Kuncie Melihat Peluang Cuan
- Pixabay
VIVA – Perusahaan rintisan berbasis teknologi pendidikan (startup edutech) Kuncie melakukan riset kepada lebih dari 350 profesional di Indonesia. Hasilnya menyebutkan bahwa lebih dari 73 persen menganggap gelar pendidikan (termasuk sertifikasi, sarjana/S1, dan master/S2) penting.
Dari persentase tersebut, 80 persen di antaranya tertarik untuk melanjutkan studi untuk mendapatkan gelar S2. Sementara jurusan business management (MBA) menjadi topik favorit yang mencapai 25 persen responden, diikuti digital skills, entrepreneurship, dan leadership.
Kepala Eksekutif Kuncie Mario Nicolas mengaku sudah melakukan riset untuk memvalidasi kebutuhan pasar profesional yang ingin belajar di tingkat lanjut (advanced) di lembaga/institusi pendidikan kredibel dengan periode waktu singkat dan biaya lebih terjangkau.
"Rata-rata biaya sekolah bisnis dan manajemen di Indonesia berkisar Rp28-45 juta per semester atau setara Rp200 juta hingga lulus," kata dia, dalam konferensi pers virtual, Selasa, 19 Juli 2022.
Menjawab tantangan bisnis di era revolusi industri 4.0 yang mengacu pada perkembangan digitalisasi, bagi yang mengaku tertarik mengambil gelar MBA, ada program Mini yang digelar secara online, di mana dalam periode 1-12 minggu akan mendapat sertifikasi non-gelar dari universitas ternama di Indonesia.
Langkah ini dilakukan Kuncie bersama Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB). “Program Mini MBA ini jadi salah satu bentuk apresiasi sekaligus sarana untuk memperkenalkan Kuncie kepada profesional dan eksekutif di Indonesia dalam meraih pembelajaran dan layanan edukasi berbasis online bermutu,” klaim Mario.
Ada empat kurikulum model yang disiapkan antara lain Leadership, Strategy, Customer, dan Business Performance. Kurikulum ini dipilih lantaran riset internal Kuncie menunjukkan sebanyak 24,7 persen responden memilih bisnis dan manajemen sebagai topik belajar favorit, diikuti 20,5 persen digital skill dan 16,4 persen entreprenuership.
Direktur Eksekutif SBM ITB Donald C Lantu menilai pandemi COVID-19 membawa dampak signifikan terhadap bisnis. Digitalisasi dan perubahan perilaku konsumen di Indonesia mendorong banyak perusahaan untuk mencari berbagai model bisnis baru.
"Di samping itu juga perusahaan menyadari pentingnya pembekalan keterampilan bagi karyawan agar dapat bersaing. Kami harap kinerja SDM dapat meningkat sehingga mereka tidak cuma buat produk saja, tapi menciptakan sesuai kebutuhan pasar," jelas dia.