Edukasi Petani Tembakau agar Tak Merugi
- ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
VIVA Edukasi – Bisnis tanaman tembakau masih sangat potensi di Tanah Air. Sejumlah pihak diberikan edukasi, penyuluhan serta pengetahuan termasuk petani agar tidak merugi menanam tembakau.
PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) menjadi salah satu perusahaan yang fokus mendorong sektor agrikultur melalui praktik kemitraan untuk menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kami berkomitmen pada keberlanjutan dan mengajak kolaborasi yang relevan, untuk terus mendorong sektor agrikultur menjadi motor pertumbuhan ekonomi,” kata Elvira dalam B20 Investment Forum, Jumat (11/11/2022).
Sebagai bagian dari rangkaian acara B20 Indonesia 2022, diskusi panel dengan tema “Pertanian sebagai Motor Pertumbuhan: Memastikan Keberlanjutan” ini juga turut menghadirkan CFO PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. Jap Hartono dan Lead, Sustainable Investment & Inclusion Grow Asia Erin Sweeney serta dimoderatori oleh Prasetyo Singgih dari KADIN Indonesia.
Elvira melanjutkan, HMSP telah bermitra dengan 22 ribu petani tembakau dan cengkih melalui perusahaan pemasok. Dari mata rantai bisnis yang dimiliki perusahaan, pengembangan ekonomi dilakukan mulai dari petani, pekerja, hingga pemberdayaan UMKM.
Menurut Elvira, penciptaan nilai bagi seluruh rantai pasok maupun masyarakat luas sangat penting. Dia menegaskan, petani memiliki peran vital dalam menjaga kelangsungan bisnis hingga rantai pasok perusahaan. Dengan program kemitraan sejak 2009, para petani mitra Sampoerna menerima pembinaan secara terpadu dan menyeluruh. Pembinaan tersebut berlangsung mulai dari pembibitan, penanaman, hingga panen.
Program kemitraan menjamin penyerapan produksi sesuai dengan kesepakatan bersama antara petani tembakau dan pemasok. Dengan demikian, program kemitraan telah menghindarkan petani dari rantai perdagangan tembakau dan tengkulak yang panjang sehingga berpotensi untuk mengurangi keuntungan petani secara signifikan.
“Jadi kami memberikan pendampingan teknis, transfer teknologi, hingga akses terhadap prasarana produksi pertanian, sehingga bisa tercapai kualitas dan kuantitas yang diharapkan,” kata Elvira dalam keterangannya yang diterima VIVA, Jakarta, Selasa (15/11).
Hal ini penting dilakukan mengingat tembakau merupakan salah satu tanaman yang sensitif pada perubahan lingkungan. Apalagi kini perubahan iklim memberikan ancaman lebih besar pada risiko gagal panen, ataupun kualitas tembakau yang kurang maksimal.
Elvira mengungkapkan perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar, yang bisa dimitigasi melalui penggunaan air yang efisien, penggunaan pestisida secara bijaksana, dan pengelolaan sampah.
"Keberlanjutan berarti memastikan komoditas secara berkelanjutan serta aspek lingkungan dan sosial ekonomi untuk seluruh rantai nilai, termasuk petani,” pungkas Elvira.
Dalam kesempatan yang sama, Lead, Sustainable Investment & Inclusion Grow Asia Erin Sweeney mengatakan meski memiliki potensi besar, sektor agrikultur memiliki sejumlah tantangan. Akibatnya, kontribusi pada perekonomian dan pemberdayaan masyarakat pun seringkali kurang maksimal.
“Adaptasi terhadap perubahan iklim adalah kesempatan investasi, tapi di Asia Tenggara adopsinya di sektor pertanian masih tertinggal,” kata dia.
Bahkan solusi dengan teknologi sederhana pun sulit dilakukan karena masalah skala ekonomi. Akibatnya, akses ke lembaga keuangan pun masih minim.
“Masalah ekonomi seringkali menjadi bottleneck untuk inovasi di sektor agrikultur berskala besar di Asia. Mereka terlambat mendapatkan modal masuk untuk agrikultur dan memiliki ancaman ketahanan pangan,” ujarnya.