Praktisi Beberkan Potensi Social Commerce di Indonesia
- Freepik/rawpixel.com
Jakarta – Di era digital saat ini, kehadiran social commerce di Indonesia telah menjadi topik perbincangan yang hangat. Bagi sebagian pihak, inovasi ini disambut dengan antusiasme, dianggap lebih memberikan keuntungan daripada ancaman.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa social commerce dapat menjadi langkah menuju monopoli yang merugikan pesaing.
Salah satu aspek penting dari social commerce adalah kemampuannya untuk menghubungkan penjual dengan konsumen yang tepat melalui platform yang menyatukan media sosial dan e-commerce.
Praktisi pemasaran dan behavioral science, Ignatius Untung, menggambarkan ini sebagai upaya untuk menciptakan pengalaman belanja yang seamless dan praktis.
“Konsumen juga mendapatkan manfaat besar dari social commerce, karena mereka dapat menerima rekomendasi produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka di satu platform, tanpa perlu berganti aplikasi,” ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip VIVA Tekno Selasa 12 September 2023.
Selain itu, kehadiran social commerce memiliki potensi besar untuk mendukung perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di dalam negeri.
Melalui platform ini, penjual, termasuk UMKM dengan karakteristik khusus, dapat mengembangkan bisnis mereka dan mendapatkan trafik penjualan melalui konten yang unik. Ini membuka peluang bisnis yang lebih besar bagi mereka.
Meskipun ada dukungan kuat terhadap social commerce, ada juga suara-suara yang berbicara tentang risiko monopoli. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menganggap bahwa penggabungan media sosial dan dagang-elektronik (dagang-el) di satu platform dapat menciptakan monopoli yang merugikan pesaing.
Namun, Ignatius berpendapat bahwa monopoli hanya terjadi jika platform tersebut benar-benar memonopoli layanan pembayaran atau logistik, yang tidak terjadi pada platform social commerce saat ini.
Sementara wacana pelarangan muncul sebagai tanggapan terhadap tudingan monopoli, mantan Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia itu menekankan pentingnya pelarangan yang didasarkan pada hukum yang jelas.
“Restriksi yang tidak didasarkan pada hukum dan aturan yang jelas, bertolak belakang dengan prinsip perdagangan yang berkeadilan dan hal ini bisa membuat investor kabur dan enggan berinvestasi di
Indonesia,” tuturnya.