2 Model Rumah Adat Jambi, Buah Hasil Budaya di Dalam Krisis Identitas yang Mendunia

Rumah Tuo Berumur Ratusan Tahun di Jambi
Sumber :

VIVA Edukasi – Sebagai salah satu provinsi yang ada di Pulau Sumatera, Jambi tentunya memiliki budaya dan keunikan sendiri. Jambi merupakan provinsi yang nama ibu kotanya, sama dengan nama provinsinya seperti halnya Bengkulu, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Gorontalo.

Jika dibandingkan dengan Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Riau, luas wilayah Jambi relatif kecil. Dengan luas wilayah hanya sebesar 50.160,05 km2, Jambi dipadati oleh sekitar 3.548.228 penduduk. Untuk penduduk Jambi, kamu dapat menemui suku asli Jambi, yaitu Melayu Jambi, Batin, Kerinci, dan Kubu.

Ikon Provinsi Jambi.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

Suku Batin biasa juga disebut dengan suku Penghulu dan suku Pindah. Suku ini masih serumpun dengan Minangkabau. Mereka banyak yang bermukim di Kabupaten Bungo, Kabupaten Merangin, Kabupaten Tebo, dan Kabupaten Sarolangun. Mereka pada awalnya merupakan suku Melayu yang mendiami daerah pedalaman, terutama pegunungan Jambi.

Suku Kubu sendiri sering disebut suku Anak Dalam. Penyebutan ini disandang kepada mereka yang tinggal di hutan dataran rendah wilayah Sumatera bagian tengah, khususnya Jambi. Oleh karena suku Kubu tinggal di kawasan tersebut, mereka juga dijuluki sebagai suku Anak Dalam.

Sementara Suku Kerinci banyak yang menempati wilayah Kerinci dan sekitarnya. Adat istiadat, budaya, dan bahasa suku Kerinci masih serumpun atau dekat dengan suku Minangkabau. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika keduanya banyak ditemukan.

Ragam Rumah Adat Jambi dan Maknanya

Rumah Adat Provinsi Jambi

Photo :
  • Tangkapan Layar: YouTube

Rumah adat di Indonesia banyak yang memiliki konsep rumah panggung. Pemilihan konsep ini bukan tanpa sebab dan pertimbangan yang matang. Konsep ini bertujuan agar penghuni rumah aman dari gangguan hewan dan banjir serta sebagai kandang ternak. Hal ini disesuaikan dengan kondisi alam Indonesia yang dulunya banyak dipenuhi hutan.

Di bawah ini merupakan penjelasan mendalam mengenai deretan rumah adat Jambi:

Rumah Adat Kajang Lako

Rumah Adat Provinsi Jambi

Photo :
  • Tangkapan Layar: YouTube

Rumah adat Jambi yang paling terkenal adalah rumah adat Kajang Lako. Rumah adat ini merupakan rumah adat yang didirikan oleh Suku Batin.

Suku ini dikenal memiliki pendirian yang kuat untuk mempertahankan adat istiadat mereka secara turun-menurun dari generasi pendahulu. Bahkan bangunan tua ini sekalipun, masih ada dan dapat dinikmati keindahannya oleh Suku Batin hingga saat ini.

Dahulu ada sekelompok suku Batin kurang lebih 60 tumbi (keluarga) pindah dari tepat asalnya (Koto Rayo). Orang-orang yang termasuk 60 keluarga ini adalah cikal bakal adanya Marga Batin V yang terbagi lima dusun.

Rumah Adat Provinsi Jambi

Photo :
  • Tangkapan Layar: YouTube

Kelima dusun tersebut adalah Dusun Seling, Tanjung Muara Semayo, Dusun Kapuk, Dusun Muara Jernih, dan Dusun Pulau Aro yang berada dalam satu kecamatan yang sama, yakni Kecamatan Tabir, Rantau Panjang, Kabupaten Sarolangun Bangko.

Bentuk dan Atap

Rumah tinggal suku ini Mula Rumah Kajang Lako atau Rumah Lako. Jika dilihat dari samping, bentuk bubungan rumah adat ini menyerupai perahu yang bagian atas melengkung lalu meruncing di bagian kedua ujungnya. Bisa dibilang, atapnya mirip dengan perahu terbalik.

Bubungan biasa disebut dengan “Gajah Mabuk”. Nama tersebut disesuaikan dengan nama orang yang membuat sekaligus mendesainnya. Konon pembuat rumah tersebut sedang dilanda mabuk kepayang oleh cinta kepada seseorang yang telah menghargainya.

Sayang seribu sayang, orang tuanya tidak merestui cinta itu. Orang mengira pembuatnya “mabuk” juga dikarenakan disangka “perahu terbalik”.

Bentuk bubungan tersebut juga sering disebut lipat kajang atau potong jerambah. Atapnya terbuat dari ijuk atau mengkuang yang dianyam satu sama lain kemudian dilipat dua. Berhubung dibuat dari bahan-bahan alami, pembuatan rumah ini memakan waktu yang lama.

Namun, di zaman dewasa ini, penggunaan ijuk sudah sangat jarang sehingga rumah adat yang masih ada pada umumnya beratapkan genting biasa. Jika diperhatikan dari samping, atap rumah ini terlihat berbentuk segitiga. Maksud model ini adalah agar hujan mudah turun, sirkulasi udara yang baik, dan sebagai tempat penyimpanan barang.

Di ujung atap, kamu dapat menemukan Kasau Bentuk. Dengan panjang 60 cm dan lebar yang sama dengan panjang bubungan, Kasau Bentuk ini dibuat dengan tujuan menahan air hujan masuk ke dalam rumah.

Kasau Bentuk ini dipasang di rumah bagian depan dan belakang dengan posisi miring. Dengan desain seperti ini, tampias air hujan pun bisa diminimalisir dengan optimal.

Rumah Tuo

Rumah Tuo Berumur Ratusan Tahun di Jambi

Photo :

Siapa yang mengira bahwa Jambi pernah mengalami krisis identitas diri? Saat itu, Jambi sedang mengalami kegundahan bagaimana menentukan identitas mereka sebagai provinsi. Hingga pada tahun 1970-an, gubernur Jambi menyelenggarakan sayembara Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.

Sayembara tersebut diadakan untuk memastikan rumah adat yang seperti apa yang dapat merepresentasikan adat istiadat dan budaya Jambi. Hal ini berimbas pada gairah masyarakat Jambi untuk memulai gaya hidup baru.

Jika pada kebanyakan daerah rumah adat semakin jarang dengan kehidupan modern, masyarakat Jami justru semakin menikmati euforia tersebut dengan membangun rumah dengan arsitektur adat.

Hal ini dapat kamu buktikan dengan melihat kompleks Kantor Gubernur Jambi di Telanaipura, Kota Jambi. Rumah adat tersebut berada tepat di sebelah kanan bangunan kantor gubernur. Rumah adat tersebut memiliki banyak tiang, berwarna hitam, dan dilengkapi dengan tanduk kambing yang bersilang pada ujung atapnya.

Rumah tersebut merupakan hasil karya seorang arsitek yang menggarap sayembara ini. Rumah itu diadaptasi dari rumah asli yang telah berusia lebih dari 600 tahun. Rumah adat tersebut berada di pemukiman tertua Jambi. Di dalam pemukiman tersebut, terdapat ratusan rumah sejenis.

Untuk rumah yang berusia 600 tahun, kurang lebih ada enam puluh rumah. Sementara rumah lainnya lebih muda. Pemukiman ini berada di Dusun Kampung Baru, Kelurahan Rantau Panjang, Kecamatan Tabu, Kecamatan Merangin, Jambi.

Hingga kini, masyarakat setempat masih menggunakan rumah tersebut sebagai tempat tinggal. Hal ini sangat mengagumkan karena masyarakat di sana sangat menghargai rumah adat yang warisan leluhurnya.

Rumah Tuo memang identik dengan adat Melayu kuno. Di dalam rumah dapat dirasakan adanya hubungan antar manusia dalam sebuah keluarga inti, keluarga besar, dan masyarakat.

Rumah Tuo Berumur Ratusan Tahun di Jambi

Photo :

Kamu juga dapat merasakan adanya layanan kepada nini mamak, hidup berkecukupan dalam keluarga, jaminan perlindungan bagi anak-anak, dan kehidupan sosial bermasyarakat yang harmonis. Di rumah tersebut cara hidup yang beradab dan beretika sangat dijunjung tinggi.

Di antara rumah-rumah tersebut, rumah tertua adalah Rumah Tuo milik Umar Amra. Umar Amra merupakan salah satu bangsawan Melayu Kuno yang melakukan hijrah dari Kuto Rayo, Tabir.

Hebatnya, meski telah berusia 600 tahun, rumah tersebut masih terlihat kokoh. Tiang dan kerangkanya terbuat dari kayu kulim. Menurut penuturan pemiliknya yang sekarang, rumah ini dibangun secara gotong royong oleh 19 keluarga yang ikut merantau dari Kuto Rayo.

Jika satu rumah sudah selesai dibangun, maka 19 keluarga tersebut akan mengerjakan rumah baru lainnya. Begitu seterusnya hingga tuntas dibangun 19 rumah, sesuai dengan jumlah keluarga yang ada.

Para leluhur menyepakati rumah ini dibangun dengan dua puluh tiang pancang. Pada awalnya atap rumah ini terbuat dari daun rumbia, namun kini atapnya diganti dengan seng. Kolong rumah dapat menjadi tempat penyimpanan kayu bakar untuk memasak, kandang hewan ternak, dan melindungi rumah penghuni dari serangan binatang buas.

Nenek moyang mereka sangat cermat. Hingga adab dan etika diatur melalui penataan jendela. Salah satu yang diatur melalui jendela adalah tanggal tamu. Untuk tamu laki-laki yang masih bujang, hanya boleh bertamu sampai batas jendela sisi kanan.

Dengan demikian, ia hanya diperbolehkan duduk maksimal paling dekat dengan pintu masuk. Lebih dari itu tidak diperbolehkan.

Tamu yang diizinkan masuk ke bagian dalam jendela kedua adalah tamu laki-laki bujang yang berasal dari keluarga besar alias memiliki lebih keluarga dengan empunya rumah. Kemudian yang diizinkan hingga ke rumah bagian lebih dalam adalah laki-laki yang telah menikah dan kaum perempuan.