Kesedihan Ifan Seventeen Pacu Riset Tsunami Selat Sunda

Vokalis band Seventeen, Riefian Fajarsyah alias Ifan (kanan) berdoa di makam istrinya Dylan Sahara seusai pemakaman di Tempat Pemakaman Umum Tamanarum, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Selasa, 25 Desember 2018.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Siswowidodo

VIVA – Tsunami Selat Sunda pekan lalu menyisakan kesedihan bagi para korban dan sanak keluarga mereka. Termasuk bagi vokalis band Seventeen, Riefian Fajarsyah atau beken dengan nama Ifan Seventeen. Kondisi Ifan Seventeen justru dinilai bisa menggugah ahli untuk lebih mendalami Tsunami Selat Sunda.

Ifan Seventeen kehilangan istrinya, Dylan Shara dan tiga kawan personel Seventeen yakni Muhammad Awal Purbani atau Bani yang berposisi bassist, Herman Sikumbang atau Herman yang berposisi sebagai gitaris, Windu Andi Darmawan atau Andi yang berposisi sebagai drummer serta Oki Wijaya sebagai Road Manajer Seventeen. 

Dalam sebuah wawancara, Ifan Seventeen meminta badan terkait untuk mendalami bagaimana dan apa penyebab tsunami Selat Sunda. Sebab, dia sedikit mengeluhkan kenapa awalnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengidentifikasi gelombang tinggi bukan tsunami, lantaran tidak ada pemicu aktivitas tektonik.

Namun belakangan, BMKG meralat dan mengidentifikasi gelombang tinggi yang sebelumnya adalah tsunami. Tsunami dipicu oleh longsoran sebagian tubuh Gunung Anak Krakatau. 

Tergugah dengan kesedihan Ifan Seventeen, peneliti makin tergugah untuk mendalami aktivitas Anak Krakatau dan Tsunami Selat Sunda. 

"Mudah-mudahan imbauan Ifan Seventeen untuk segera mencari tahu apa yang terjadi ini juga memacu para ahli segera meneliti setelah aktivitas Gunung Anak Krakatau ini mereda," tulis pakar geologi Rovicky Putrohari dalam Dongeng Geologi dikutip Senin 31 Desember 2018. 

Dia mengatakan, keluhan dan imbauan Ifan Seventeen bisa diambil hikmahnya. Protes sang vokalis menurutnya bisa dipahami sebab Tsunami Selat Sunda bukan sebatas soal fenomena alam tapi sudah menyangkut nyawa manusia. 

Rovicky yang merupakan mantan Ketua Umum Iklana Ahli Geologi Indonesia itu menuturkan, peneliti belajar banyak dari tsunami pekan lalu itu. Sebab selama ini biang tsunami yang dideteksi umumnya adalah aktivitas tektonik. Alat peringatan dini yang dimiliki BMKG masih berbasis deteksi gempa. 

Peringatan dini tsunami akibat gempa di Palu berbeda dengan tsunami akibat longsoran gunung api di laut. Selain itu, kata Rovicky, konsekuensi longsoran akibat hujan yang terjadi di daratan beda dengan longsoran yang terjadi di laut. 

Dia berharap aktivitas Gunung Anak Krakatau segera normal dan dengan demikian peneliti bisa bergerak lebih maju untuk meneliti sebab Tsunami Selat Sunda. 

"Mudah-mudahan aktivitas Gunung Anak Krakatau ini segera reda, dan penelitian-penelitian ilmiah dapat dilaksanakan. Bukan untuk mencari siapa yang salah, tetapi untuk mencari jawaban apa yang sebenarnya terjadi. Sehingga kerugian serta kesedihan ini juga memiliki arti yang bermanfaat buat kita yang selamat," tulisnya. 

Sebelumnya, Ifan Seventeen dalam wawancara dengan tvOne menyesalkan perubahan informasi soal tsunami dari BMKG. 

"BMKG itu kan badan yang dibangun untuk memperingati masyarakat terhadap tanda-tanda adanya bencana, kan begitu? Kalau informasinya sudah dikeluarkan setelah ada bencana, nah ini kan berarti useless. Tapi kalau informasinya ternyata dikeluarkan setelah bencana pun salah, aku juga ga ngerti lagi mau ngomong apa. Maksudku gini, apa yang kusampaikan ini seenggak-enggaknya berguna untuk masyarakat Indonesia. Jadi aku nggak pengen juga saudara-saudaraku yang lain mengalami apa yang kurasain sekarang," ujar Ifan Seventeen.