OJK Blak-blakan Masalah yang Dihadapi Fintech
- Raden Jihad Akbar / VIVA.co.id
VIVA.co.id – Perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi keuangan (financial technology/fintech) sedang menjamur di Indonesia.
Inovasi di industri layanan keuangan ini menjadi pembahasan hangat dalam seminar IDByte 2017 yang bertajuk 'The Future of Money: Potential Economic Consequences of Digital Cash' di @america Pacific Place, Jakarta, Rabu 27 September 2017.
Director of International Affairs Otoritas Jasa Keuangan, Triyono Gani, mengatakan, meski dinilai potensial menjadi penggerak ekonomi digital, faktanya fintech masih memiliki sejumlah permasalahan.
"Masalahnya adalah lanskap dari masing-masing startup penyedia solusi fintech yang berbeda-beda. Variasi semacam ini harus dicermati lebih lanjut. Karena itu kami sebagai regulator harus menata ulang," ujar Triyono.
Ia menyarankan agar fintech harus dibina agar konsepnya semakin matang dan bisa memenuhi ketentuan yang ditetapkan OJK. Menurutnya, fintech harus berkoordinasi dengan pihak regulator.
Sebab, model bisnis yang dimiliki bisa saja berubah seiring dengan agresifnya lanskap fintech di Indonesia.
"Contoh saja Gojek. Enam tahun lalu hanya penyedia transportasi online. Sekarang sudah berubah. Ada layanan antar makanan, kurir, bahkan sistem pembayarannya nontunai (cashless)," tutur Triyono.
Kondisi ini, lanjut Triyono, juga berlaku sama dengan fintech. "Jadi saat ia berdiri menyediakan solusi cashless, jangan tiba-tiba berubah lagi menyediakan peer to peer lending. Semua harus didiskusikan, jangan duduk sendiri-sendiri," ungkap dia.
Untuk itu, Triyono menawarkan solusi di mana OJK bisa bertindak sebagai mediator yang dapat memperkenalkan fintech ke lembaga pemerintah dan regulator lainnya agar bisa duduk bersama dan menciptakan sandbox regulator.