2015, Dari Balon Internet sampai Larangan Ojek Online
- ww.google.com
VIVA.co.id - Banyak inovasi dan kabar dunia teknologi yang muncul sepanjang 2015. Misalnya, di beberapa kota besar, sepanjang tahun ini mulai marak dengan kehadiran layanan berbasis aplikasi.
Munculnya layanan Uber, Grabbike, Gojek dan lainnya mewarnai perjalanan 2015 dalam bidang teknologi. Meski kemunculan layanan tersebut membantu memberikan solusi transportasi, namun kehadirannya tak semulus yang dibayangkan. Banyak suara yang menolak dan mencoba menghentikan layanan kategori baru tersebut.
Maka tak heran, masyarakat menentang keluarnya larangan operasi layanan berbasis aplikasi yang dirilis Kemenhub jelang akhir 2015.
Selain munculnya layanan aplikasi tersebut, industri dan pasar internet di Tanah Air terus menjadi incaran perusahaan teknologi besar dunia. Misalnya Google, yang mana pada Oktober tahun lalu menjalin kesepakatan kerja sama dengan tiga operator besar untuk menguji coba inovasi Project Loon atau balon internet di Indonesia.
Selain dua hal tersebut, rilis frekuensi 4G LTE tahap kedua pada tahun ini juga menjadi semacam kado bagi industri telekomunikas di Tanah Air. Rilis ini dianggap menjadi pintu masuk untuk mematangkan industri telekomunikasi di Indonesia.
Tahun ini juga ditandai dengan lamanya nasib revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sampai akhir tahun, revisi UU ITE ini belum bisa dibahas oleh parlemen. Bahkan muncul kabar naskah revisi UU ITE hilang.
Berikut beberapa catatan teknologi yang menarik perhatian publik sepanjang 2015.
1. Jalan panjang revisi UU ITE
UU ITE telah menjadi perhatian lama bagi pegiat internet dan kebebasan berekspresi di Tanah Air.
Komitmen pemerintah sudah ditunjukkaan dengan dukungan dari Menkominfo Rudiantara pada awal tahun ini. Dia menyatakan akan komitmen mengawal revisi UU tersebut.
Rudiantara sepakat pasal pencemaran nama baik pada Pasal 27 ayat 3 harus direvisi.
Namun komitmen itu sampai kini belum mulus dibahas di parlemen. sampai akhir masa sidang pada 2015 pada 17 Desember lalu, revisi UU ITE ini belum bisa dibahas. Bahkan parahnya meski sudah masuk Prolegnas 2015, nyatanya belum bis dibahas.
Perjalanan revisi UU ITE juga ditandai dengan 'hilangnya' naskah revisi. Naskah sempat tidak jelas posisinya sampai Desember 2015.
Belakangan, jelang akhir Desember 2015, Rudiantara menegaskan pembahasan revisi tersebut akan dilakukan pada kuartal pertama 2016. Sebab naskah revisi sudah di tangan DPR.
Pokok revisi tersebut meliputi hukuman pidana yang mulai enam tahun diusulkan menjadi empat tahun. Sehingga dalam kasus yang dijerat dengan pasal 27 itu, nantinya pelaku tida akan langsung ditahan seperti yang terjadi selama ini. Kasus ini nantinya juga menjadi delik aduan.
Revisi tersebut dianggap penting, sebab jerat 'pasal karet' pada Pasal 27 ayat 3 terus melahirkan korban.
Catatan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), sejak dibentuk UU ITE pada 2008, per November saja sudah ada 118 korban yang terjerat, yang mana 90 persen berasal dari kasus pencemaran nama baik.
2. Peluncuran 4G LTE
Bagi penikmat internet, momentum ini sudah dinanti-nanti. Pemerintah pada pertengahan November 2015 telah merilis resmi 4G LTE pada frekuensi 1800 MHz untuk mendukung koneksi internet dan data yang lebih cepat dari sebelumnya.
Bicara penggunaan frekuensi 4G LTE sebenarnya sudah dilakukan sejak pada frekuensi 900 MHz yang mulai resmi komersilkam layanan sejak Oktober tahun lalu. Namun para operator memang mengincar komersialisasi 4G LTE pada frekeunsi 1800 MHz, alasannya frekuensi ini paling seksi.
Sebab soal kecepatan akses, pada frekuensi 900 MHz masih kalah dengan 3G karena lebar pita pada frekuensi 900 MHz hanya 5 MHz. Sementara di 1800 MHz lebar pitanya mencapai 75 MHz, yang mana kecepatan akses internet bisa menembus 100 Mbps. Dari sisi teknis, sudah terlihat bagaimana manfaat 4G LTE tahap kedua tersebut.
Pada rilis 4G LTE tahap kedua ini, Telkomsel, XL, Indosat Ooredoo, dan Hutchinson 3 (Tri) bersaing memberikan layanan 4G mereka.
Setelah merampungkan 4G LTE tersebut, Kominfo sampai 2019 nanti bakal fokus pada efisiensi dan pita lebar (broadband).
Untuk efisiensi, Kominfo terus melakukan percepatan, baik dari segi koneksi internet berbasis fiber optik (fixed) maupun yang tanpa kabel (wireless).
3. Balon internet Google
Kerja sama Google dengan tiga operator di Tanah Air, yaitu Indosat Ooredoo, Telkomsel da XL Axiata untuk menguji coba Project Loon atau balon internet mendapat perhatian.
Balon yang disebut juga 'BTS terbang' itu bakal diuji coba di Indonesia pada 2016, untuk memberikan akses internet di wilayah terpencil di Tanah Air. Uji coba ini akan menggunakan alokasi frekuensi 900 MHz yang dimiliki tiga operator tersebut.
Jika kerja sama itu disambut positif para operator, tapi pegiat telkologi Tanah Air menyatakan kecewa dengan kerja sama tersebut. Sebabnya, selama ini Indonesia sedang gencar dan bekerja keras membangun akses pita lebar (broadband) melalui proyek kabel optik. Di saat proyek ini dibangun dengan menguras biaya yang sangat besar, pemerintah malah dengan gampangnya membuat perjanjian kerja sama dengan Google.
4. Ojek online dilarang
Pertengahan Desember, dunia teknologi dihebohkan dengan rilis Kementerian Perhubungan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat dari Kementerian Perhubungan, Djoko Sasono, mengatakan pelarangan itu karena operasi layanan transportasi tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan serta peraturan perundang-undangan turunannya.
Surat larangan yang ditandangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dikeluarkan pada 9 November, tapi baru diumumkan ke publik pada Kamis 17 Desember 2015. Sontak larangan ojek online itu cepat menuai polemik di masyarakat, yang sudah mulai tergantung dengan layanan tersebut.
Tapi sehari setelah pengumuman larangan layanan transportasi berbasis aplikasi itu, Kemenhub mencabut larangan tersebut setelah mendapat kritikan dari Presiden Joko Widodo.
Kemenhub kemudian menyatakan layanan ojek online tetap bisa beroperasi sambil menunggu sistem transportasi yang matang.
5. Registrasi kartu pra bayar
Mulai Selasa, 15 Desember 2015, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menertibkan sistem registrasi kartu SIM bagi pelanggan baru, baik untuk pascabayar maupun prabayar. Penertiban ini merupakan penerapan dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 23/M.Kominfo/10/2005 tentang Registrasi terhadap Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
Semangat registrasi baru ini yaitu menertibkan jumlah kartu prabayar yang beredar. Data kominfo menunjukkan, total kartu yang beredar ada 370 juta, tapi hanya 200 jutaan kartu yang aktif. Dalam resgitrasi ini berbeda dengan mekanisme sebelumnya.
Bedanya, kali ini pelanggan tidak bisa mendaftarkan sendiri melainkan harus didaftarkan oleh para retail yang ditunjuk oleh operator secara resmi, yakni Retail Outlet Identity (ROID).