Pahami 2 Rukun Puasa Ini, dan Hal-hal Yang Membatalkannya
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Rukun puasa perlu diketahui terlebih lagi saat ini umat Muslim sedang menjalankan puasa di bulan Ramadan. Puasa atau shaum adalah sebuah ibadah yang luar biasa. Termasuk dalam rukun Islam yang lima, puasa diwajibkan untuk umat muslim saat Ramadan dan disunathkan di bulan-bulan dan waktu-waktu khusus lainnya.
Untuk menegaskan tentang wajibnya puasa, Allah SWT berfirman dalam Alquran, yakni: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 183). Secara harfiah Puasa Ramadhan merupakan ibadah puasa yang dilakukan sepanjang bulan suci Ramadhan, dengan jumlah sekira 29 hingga 30 hari. Saat menunaikan ibadah puasa, umat Muslim wajib menahan diri dari lapar, dahaga, serta aneka perbuatan yang dapat membatalkan, dari terbit fajar hingga tenggelam matahari. Pada praktiknya juga terdapat rukun hingga syarat sah untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Salah satu amalan yang dapat menolong di hari kiamat tidak lain dan bukan adalah puasa. Diriwayatkan, "Amalan puasa dan membaca Al-Qur’an akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makan dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafaat kepadanya. Dan Al-Qur’an berkata: Aku menahannya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya, maka keduanya pun diizinkan memberi syafa’at.” (.HR. Ahmad).
Keistimewaan berpuasa berikutnya adalah doa yang dikabulkan. Seseorang yang berpuasa dengan tulus dan mengikat nafsu duniawinya sepenuh hati punya peluang doanya tidak ditolak oleh Allah. Diriwayatkan dari jalur Anas bin Malik, Nabi Muhammad saw. bersabda, "Ada tiga doa yang tidak akan ditolak: Doa orang tua, doa orang yang berpuasa, dan doa musafir.” (H.R. Al-Baihaqi).
Rukun Puasa Ramadhan
Mengutip NU Online, terdapat 2 rukun puasa, yakni: niat puasa dan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Niat puasa Ramadhan sejatinya merupakan penegasan dari status fardu dari ibadah ini. Menurut ulama mazhab Syafi’I, tiap orang yang hendak berpuasa disunahkan untuk melafalkan bacaan niat. Sementara dalil yang menjelaskan niat puasa, berasal dari hadits Nabi Muhammad SAW.
“Siapa yang tidak membulatkan niat mengerjakan puasa sebelum waktu hajar, maka ia tidak berpuasa,” (Hadits Shahih riwayat Abu Daud: 2098, al-Tirmidz: 662, dan al-Nasa’i: 2293)
Berikut merupakan bacaan niat puasa Ramadhan yang artinya: “Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadan tahun ini, karena Allah Ta'ala. Rukun puasa yang kedua adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkannya. Hal itu berlaku sejak terbit fajar (subuh) hingga tenggelam matahari (magrib). Secara umum terdapat sejumlah hal yang membatalkan puasa, seperti: makan, minum, berhubungan suami-istri pada siang hari, haid, nifas, keluar mani disengaja, muntah disengaja, serta murtad atau keluar dari Islam.
Syarat Sah Puasa Ramadhan
Menjalankan ibadah puasa Ramadhan juga harus memenuhi syarat sah atau syarat wajibnya. Jika seseorang tidak memenuhi syarat wajib puasa, maka ibadah puasa atau kewajiban puasanya menjadi gugur. Mengacu artikel Syarat Wajib dan Rukun Puasa Ramadhan yang diterbitkan NU Online, setidaknya terdapat 5 syarat wajib puasa Ramadhan.
Pertama, ia harus Muslim atau Muslimah. Syarat pertama seseorang diwajibkan berpuasa Ramadhan adalah harus memiliki iman Islam. Seorang yang bukan Muslim maupun murtad atau sudah keluar dari Islam tidak mempunyai kewajiban berpuasa Ramadhan. Hal itu didasarkan dari salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Imam Muslim.
“Dari Abi Abdurrahman, yaitu Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab r.a, berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Islam didirikan dengan lima hal, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya shalat, dikeluarkannya zakat, dikerjakannya hajji di Baitullah (Ka’bah), dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadhan,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Syarat kedua, sudah mencapai masa pubertas atau baligh. Bagi kaum laki-laki hal itu ditandai dengan keluarnya mani (sperma) dari kemaluan, baik dalam keadaan tidur maupun terjaga. Sedangkan bagi kaum perempuan, hal itu ditandai dengan mestruasi atau datang bulan.
Ketiga, memiliki akal yang sempurna tidak gila. Dalam hal ini gila dikarenakan cacat mental, maupun kehilangan akal lantaran mabuk. Pada dasarnya seorang yang dalam keadaan tidak sadar, baik karena cacat mental ataupun mabuk, tidak berkewajiban menjalankan puasa. Akan tetapi seorang yang sengaja mabuk, akan dikenai kewajiban berpuasa pada lain hari (mengganti pada hari selain Ramadhan atau qadha).
Syarat keempat adalah kuat menjalankan puasa. Hal ini mengacu pada kemampuan fisik seseorang untuk menjalankan puasa. Halangan tersebut bisa datang lantaran situasi perjalanan (musafir), sakit, hamil dan menyusui, maupun berusia renta. Jika berhalangan untuk menjalankan puasa, diwajibkan untuk mengganti pada bulan berikutnya atau membayar fidyah.
Syarat wajib kelima puasa Ramadhan adalah mengetahui awal bulan Ramadhan. Untuk menetapkan awal Ramadhan bisa bersumber dari orang terpercaya atau adil yang telah diambil sumpah. Metode penetapan awal bulan bisa dilakukan dengan cara rukyat (melihat/observasi) maupun hisab (menghitung).
Hal-hal Yang Membatalkan Puasa
Muntah
Selain makan dan minum yang disengaja, menurut Ahmad Sarwat dalam bukunya itu menjelaskan, umumnya para ulama sepakat bahwa muntah yang di luar kesengajaan itu tidak membatalkan puasa. Yang membatalkan puasa adalah muntah yang disengaja. Misalnya seseorang memasukkan jarinya saat berpuasa, sehingga mengakibatkan dirinya muntah, maka hal itu akan membatalkan puasanya. Sedangkan bila karena suatu hal yang tidak bisa dihindari, kemudian muntah, tidak batal puasanya.
Misalnya karena sakit, mual, pusing atau karena naikkendaraan lalu mabuk dan muntah, maka muntahyang seperti itu tidak termasuk kategori yang membatalkan puasa. Dalil atas hal ini adalah beberapa riwayat dari Rasulullah SAW:
”Orang yang muntah tidak perlu mengqadha, tetapi orang yang sengaja muntah wajib mengqadha”. (HR. Abu Daud, Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Berhungan Seksual
Hal lain yang membatalkan puasa adalah jimak atau berhubungan seksual. Para ulama membuat definisi jimak, sebagaimana mereka mendefinisikan zina yang wajib dikenakan hukum hudud. "Masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan."
Itulah batas jimak di mana ketika kemaluan laki-laki masuk ke dalam kemaluan wanita, maka puasa keduanya batal, meski tidak keluar mani. Oleh karenaitu para ulama menyebutkan bahwa percumbuanyang belum sampai ke level persetubuhan belum dikatakan membatalkan puasa, selama tidak keluar mani.
Dasar ketentuan bahwa berjima’ itu membatalkan puasa adalah firman Allah SWT : "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulanpuasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupunadalah pakaian bagi mereka...” (QS. Al-Baqarah :187).
Masuk Ke Dalam Rongga Tubuh
Batasan kedua, dari makan adalah apabila ada makanan atau yang semakna dengan makanan masuk ke dalam rongga tubuh, meski pun tidak lewat mulut. Contohnya adalah proses pemberian ‘makanan’ kepada pasien yang sedang dirawat lewat selang dan jarum infus.
Cairan infus yang berupa glukosa itu memang tidak ditelan lewat mulut, tetapi lewat jarum suntik, sehingga seolah bukan termasuk makan. Namun, karena yang dimasukkan itu tidak lain adalah makanan, maka tetap saja hal itu termasuk ke dalam kategori makan juga. Maka pasien yang mendapatkan makanan lewat selang dan jarum infus, jelas puasanya batal.