Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Diharapkan Jadi Pemersatu Bangsa
VIVA – Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia diharapkan menjadi energi yang mampu mempersatukan bangsa, di tengah keterbelahan masyarakat akibat residu politik elektoral yang masih tersisa sampai saat ini.
Isu tersebut dibahas dalam dialog interaktif bertema ”Merajut Kebhinekaan di Hari Sumpah Pemuda” yang diselenggarakan oleh PPI Dunia pada 31 Oktober 2021 secara daring.
Koordinator PPI Dunia Faruq Ibnu Haqi menjelaskan bahwa acara itu merupakan yang pertama kali mempertemukan aktivis mahasiswa Indonesia di luar negeri dengan aktivis mahasiswa yang bergerak di dalam negeri.
“Hal ini mirip dengan apa yang dahulu pernah terjadi, saat itu Hatta dan kawan-kawan yang sedang kuliah di Belanda dan negara lainnya, mengupayakan persatuan dengan aktivis pergerakan pemuda dan pelajar dalam negeri, dan lahirlah sumpah pemuda,” kata Faruq dalam keterangan tertulis KBRI Canberra, Selasa.
Acara yang menghadirkan pimpinan organisasi ekstra kampus yang tergabung dalam kelompok Cipayung (HMI, GMNI, GMKI, PMII) itu diikuti oleh mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di berbagai negara dan dibuka oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Canberra Mukhamad Najib.
Dalam sambutan pembukaannya, Najib menyampaikan bahwa tema yang diangkat dalam diskusi tersebut sangat relevan dengan permasalahan bangsa saat ini.
“Merajut kebhinekaan dalam bingkai persatuan harus dilakukan oleh seluruh anak bangsa. Tema kebhinekaan tak henti-hentinya kita bicarakan, karena memang sampai saat ini kita masih menghadapi tantangan untuk menjaga dan merawat persatuan di tengah keragaman yang kita miliki,” kata Najib.
Menurut Najib, toleransi dan saling menghormati perbedaan adalah salah satu dasar untuk membangun dan menjaga persatuan.
“Terkadang kita semangat mempromosikan perbedaan, tapi lupa bahwa perbedaan itu hanya akan menjadi kekuatan kalau diikat dengan persatuan. Para pendiri bangsa tidak sekadar menyadari kebhinekaan, tetapi melihat perbedaan sebagai sumber kekuatan, karenanya perbedaan itu diikat dengan persatuan, sehingga menjadi Bhineka Tunggal Ika,” tutur dia.
Dalam acara yang dimoderatori oleh Choirul Anam, mahasiswa asal Indramayu yang sedang kuliah di Ceko, Najib berharap agar organisasi pelajar dan kemahasiswaan, baik di Indonesia maupun di luar negeri, dapat menjadi laboratorium untuk melatih sikap toleran, saling menghormati perbedaan, dan memupuk persatuan.
“Di organisasi ini kita perlu belajar bagaimana perbedaan pendapat dikelola, setiap orang menghargai ide dan gagasan yang berbeda, dan mencari titik temu bersama yang saling menguatkan,” tutur dia.
Selama ini, Najib menjelaskan, banyak situasi yang masih perlu diperbaiki di mana perbedaan pendapat di kalangan ormas melahirkan ormas baru, demikian pula di kalangan partai politik melahirkan partai baru.
Hal ini menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam mengelola perbedaan di kalangan mereka sendiri.
“Jika sesama anggota organisasi saja gagal untuk saling menghargai, tidak mampu bertoleransi dengan ide dan gagasan yang berbeda, lalu bagaimana mereka mampu bertoleransi dengan keragaman bangsa ini yang begitu kompleks,” ungkap Najib.
Menurut Najib, persoalan keragaman dan toleransi seharusnya sudah selesai bagi mahasiswa yang belajar di luar negeri.
“Bagi pelajar dan mahasiswa Indonesia di luar negeri, tentu sudah lebih banyak belajar keragaman di negara tempat belajarnya masing-masing, dan tentunya sudah terbiasa dengan perbedaan dan toleransi,” tutur Najib.
Ia juga berpesan agar proses pembelajaran kehidupan di berbagai negara yang beragam bisa memotivasi untuk menjaga dan merawat persatuan demi kemajuan bangsa ke depan.
Untuk membangun dan membawa Indonesia pada kemajuan, maka persatuan menjadi syarat penting.
“Tidak ada kemajuan yang bisa dicapai dari negara yang penuh dengan konflik, oleh karena itu mahasiswa dan para pemuda harus menjadi pemersatu bangsa, agar keragaman bisa menjadi rahmat bagi kemajuan Indonesia, dan saya yakin dengan berpegang pada Pancasila sebagai dasar kita bisa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Najib. (ant)