Eks Bos GoFood dan Pendiri Fintech Lokal Sebut Indonesia Unik

Fintech.
Sumber :
  • Erpinnews

VIVA – Teknologi keuangan atau fintech diprediksi memiliki peran besar terhadap percepatan pemulihan ekonomi nasional. Bahkan, Presiden Joko Widodo menyatakan harapannya jika keberadaan fintech akan mendorong Indonesia menjadi negara ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada 2030.

Berdasarkan riset CEIC, Indonesia menjadi negara kedua terbesar di Asia Tenggara dengan perputaran uang kartal dan giral sebesar US$1,5 triliun di 2020. Posisi puncak ada Singapura yang memiliki perputaran uang sebesar US$2,3 triliun pada tahun yang sama.

Perputaran uang ini dilakukan dengan berbagai bentuk transaksi, antara lain bank tradisional, uang tunai, pemerintah, fintech, e-money, serta bank digital.

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, maraknya fintech saat ini akan mengakibatkan masifnya transaksi nontunai. Ketika transaksi nontunai semakin umum bagi kalangan masyarakat, maka akan muncul bisnis-bisnis baru di industri ini.

"Semakin cashless maka akan terjadi efisiensi dan terus muncul bisnis-bisnis digital," kata dia, saat diskusi virtual ‘Peran Fintech Dorong Ekonomi Digital Indonesia' yang digelar Forum Wartawan Teknologi (Forwat), Kamis, 11 November 2021.

Hal ini, lanjut Bhima, akan menciptkaan tenaga kerja yang lebih besar lagi sehingga mendorong perekonomian Indonesia. Salah satu pemain di industri fintech adalah OY! Indonesia.

Pendiri dan CEO aplikasi OY! Indonesia, Jesayas Ferdinandus

Photo :
  • VIVA.co.id/Mitra Angelia

Perusahaan rintisan atau startup yang terbentuk sejak 2017 ini menyebut layanannya sebagai money movement yang memfasilitasi semua proses keuangan.

Mulai dari kebutuhan sehari-hari individu hingga bisnis di antara beberapa institusi, seperti bank komersial, bank digital, P2P Lending, dan e-money. Menariknya, OY! Indonesia merupakan startup fintech yang memadukan sistem online dengan offline.

“Indonesia itu unik. Salah satu negara yang perputaran uangnya sangat besar tapi lewat beragam media. Ada yang digital dan ada pula cash (tunai). Kami melayani transaksi keduanya. Boleh dibilang, kami adalah aggregator dari sumber keuangan,” kata Pendiri dan Kepala Eksekutif OY! Indonesia, Jesayas Ferdinandus.

Ia melanjutkan, ada alasan mengapa membantu menghadirkan layanan transaksi tunai. Berdasarkan data internal OY! Indonesia, sebanyak 85 persen transaksi di Indonesia masih tunai. Meski banyak UMKM yang mencoba menjual barang secara online, faktanya, masih banyak di antara mereka yang bertransaksi langsung atau cash.

Startup fintech OY! Indonesia.

Photo :
  • OY! Indonesia

“UMKM itu, meski mencoba jualan online tapi transaksinya masih banyak yang cash. Karena itu, kami tidak hanya memberikan layanan untuk sistem online saja,” ungkap pria yang pernah berkarir di Gojek dengan jabatan terakhir vice president Go-Food, berkelakar.

Bila dilihat dari produk dan layanan yang ditawarkan OY! Indonesia, mereka mampu membantu mengelola transaksi yang terjadi dalam sebuah bisnis. Mulai dari hulu sampai dengan hilir. Mulai dari payroll, pengiriman uang, pembayaran invoice, uang masuk, cash management (digital money movement).

Bahkan, OY! Indonesia memiliki cash in transit di 10 kota di Indonesia, serta penyediaan mesin ATM (offline money movement). "Pengelolaan transaksi bisnis, baik offline maupun online, secara tidak langsung akan membuat mereka lebih fokus kepada pengembangan bisnis tanpa harus memikirkan proses transaksi yang rumit," jelas Bhima.