-an di Indonesia, Syngenta sebagai sektor swasta telah berkontribusi dan mendukung tercapainya ketahanan pangan di Indonesia. Dukungan tersebut berupa menghadirkan inovasi teknologi perlindungan tanaman dan benih jagung untuk membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman demi memenuhi kebutuhan nasional dan juga pasar ekspor. 

Contohnya pada tanaman padi, saat ini rata-rata produktivitasnya adalah 5,3 ton per hektare. Jika produktivtias dapat ditingkatkan 10% saja maka hasil per hektare dapat mencapai 5,8 ton yang dapat berkontribusi terhadap PDB sebesar $1,5 milyar. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya penerapan praktik pertanian yang baik serta manajemen pengendalian hama dan penyakit yang tepat, seperti yang dijelaskan oleh Presiden Direktur Syngenta Indonesia, Kazim Hasnain, di acara media gathering pada 14 Maret 2023 di Stasiun Riset dan Pengembangan Perlindungan Tanaman Syngenta yang berada di Cikampek, Jawa Barat. 

Syngenta Indonesia perkenalkan ekosistem pertanian baru yang bernama Centrigo

Photo :
  • Istimewa/VIVA

Pada akhir tahun 2022, dalam rilisnya yang diterima VIVA, Jakarta, Rabu (15/3), Syngenta telah meluncurkan sebuah ekosistem pertanian baru yang bernama Centrigo yang bertujuan membantu meningkatkan keuntungan petani melalui pendekatan model bisnis dari hulu ke hilir. Ekosistem pertanian baru ini adalah bukti upaya Syngenta untuk mengawali perubahan pertanian yang lebih maju di Indonesia.

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia termasuk dalam 10 besar negara penghasil jagung terbesar di dunia. Selain sebagai bahan pangan, permintaan jagung sebagai pakan ternak juga terus meningkat setiap tahunnya. Saat ini Syngenta adalah pemimpin terdepan dalam pasar jagung di Indonesia. Hal ini sangat mendukung tujuan besar pemerintah, yaitu pencapaian swasembada jagung yang berkelanjutan, jelas Fauzi Tubat, Seed Business Head Syngenta Indonesia.

Inovasi pertanian dari hulu ke hilir menjadi salah satu kunci dalam mencapai keunggulan pasar dan peningkatan keuntungan bagi petani. Misalnya di hulu, peran riset dan pengembangan jagung Syngenta membantu akselerasi seleksi benih jagung. Dengan menggunakan teknologi pemuliaan yang lebih maju waktu yang dibutuhkan untuk menghadirkan satu varietas benih hibrida yang baru menjadi lebih singkat, dari yang sebelumnya enam (6) sampai delapan (8) tahun, menjadi tiga (3) sampai empat (4) tahun saja.

Di bagian hilir, Syngenta melakukan inovasi digitalisasi untuk menjangkau sekitar tujuh (7) juta petani jagung di Indonesia. PeTani Apps adalah aplikasi yang dikembangkan Syngenta untuk memberi akses satu pintu bagi petani jagung untuk memperoleh semua informasi terkait budidaya jagung, termasuk solusi agronomi, prakiraan cuaca, jadwal tanam, rekomendsi produk, perhitungan keuntungan, hingga informasi terkait ketersediaan produk benih Syngenta dari kios pertanian terdekat. Selain itu, di tahun 2023 Syngenta juga telah merambah e-commerce untuk menjual produk benih jagung hibrida secara daring. 

Transformasi Pertanian untuk Revolusi Era Hijau 

Dalam mengembangkan produk perlindungan tanaman yang inovatif dan memberikan keuntungan bagi petani, peranan riset dan penelitian tidak terpisahkan dalam upaya mencapai keselarasan dengan keamanan lingkungan pertanian dan kesehatan petani. 

Menguraikan hal tersebut, Nanin Noorhajati, Crop Protection Development Head Syngenta Indonesia mengatakan bahwa tim Riset dan Pengembangan Syngenta bekerja keras untuk memastikan bahwa aspek-aspek berkelanjutan harus selalu diintegrasi dalam pengembangan produk perlindungan tanaman yang berkualitas tinggi serta aman bagi petani dan lingkungan. 

Teknologi-teknologi inovatif dan berkelanjutan yang baru saja Syngenta kembangkan adalah produk biologis dan biostimulan. Produk biologis dikembangkan dengan menggunakan agen hayati untuk mengurangi residu. Sedangkan produk biostimulan berperan membantu tanaman menghadapi tekanan (stress) terhadap lingkungan dan mengefektifkan penyerapan unsur hara tanaman sehingga tidak perlu menggunakan pupuk yang berlebihan. Berbagai teknologi produk perlindungan tanaman yang dihasilkan ini telah melalui proses pengujian yang sangat panjang mulai dari uji kimia, toksikologi, biologi, dan lingkungan. Untuk mendukung pertanian presisi, Syngenta mengembangkan penggunaan drone yang meningkatkan efisiensi tenaga kerja, serta jangkauan luas dalam aplikasi produk perlindungan tanaman untuk pemeliharaan tanaman. 

Dari segi keamanan bagi petani, baru-baru ini Syngenta mengembangkan inovasi alat semprot produk perlindungan tanaman yang disebut Closed Loop Knapsack System (CLKS). Inovasi alat semprot CLKS mengadopsi konsep Closed Transfer System (CTS) yang telah digunakan oleh petani-petani di Amerika dan Eropa. Sementara CLKS didesain menyesuaikan kondisi praktik penyemprotan oleh petani kecil di Indonesia yang biasa menggunakan alat semprot punggung.  Penggunaan alat CLKS ini menghilangkan proses pencampuran produk perlindungan tanaman dengan air secara manual.  Tangki semprot hanya disi air sehingga menghilangkan risiko kontaminasi produk perlindungan tanaman pada tubuh pengguna jika terjadi kebocoran tangki.

Menutup acara, Midzon Johannis, Head of Business Sustainability Syngenta menyampaikan bahwa mewujudkan pertanian berkelanjutan merupakan misi dan tujuan besar yang harus terus diupayakan melalui inovasi untuk meningkatkan produktivitas petani, memperhatikan keanekaragaman hayati, kesehatan tanah, iklim, keamanan petani, dan rantai nilai yang memastikan ketersediaan pangan.