Bayu Anggono dan Sri Hernawati Dikukuhkan sebagai Guru Besar UNEJ

Bayu Anggono dan Sri Hernawati Dikukuhkan sebagai Guru Besar UNEJ
Sumber :
  • antara

VIVA EdukasiUniversitas Jember (UNEJ) mengukuhkan dua guru besar baru, yakni Profesor Bayu Anggono dan Profesor Sri Hernawati dalam upacara prosesi yang dihadiri sejumlah menteri dan pejabat negara di Gedung Auditorium Unej, Jawa Timur, Sabtu (29/10).

Menteri yang hadir adalah Menko Polhukam Mahfud MD dan Menkumham Yasonna Laoly, kemudian dari pejabat negara ada Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, dan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono,

Bayu Anggono dan Sri Hernawati Dikukuhkan sebagai Guru Besar UNEJ

Photo :
  • antara


Selanjutnya, Hakim MK Prof. Arief Hidayat, Hakim Agung Soeharto, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Profesor Bayu Dwi Anggono yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan dari Fakultas Hukum merupakan guru besar Ilmu perundang-undangan termuda di Indonesia, sedangkan Prof. Dr. drg. Sri Hernawati dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Penyakit Mulut dari Fakultas Kedokteran Gigi.

Dalam orasi pengukuhan berjudul "Pembaruan Penataan Peraturan Perundang-Undangan: Suatu Telaah Kelembagaan", Bayu Dwi Anggono menekankan pentingnya Indonesia memiliki lembaga khusus yang bertanggung jawab dalam proses perencanaan, menyusun, mengharmonisasikan hingga mengundangkan semua peraturan perundang-undangan.

Universitas Jember (Unej), jawa Timur

Photo :
  • antara


"Itu mulai dari rancangan undang-undang, rancangan peraturan presiden hingga rancangan peraturan daerah. Adanya lembaga itu diharapkan menghilangkan tumpang tindih aturan," katanya.

Dari data pada laman http://peraturan.go.id hingga 18 Oktober 2022 tercatat ada 49.229 peraturan perundangan di Indonesia, dengan rincian 1.715 Undang-Undang, 4.766 Peraturan Presiden, 17.796 Peraturan Menteri, 4.822 Peraturan Lembaga, dan 17.898 Peraturan Daerah.

"Banyaknya peraturan perundang-undangan itu berpotensi tumpang tindih, inkonsisten, multitafsir dan berakibat disharmoni," kata Bayu Dwi Anggono yang mendapatkan jabatan akademik profesor pada usia 39 tahun.

Bahkan, menurut Pakar Ilmu Perundang-Undangan Prof. Maria Farida Indrati, ada kecenderungan pembentuk undang-undang berlaku boros dan membesar-besarkan persoalan.

Sebenarnya pemerintah bukan tanpa ikhtiar dalam menanggulangi hal itu semisal tampak dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 yang mewajibkan kementerian maupun lembaga yang mengajukan rancangan peraturan perlu mendapatkan persetujuan presiden.

Kemenkumham pun sudah memperketat usulan peraturan perundang-undangan, memperkuat harmonisasi RUU, termasuk pada level permen dan peraturan lembaga, evaluasi pemberlakuan perundang-undangan hingga teknik omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Bayu menganjurkan agar segera dibentuk lembaga yang berada di bawah presiden, seperti yang pernah direncanakan oleh Presiden Joko Widodo berbentuk Lembaga Pusat Legislasi Nasional.

"Lembaga yang bersifat satu pintu sehingga presiden bisa melakukan kontrol untuk menghindari tumpang tindih aturan. Lembaga tersebut bisa berupa kementerian khusus atau lembaga non struktural uang berkedudukan di bawah presiden yang dipimpin oleh kepala setingkat menteri," ujarnya.

Ia mengatakan pilihannya bisa lembaga non struktural seperti The Office Information and Regulatory Affairs di Amerika Serikat, Cabinet Legislation Bureau di Jepang atau The Office of Best Practice Regulation di Australia.

Sementara itu, Korea Selatan lebih memilih membentuk kementerian khusus yakni Ministry of Government Legislation. Harapannya maka regulasi yang tumpang tindih, boros, over regulasi bahkan obesitas regulasi dapat dihindari. (ANTARA)