Masyarakat Indonesia Ketagihan Belanja Online, Benarkah?

Ilustrasi layanan gudang e-Commerce.
Sumber :
  • Dokumentasi Jubelio.

VIVA Tekno – Hampir tiga tahun memasuki masa pandemi Covid-19, konsumen digital Indonesia terus mengandalkan beragam kanal atau omnichannel untuk tetap dapat menikmati belanja online dan berkunjung ke toko-toko di pusat perbelanjaan.

Menurut laporan tahunan SYNC Asia Tenggara Meta dan Bain & Company, lebih dari 80 persen konsumen Indonesia menjalani proses pra dan pasca-pembelian mereka di saluran online, sementara kanal offline masih dianggap sangat penting pada saat tahap pembelian.

Dalam konteks Indonesia, prospek belanja online secara keseluruhan menunjukkan tren yang positif, hal ini sebagian besar juga didorong oleh pertumbuhan stabil populasi konsumen digital Indonesia yang merupakan yang tertinggi di antara Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam dengan 168 juta konsumen.

Terlebih lagi, populasi konsumen digital di Asia Tenggara masih terus bertumbuh dan diperkirakan akan mencapai 370 juta orang pada akhir tahun ini, yang angka tersebut diproyeksikan juga akan terus meningkat menjadi 402 juta orang pada 2027.

"Dengan profil demografis jangka panjang yang menguntungkan, dan karena Asia Tenggara memimpin dalam adopsi teknologi masa depan, bisnis yang fokus untuk tetap berada di jalur yang tepat di wilayah ini, membangun strategi kanal yang terintegrasi dan kapabilitas yang diperlukan," kata Edy Widjaja, Partner di Bain & Company, melalui keterangan resminya, Jumat, 9 September 2022.

Selain itu, Indonesia juga terdepan di kurva regional dalam hal adopsi teknologi baru. Meskipun masih dalam tahap awal, metaverse merupakan babak baru dari inovasi teknologi. Indonesia merupakan salah satu di antaranya. 

Survei ini menunjukkan, metaverse mendapatkan daya tarik di mana sekitar 72 persen responden Indonesia telah menggunakan teknologi tersebut dalam satu tahun terakhir.

Variasi dalam jenis teknologi terkait metaverse yang digunakan di negara ini termasuk cryptocurrency, augmented reality, dunia virtual, yang kemudian diikuti oleh NFT dan VR.

Selain itu, studi ini juga menemukan bahwa Asia Tenggara menunjukkan penetrasi e-wallet, mata uang kripto dan non-fungible tokens (NFT) yang lebih tinggi dibandingkan pasar lain seperti China, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang.