Gojek Dimodali Asing Lagi, 'Salahnya' Orang RI Tak Berduit
- REUTERS/Beawiharta
VIVA – Penyedia layanan berbagi tumpangan atau ride sharing, Gojek menerima suntikan investasi senilai Rp16,2 triliun dari investor asing.
Suntikan dana tersebut berasal dari Google, BUMN investasi Singapura Temasek Holding, platform daring China Meituan-Dianping, firma ekuitas privat global KKR&Co LP (KKR) dan Warburg Pincus LLC.
Investasi itu menambah ‘darah’ asing dalam tubuh Gojek. Pada tahun lalu saja, Gojek mendapat suntikan dana investasi Rp1,32 triliun dari platform e-commerce China, JD.com.
Rival terbesar Alibaba ini sebelumnya dikabarkan telah menggelontorkan dana melalui induk perusahaannya, Tencent Holdings Ltd, sebesar US$150 juta atau hampir Rp2 triliun ke Gojek pada Juli 2017.
Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Samuel Abrijani Pangerapan, berpendapat investasi ke startup Indonesia itu tidak ada urusan dengan dikotomi asing atau non asing. Dia menekankan, investasi itu bicara bagaimana dana dikelola dan dimanfaatkan untuk menggerakkan bisnis.
"Kalau saya, uang (investasi) itu tidak ada warga negara, enggak ada agama. Kapan saja di mana saja boleh masuk masuk. Bagaimana investasi itu bisa dimanfaatkan lebih baik," kata pejabat yang akrab disapa Sammy itu di Gedung Perpustakaan Nasional, Jumat 19 Januari 2018.
Menurutnya, Gojek beberapa kali diguyur investasi asing, karena memang investor luar negeri memang melihat startup asli Indonesia itu memang membutuhkan pendanaan. Sementara investor di Indonesia, menurutnya, belum melihat tertarik dengan potensi yang ada pada Gojek. Faktanya, kata dia, yang investasi ke Gojek selama ini cenderung dari luar negeri.
"Kenapa enggak ada (dari dalam negeri) yang investasi (ke Gojek), karena enggak ada yang punya duit. Buktinya kalau ada (yang punya duit) ya, enggak ada orang Indonesia yang investasi," jelasnya.
Belum Paham
Soal minimnya investor dalam negeri yang menyuntikkan dananya ke Gojek, menurut Sammy, karena mereka belum begitu memahami potensi dalam ekonomi digital.
"Yang punya duit orang Indonesia belum ngerti startup itu apa sih, tapi yang di sana (luar) itu melihat wah itu butuh uang tuh," ujar mantan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) itu.
Dia menuturkan, selama ini Kominfo tidak tinggal diam menggalang dukungan ke investor lokal untuk menanamkan investasinya pada startup lokal. Namun nyatanya, belum begitu menggembirakan. Kebanyakan startup di Indonesia malah jadi rebutan investor asing. Mengingat kondisi itu, Sammy menuturkan, bijaknya tidak bisa mempersoalkan investasi Gojek harus dari lokal.
"Karena kita jangan seperti itu, enggak bisa juga, orang punya bisnis sedang berkembang kok," tuturnya. (ren)