Grab Saring 10 Startup untuk Bantu Petani Indonesia
- VIVA/Misrohatun Hasanah
VIVA – Grab mengumumkan program akselerasi startup Grab Ventures Velocity (GVV) Angkatan Ke-2. Dalam program itu, pesaing Gojek ini menyaring 150 perusahaan rintisan di Asia Tenggara, dan terpilih 10 startup yang akan mengikuti program.
Presiden Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata dalam sambutannya mengatakan, sebagai everyday super app terkemuka di Asia Tenggara, Grab ingin menciptakan teknologi untuk kebaikan melalui GVV. Perusahaan ingin mendorong akselerasi jutaan perusahaan rintisan dan pengusaha mikro untuk membangun Asia Tenggara yang lebih kuat.
"Grab tujuh tahun lalu merupakan perusahaan kecil sebelum menjadi seperti sekarang ini. Kami ingin kembali berkontribusi dan membagikan apa yang telah kami pelajari untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa," ujarnya di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Senin malam, 17 Juni 2019.
Program kedua ini juga bermitra dengan Sinar Mas Land. Startup terpilih ini akan menjalani pemusatan pelatihan di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang. GVV kali ini memiliki tema 'Memberdayakan Pengusaha Mikro di Asia Tenggara'.
Tema ini sengaja diambil karena merupakan komitmen Grab kepada pemerintah untuk mengambil peran utama dalam mengembangkan ekosistem agritech, tidak hanya di Indonesia namun juga di Asia Tenggara.
"Masuk ke area ini memiliki potensi yang besar karena ada 35 juta masyarakat yang yang hidupnya dari agrikultur (pertanian). Kita putuskan mengarah ke sana juga karena adanya data dari Badan Pusat Statistik. Tentunya akan membantu ekonomi Indonesia menjadi lebih baik," katanya.
Adapun sepuluh perusahaan yang terpilih ialah MyCash Online asal Malaysia, Treedots dan GLife asal Singapura. Sedangkan, tujuh perusahaan sisanya berasal dari Indonesia, seperti Eragano, PergiUmroh, Porter, Sayurbox, Tanihub, Tamasia dan Qoala.
Ke-10 startup ini diklaim akan memiliki pengaruh terhadap 30 ribu petani, yang nilainya ditaksir mencapai US$110 juta. Nilainya akan meningkat tajam apabila bisa memengaruhi seluruh petani lokal, bisa mencapai US$136 triliun. (dhi)