Teka-teki Gunung Anak Krakatau Bisa Sembuhkan Lukanya Sendiri

Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu, 23 Desember 2018
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat

VIVA – Dinding barat Gunung Anak Krakatau yang longsor, telah menyebabkan tsunami di sejumlah kabupaten di Pandeglang, Banten dan Lampung Selatan pada Sabtu, 22 Desember lalu.

Pakar geologi, Rovicky Putrohadi, menulis analisa kondisi terkini di sekitar lokasi Gunung Krakatau berdasarkan citra satelit.

Dalam keterangan tertulis, Jumat 28 Desember 2018, Rovicky menyebutkan bahwa runtuhnya dinding anak Krakatau terus terjadi dan terekam citra satelit pada 24 Desember 2018. Dari situ, terlihat sudah menelan hampir separuh luas permukaan dari pulau Anak Krakatau.

Namun citra terbaru yang terekam pada 27 Desember memperlihatkan bahwa adanya daratan miring (landaian) dari Gunung Anak Krakatau.

Seolah-olah gunung ini memperbaiki sendiri luka-luka akibat longsoran sebelumnya. Menurut keterangan, penemuan itu menghasilkan dua kemungkinan:

Pertama, interpretasi citra satelitnya kurang tepat, karena citra yang tertutup oleh hembusan abu dan uap air (steam).

Dari kajian tsunami yang terbentuk, memang membutuhkan volume tertentu sehingga cukup untuk mendorong air supaya terbentuk tsunami. Sehingga sangat wajar bila ada cukup besar volume yang ambrol.

Kedua, pertumbuhan dan penambahan material yang sangat besar sehingga Gunung Anak Krakatau mampu secara cepat mengobati 'luka' hasil longsoran.

Perubahan yang sangat cepat ini menjadikan sebuah pemahaman bagaimana tsunami terbentuk, termasuk apa yang menjadi pemicu utamanya.

Dengan memahami pemicu tsunami, kita akan mampu membuat EWS (Early Warning System), yang sesuai dengan penyebab terbentuknya.

Jika longsor hanya dengan getaran kecil mampu membuat longsor yang menimbulkan tsunami, maka potensi longsoran perlu dimonitor secara detail.

Begitu pula apabila letusan besar menyebabkan longsoran, maka perlu memonitor magma, perilaku magma, dan juga geomagma, tipe, kimiawinya, tren perubahannya, dan sebagainya.

Dengan demikian, dikatakan bahwa memahami bagaimana terbentuknya tsunami menjadi sangat penting. (dhi)