5 Fakta Tjong A Fie Sang Dermawan Tionghoa yang Biayai Mesjid Di Medan

Tjong A Fie
Sumber :
  • Wikimedia

VIVA Edukasi – Ada seorang tokoh pengusaha terkenal di Kota Medan, Sumatra Utara, yang hidup pada abad ke-19 hingga awal abad 20. Ia bukan asli Indonesia (saat itu Hindia Belanda), tetapi berkat kedermawanannya berhasil diterima oleh masyarakat setempat.

Namanya Tjong A Fie (dikenal juga dengan nama lain Tjong Hung Nam dan Tjong Jiauw Hian), yang berstatus pendatang dari negeri tirai bambu Tiongkok. Ketika usianya masih muda, ia merantau ke Sumatera mengikuti jejak kakaknya Tjong Yong Hian yang terlebih dahulu menuai kesuksesan.

karakteristik orang Tionghoa yang rajin dan ulet dipegang teguh oleh Tjong A Fie. Konon dalam menjalankan bisnisnya, Tjong A Fie selalu mengamalkan tiga hal yakni, jujur, setia dan bersatu. Ia tahu ia adalah pendatang, maka dari itu ia selalau berprinsip "mana langit dijunjung di situlah bumi dipijak".

Sisi paling menonjol dari diri Tjong A Fie ditemukan pandai bergaul dengan semua orang, dari lintas etnis yang berbeda. Ia juga murah tangan sehingga banyak infrastruktur di Kota Medan yang dibangun akibat hasil campur tangan.

Mempekerjakan banyak orang, Tjong A Fie juga tidak lupa membagikan lima persen keuntungannya kepada para pekerjanya. Karena dikenal sebagai filantropis terpandang inilah yang membuat momen pembaringan terakhir Tjong A Fie menyaksikan banyak orang yang datang dari berbagai penjuru daerah.

Ternyata selain hal yang sudah disebutkan terdapat deretan fakta mengenai sosok Tjong A Fie. Viva melansir fakta-fakta tersebut sebagai berikut:

1. Orang Dengan Bekal Komunikasi Berniaga

Berdagang.

Photo :
  • U-Report

Ia memulai usahanya dari bawah dengan bekerja di toko milik kerabat kakanya, Tjong Sui Fo. Karena sudah dibekali ilmu berniaga ketika menjaga toko milik ayahnya, Tjong A Fie tidak menemukan kesulitan.

Ia sanggup melayani pembeli, memegang bagian pembukuan, menagih utang, dan pekerjaan serabutan lain. Tjong Sui Fo selaku pemilik toko juga sering menugaskan Tjong A Fie mengantar barang ke penjara sehingga ia sering mengobrol dengan para narapidana di sana.

Profesinya sebagai penagih utang ditambah mudah bergaul membuat kemampuan berbahasa Melayu Tjong A Fie semakin baik. Imbasnya, ia semakin akrab dengan masyarakat setempat baik oleh orang-orang Melayu, Arab, India, sampai Belanda.

Melihat pengaruhnya yang kuat di masyarakat, Belanda pun menunjuk Tjong A Fie sebagai Kapten Tionghoa dan menempatkannya dari Labuhan Deli ke Medan (Deli Lama).

2. Mendapat Izin Usaha Candu

Pria yang sudah kecanduan narkoba.

Photo :
  • U-Report

Di Medan, Tjong A Fie diterima baik oleh pemimpin Kesultanan Deli, Sultan Makmun Al Rasyid. Hubungan baik dengan sang sultan menjadi awal kisah kesuksesan usaha Tjong A Fie. Oleh sultan, Tjong A Fie diberikan izin/konsesi berdagang candu (opium) di daerah Deli.

Karena politik bisnis yang terjadi saat itu, candu sangat dibutuhkan para pengusaha perkebunan. Para pemilik perkebunan sengaja membuat buruh kebun bergantung pada candu. Jika tidak mendapat candu, para buruh akan kehilangan gairah semangat kerja.

Bisnis candu Tjong A Fie berkembang pesat. Hasil keuntungannya itu kemudian membuatnya mampu beli perkebunan dengan komoditas beragam. Ketika pengusaha lain baru merintis usaha karet, Tjong A Fie sudah meraup untung dari karet yang ia tanam. Dari karet, ia kemudian beralih menanam teh. Perkebun teh Bandar Baroe-nya pun terhampar tidak jauh dari Si Boelan, kebun karet milik Belanda yang ia akuisisi

3. Membangun Infrastruktur

Masjid Agung Medan

Photo :
  • medanwisata

Benny G. Setiono dalam buku berjudul Tionghoa Dalam Pusaran Politik menyebutkan Tjong A Fie sepanjang hidupnya sering melakukan aksi sosial dan senang menolong orang susah yang didera kemiskinan. 

Kota Medan sama seperti kota-kota pesisir umumnya di wilayah Nusantara, yakni menjadi melting pot alias tempat membaurnya beragam macam suku bangsa yang singgah hingga menetap. Di kota inilah Tjong A Fie menjadikannya sasaran "penebusan dosanya".

Ia membangun berbagai infrastruktur untuk kepentingan umum dan membantu orang tanpa membedakan warna kulit, suku, kelas sosial, maupun agama.

Untuk sesama Tionghoa, Tjong A Fie membangun ibadah klenteng, tempat pemakaman di Pulo Brayan, dan mendirikan perkumpulan kematian untuk merawat kuburan. Demi masyarakat setempat ia juga membangun rumah sakit Tjie On Tjie Jan, RS Tionghoa yang melayani pengobatan secara cuma-cuma dengan mengingat umur dan kemiskinan pasien.

Hubungan Tjong A Fie sangat baik antar penganut agama lain. Dengan penganut agama Islam misalnya, ia turut menyumbang sepertiga dari seluruh biaya pembangunan Masjid Raya Medan.

Tjong A Fie juga membiayai seluruh biaya pembangunan Masjid Gang Bengkok di dekat kediamannya di Jalan Kesawan, yang kini menjadi Jalan Jenderal Ahmad Yani.

4. Wafat diantar Banyak Orang

Pemakaman Tjong A Fie

Photo :
  • Arsip ANRI

Pada 4 Februari 1921, Tjong A Fie tutup usia dalam usia 61 tahun karena menderita pendarahan otak (apopleksia). Seluruh masyarakat Kota Medan berduka, banyak orang tumpah ruah di jalan mengantar kepergiannya.

Tidak cuma warga Kota Medan, tetapi ada banyak orang datang dari berbagai penjuru mulau dari wilayah Sumatra Timur, Aceh, Padang, Penang, Malaya, Singapura, hingga yang terjauh dari Pulau Jawa.

Sekitar ribuan orang dari berbagai ras dan suku bangsa menyaksikan prosesi Pemakaman Tjong A Fie yang berlangsung dengan megah sesuai dengan tradisi dan jabatannya.

5. Peninggal Tjong A Fie

Rumah Tjong A Fie

Photo :
  • Tangkapan Layar

Peninggalan usaha Tjong A Fie di sektor perkebunan hingga perbankan sayangnya habis tidak bersisa. Anak-anaknya tidak cakap mengelola usahanya ditambah krisis ekonomi dunia pada dekade 1920-an mengguncang usaha peninggalan sang ayah.

Meskipun begitu, Tjong A Fie masih bisa dikenang lewat berbagai arsitektur di Kota Medan. Selain Masjid Raya Medan, Rumah Tjong A Fie di Jalan Ahmad Yani bisa bebas dikunjungi oleh wisatawan