Hadapi Cuaca Ekstrem dengan 'Quartz Technology'

Jakarta – Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mencatat bahwa 2023 menjadi tahun dengan penuh rekor temperatur. Rekor tersebut di antaranya adalah sepanjang Juni-Agustus menjadi 3 bulan terpanas sepanjang sejarah serta gelombang panas (heatwave) terjadi di banyak tempat secara bersamaan.

Dampak perubahan iklim juga sudah sangat terasa di Indonesia. Namun, banyak dari masyarakat Indonesia yang tidak memahami dan mengerti bahwa cuaca ekstrem yang kerap terjadi, kejadian iklim maupun kenaikan suhu udara merupakan dampak perubahan iklim.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, secara keseluruhan, 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0.8 derajat Celsius relatif terhadap periode klimatologi 1981 hingga 2020.

Tahun 2020 menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 derajat Celsius, dengan di 2019 berada pada peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 derajat Celsius.

BMKG juga melaporkan cuaca ekstrem terjadi di beberapa wilayah di Indonesia pada Rabu hari ini, 25 Oktober 2023. Cuaca ekstrem berpotensi terjadi di 23 wilayah dengan rincian 8 wilayah berpotensi terjadi hujan disertai kilat dan angin kencang, serta 15 wilayah berpotensi terjadi hujan lebat, kilat, dan disertai angin kencang.

Indonesia kerap kali dihadapkan pada terik Matahari saat musim kemarau dan lembab ketika musim hujan. Akibat paparan cuaca ekstrem maka seringkali lapisan cat tembok eksterior pudar, terkelupas, berkapur, serta berjamur.