NASA Ajak Perempuan Indonesia Eksplorasi Luar Angkasa
- AKIpress News Agency
VIVA – Berawal dari kecintaannya sama mata pelajaran matematika dan sains, ia jatuh hati pada dunia kedirgantaraan. Padahal industri ini didominasi oleh pria, dan perempuan ini membuktikan kalau dirinya mampu bersaing. Adalah Camille Wardrop Alleyne, seorang ilmuwan luar angkasa serta insinyur kedirgantaraan di Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
"Saya sangat suka matematika dan sains. Nilai saya sangat bagus di dua mata pelajaran itu. Ini sangat penting karena dalam lingkungan pendidikan bersama, perempuan sering tidak didorong hanya laki-laki saja yang mengerjakan matematika dan sains," kata Alleyne, dalam webinar Festival Sains Antariksa (FSA) yang digelar Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN), Sabtu, 9 Oktober 2021.
Kecintaannya pada pesawat membawanya menimba ilmu di jurusan teknik kedirgantaraan, Universitas Howard. Ketika terjadi tragedi pada 1986 di mana Space Shuttle Challenger meledak setelah beberapa detik lepas landas justru membuat dirinya semakin yakin kalau masa depannya ada di eksplorasi ruang angkasa.
Benar saja. Alleyne bekerja di NASA dan memulai karirnya pada sistem pengujian Space Shuttle. Saat ini, perempuan berusia 54 tahun tersebut menjabat sebagai deputy manager Low Earth Orbit (LEO), misi keberlanjutan komersialisasi ruang angkasa di masa depan.
Ia juga orang Afrika-Amerika pertama yang memimpin sebuah program besar di NASA. "Saya pernah menjadi teknisi di beberapa program NASA hingga menjadi pemimpin teknisi yang berkutat dalam misi luar angkasa," jelasnya.
Oleh karena itu, Alleyne mengajak generasi muda Indonesia untuk ikut serta dalam penelitian luar angkasa. Ia juga menyampaikan bahwa saat itu sudah ada banyak negara yang ikut ambil bagian dalam penelitian luar angkasa.
Bahkan, pada Februari lalu menjadi perayaan ke-20 tahun Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station/ISS), yang merupakan wadah dari banyak negara, antara lain AS, Kanada, Rusia, Jepang, dan negara-negara Eropa untuk berkolaborasi bersama melakukan penelitian luar angkasa.
Sejak 2 November 2000, lebih dari 200 orang ikut bergabung dan berasal dari 17 negara berbeda dan telah melibatkan ilmuwan di seluruh dunia. Ada sekitar empat ribu lebih ilmuwan dengan tiga ribu lebih eksperimen yang sudah dilakukan dan berasal dari 107 lebih negara, tidak terkecuali Indonesia.
Tidak heran, jika ISS saat ini sudah menjadi laboratorium kelas dunia. Melihat fakta ini, Alleyne mengajak seluruh generasi muda Indonesia yang memiliki ketertarikan dalam dunia antariksa untuk ikut bersama ambil bagian.
"Penelitian luar angkasa juga membantu menyumbangkan informasi terkait kegiatan luar angkasa melalui edukasi masyarakat di seluruh dunia. Untuk itu, saya berharap semakin banyak generasi muda, tidak terkecuali perempuan Indonesia, untuk menjadi ilmuwan dan semakin mempelajari luar angkasa," tegas dia.
Menurutnya, meneliti luar angkasa adalah hal yang perlu dilakukan, bukan hanya untuk membangun pesawat luar angkasa dan mengirimkan para astronot, melainkan juga untuk mengetahui manfaat yang bisa didapatkan oleh dunia dari perjalanan ke luar angkasa tersebut.
“Ada sesuatu yang berbeda di lingkungan luar angkasa, yang kita sebut ‘microgravity’, di mana kita tidak bisa melihat reaksi itu di Bumi, tetapi hanya bisa dilihat di luar angkasa. Kita bisa mempelajari hal-hal luar biasa lainnya tentang perbedaan ini, yang semua itu dipengaruhi oleh gaya gravitasi,” tutur Alleyne.