Niat Sholat Ghaib untuk Laki-Laki, Perempun hingga Korban Bencana
- Freepik/rawpixel.com
VIVA – Niat sholat ghaib dibacakan saat akan melakukan sholat ghaib yang jenazahnya tidak berada di tempat. Sholat ghaib muncul sebagai syariat saat Raja Najasyi, Ashhamah bin Abjar, sang penguasa negeri Habasyah (sekarang Etiopia) wafat pada Rajab 9 Hijriyah. Diketahui terdapat nilai tersendiri dalam kisah wafatnya Raja Najasyi dalam sejarah dan hukum Islam.
Sholat ghaib tak hanya dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk Raja Najasyi saja, melainkan juga kepada tiga sahabatnya yang lain yakni Mu’awiyah bin Mu’awiyah al-Muzanni yang wafat di Madinah, Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abu Thalib yang mati syahid dalam pertempuran Mu’tah saat melawan kekaisaran Romawi Timur.
Namun, ulama paling sering membicarakan dalil sholat ghaib yang dilakukan Rasulullah SAW kepada raja yang dikaruniai Islam di penghujung usianya. Hal tersebut dikarenakan dalil Rasulullah SAW melakukan sholat ghaib atas Raja Najasyi merupakan hadist shahih dan bahkan telah disepakati oleh Imam al-Bukhari dan Muslim.
Dalil Sholat Ghaib
Mengutip dari NU Online, di antara dalil sholat ghaib tersebut adalah riwayat dari Abu Hurairah ra yang artinya, “Sungguh Nabi SAW memberitakan kabar kematian Raja Najasyi di hari kewafatannya, lalu beliau bersama para sahabatnya keluar ke tempat shalat, membariskan sahabatnya dan bertakbir sebanyak empat kali (shalat Ghaib).” (Alawi Abbas al-Maliki, Hasan Sulaiman an-Nuri, Ibânatul Ahkâm Syarhul Bûlugil Marâm, juz II, halaman 173).
Sementara hadist sholat ghaib Rasulullah SAW untuk sahabatnya Mu’awiyah bin Mu’awiyah al-Muzanni atau al-Laitsi merupakan hadist dha’îf atau lemah sebagaimana yang dikatakan oleh al-Bukhari dan al-Baihaqi. Disebut juga sebagai hadist matruk (yang harus ditinggalkan atau tak layak diikuti) oleh Abu Hatim dan ad-Daruquthni. Hal tersebut karena kelemahan salah seorang perawinya yakni al-Ala’ bin Zaid atau al-Ala’ bin Ziyad. Kemudian hadist sholat ghaib untuk Mu’awiyah bin Mu’awiyah dikatakan oleh Ibnul Qayyim tidak sah untuk dijadikan pegangan karena salah satu perawinya merupakan al-Ala’ bin Zaid.” (Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdillah as-Syaukani, Nailul Authâr, juz IV, halaman 57).
Sementara riwayat sholat ghaib Rasulullah SAW terhadap dua sahabatnya yang mati syahid dalam perang Mu’tah juga tidak bisa dijadikan sebagai pijakan hukum. Hal itu dikarenakan hadistnya dinyatakan sebagai mursâl (putus dari perawi sahabat). Selain itu, Imam al-Waqidi perawinya yang meriwayatkannya dalam kitab al-Maghâzi dinyatakan dha’îf. Seperti yang dikatakan oleh Syekh al-Adhim al-Abdi, “Hadistnya tergolong hadits mursal, sedangkan al-Waqidi adalah perawi yang sangat lemah.” (Syamsul Haqq al-Adhim al-Abdi, Aunul Ma’bûd Syarhu Sunan Abi Dawûd, juz IX, halaman 21).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya satu dalil sajalah yang layak untuk menjadi sumber hukum dalam sholat ghaib yakni hadits tentang Raja Najasyi.
Niat Sholat Ghaib
Hukum sholat ghaib sebenarnya sama saja dengan sholat jenazah yang ada di tempat yakni sebagai fardhu kifayah. Hal itu berarti sholat ghaib cukup untuk menggugurkan kewajiban shalat jenazah, namun dengan catatan secara nyata harus diketahui bahwa ada orang yang telah melakukannya. Sama seperti sholat wajib atau sunnah lainnya, sholat ghaib tentunya juga membutuhkan bacaan niat sholat ghaib. Perlu kamu ketahui bahwa niat sholat ghaib diklasifikasi berdasarkan jenis kelamin, jumlah jenazah dan status mushalli-nya. Apakah menjadi imam, makmum atau melakukan sholat sendiri.
Berikut ini niat sholat ghaib secara lengkap beserta dengan artinya.
Niat Sholat Ghaib untuk Jenazah Laki-laki:
“Ushallî ‘alâ mayyiti (fulân) al-ghâ-ibi arba’a takbîrâtin fardhal kifayâti imâman/ma’mûman lillâhi ta’âlâ.”
Artinya: “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulan (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”
Niat Sholat Ghaib untuk Jenazah Perempuan:
“Ushalli ‘ala mayyitati ‘fulanah’ al-ghaibati arba’a takbiratin fardhal kifayâti imaman/ma’muman lillahi ta’ala.”
Artinya: “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulanah (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”
Niat Sholat Ghaib untuk Jenazah Dua laki-laki/Satu laki-laki dan Satu perempuan/Dua perempuan:
“Ushallî ‘alâ mayyitaini/mayyitataini ‘Fulânin wa Fulânin—Fulân wa Fulânah/Fulanâh wa Fulânah’ al-ghaibaini/al-ghaibataini arba’a takbîrâtin fardhal kifayâti imâman/ma’mûman lillâhi ta’âlâ.”
Artinya: “Saya menyolati dua jenazah ‘Si Fulan dan Si Fulan/Si Fulan dan Si Fulanah/Si Fulanah dan Si Fulanah (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”
Niat Sholat Ghaib untuk korban bencana alam (dalam jumlah banyak):
“Ushallî ‘alâ jamî’i mautâ qaryati kadzâl ghaibînal muslimîna arba’a takbîrâtin fardhal kifayâti imâman/ma’mûman lillâhi ta’âlâ.”
Artinya: “Saya menyalati seluruh umat muslim yang jadi korban di desa ‘...’ (sebutkan nama desanya) yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”
Syarat Sah Sholat Ghaib
1. Jenazah berada di luar daerah dan jauh sehingga tidak bisa dijangkau atau di tempat yang dekat namun sulit dijangkau.
2. Telah mengetahui atau memiliki dugaan yang kuat bahwa jenazah sudah dimandikan. Kalau tidak, maka sholat ghaibnya tidak sah.
Rukun Sholat Ghaib
1. Berniat
2. Berdiri bagi yang mampu dan bagi yang tidak mampu berdiri boleh sholat sesuai dengan kemampuannya.
3. Membaca empat takbir termasuk takbiratul ihram. Apabila lebih dari empat, baik itu disengaja maupun tidak, sholatnya tetap sah.
4. Membaca surat al-Fatihah
5. Membaca shalawat kepada Nabi SAW setelah takbir kedua. Minimal membaca, “Allahummâ shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad.” Shalawat yang paling sempurna adalah membaca shalawat Ibrahimiyah yang dibaca saat tasyahud akhir dalam sholat.
6. Membaca doa untuk jenazah setelah rakaat ketiga. Berikut doa Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik ra:
“Allahummagfir lahû warhamhû wa’fu ‘anhû wa’âfihî wa akrim nuzulahû wa wassi’ madkhalahû waghsilhu bi mâ‘in wa tsaljin wa baradin wa naqqihi minal khathâyâ kamâ yunaqqast tsaubul abyadhu minad danas wa abdilhu dâran khairan min dârihî wa ahlan khairan min ahlihî wa zaujan khairan min zaujihî waqihî fitnatal qabri wa ‘adzâbin nâr.”
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah ia, maafkanlah dan berilah ia keafiatan (nasib ukhrawi yang baik), muliakanlah tempatnya, lapangkanlah jalurnya, basuhlah ia dengan air surgawi yang sejuk nan segar, bersihkanlah ia dari noda-noda kesalahan laiknya baju putih yang kembali mengkilap setelah dibersihkan dari kotoran dan noda, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih indah, keluarga dan pasangan yang lebih baik, lindungilah ia dari fitnah kubur dan siksa neraka.”
7. Membaca salam setelah takbir keempat. Setelah takbir dan sebelum salam, disunnahkan membaca doa seperti berikut:
“Allâhumma lâ tahrimnâ ajrohû walâ taftinnâ ba’dahû wagfir lana walahû.”
Artinya: “Ya Allah, janganlah engkau jadikan kami penghalang pahalanya, dan janganlah biarkan kami dalam ajang fitnah, umpatan atau buah bibir setelah ini semua, dan ampunilah kami dan dia.”
Itulah penjelasan secara lengkap tentang sholat ghaib mulai dari dalilnya, niat sholat ghaib, syarat sah sholat ghaib hingga rukun sholat ghaib. Semoga tulisan ini dapat membantu bagi kamu yang mungkin belum mengetahuinya atau sedang ingin mempelajarinya.