Mengenal Otak Sehat, Jangan Salah Kaprah
- Pixabay
VIVA – Perdebatan menjelang pilpres makin panas, terutama di media sosial. Masing-masing kubu saling serang dengan berbagai dalih menguliti calon lawan. Tiap hari nyinyir dilakukan, bahkan dibarengi dengan berbagai berita hoax.
Di tengah arus pertarungan dua kubu tersebut, muncul gerakan untuk menggunakan akal sehat sebagai landasan mendukung pasangan capres dan cawapres. Dengan berbasis akal sehat, dinilai dukungan yang muncul tidak membabi-buta. Bicara akal berarti bicara otak. Kedua hal ini berbeda. Ibaratnya, akal adalah software sedangkan otak adalah hardware.
Pakar otak asal Indonesia, Taruna Ikrar menjelaskan, otak sehat seseorang diukur dengan setidaknya dengan menggunakan tujuh paramater yakni kondisi anatomi makro dan mikro, fungsi fisiologi, neurodinamis dari neutrotransmiter, ada/tidaknya kondisi patologis, tingkah-laku, ekspresi psikologis, dan genetik.
Dari paramater pertama, anatomi makro otak manusia terdiri dari otak kanan dan otak kiri (hemisphere), batang otak (brain stem), otak kecil (cerebellum). Selanjutnya di belakang batang otak terhubung dengan sumsum tukang belakang (spinal cord), yang berkaitan dengan sistem saraf pusat dan perifer.
Sedangkan anatomi mikro otak manusia yakni melibatkan koneksi antara sel saraf satu dengan sel saraf lainnya atau disebut sinapsis.
Taruna menuturkan, anatomi mikro otak manusia sangat rumit. Dari segi struktur, otak tersusun kurang lebih 187 miliar sel-sel saraf.
"Jadi, karena satu sel itu punya 10 ribu sinapsis, maka jumlah sinapsis kita diperkirakan lebih 1000 triliun. Koneksi sinapsis itulah yang menentukan persepsi kita tentang berbagai hal dalam kehidupan, bahkan menentukan apakah seseorang memiliki otak sehat atau tidak sehat," jelasnya kepada VIVA, Kamis 24 Januari 2019.
Guru Besar di Pacific Health Sciences University, California, Amerika Serikat itu menuturkan, meski anatomi dan struktur otak sinapsis otak sama, namun kualitas otak antara satu orang dengan yang lainnya tak persis sama.
"Tergantung genetik dan perkembangan otaknya," katanya.
Taruna mengatakan, dalam pendekatan ilmu neurosains, otak yang sehat ukurannya menggunakan aspek fisiologis, terutama dalam struktur makro dan mikro anatomi otak. Jika struktur fisik otak tidak normal, berarti juga otak tersebut tidak sehat.
Wujud struktur otak yang tak normal, dapat dilihat dengan menggunakan tujuh parameter di atas.
Dia menyontohkan, kondisi otak tidak sehat pada orang yang menderita autis, orang lumpuh, atau mengalami gangguan schizophrenia. Kondisi orang tersebut secara kedokteran otaknya dalam kondisi patologis.
"Sehingga otak sehat juga dapat dilihat dari kelakuan seseorang dalam interaksi sehari-hari. Otak tak sehat ini bisa juga disebabkan adanya kelainan genetik," tuturnya.
Menurutnya, pintar atau tidak pintar seseorang berkaitan dengan kondisi IQ seseorang.
IQ seseorang bisa dilatih dan diasah melalui proses interaksi di dalam otak. Karena kemampuan intelektual merupakan pengembangan keterampilan berpikir, sehingga masuk dalam bagian soft skill. Dia menyontohkan, misalnya kemampuan keterampilan mengendarai sepeda, yang mana orang tersebut yang sebelumnya belum pernah bisa naik sepeda. Dengan latihan, lama kelamaan bisa naik sepeda dengan baik. Demikian pula, kemampuan berbahasa dan seterusnya.
Dia mengatakan, secara nyata selama belajar mengendarai dan melalui proses latihan, ada interaksi di dalam otak atau proses pembentukan sinaptis, sebagai substansi memori.