Terganjal di Filipina, Gojek 'Pedekate' ke Malaysia

Lobi kantor Gojek.
Sumber :
  • Dokumen Gojek

VIVA – Aplikasi transportasi online, Gojek, dikabarkan berupaya untuk masuk ke pasar Malaysia, setelah terganjal aturan di Filipina. Sebelumnya, calon startup decacorn Indonesia ini sudah mengaspal di Vietnam, Thailand, dan Singapura.

Meski tidak blak-blakan, Co-founder Gojek, Kevin Aluwi, tidak menampik bila pesaing Grab itu sedang menjajaki untuk memperluas layanan ke Malaysia. Walaupun pada tahun lalu, kehadirannya ditolak oleh negeri Serumpun Indonesia tersebut.

Penolakan dilakukan karena saat itu transportasi roda dua dinilai berbahaya. Pemerintah Malaysia mengutip fakta tingginya angka kecelakaan melibatkan kendaraan roda dua di Malaysia.

Kendati demikian, Aluwi tidak putus akal. Ia mengaku bahwa tidak menutup kemungkinan Gojek hadir lewat jenis layanan selain transportasi roda dua mengingat Gojek memiliki cukup banyak layanan.

"Kami pikir cara ini cukup masuk akal. Contohnya saja Singapura, di mana di negara itu tidak diperbolehkan ada layanan roda dua. Kami melihat ada persamaan untuk di Malaysia," ungkapnya seperti dikutip dari The Star, Rabu, 30 Januari 2019. Dengan begitu, Aluwi mengaku kini sedang fokus untuk secepatnya masuk pasar Filipina.

"Saat ini kami sedang melakukan pembicaraan dengan pemerintah Filipina. Kami berharap bisa segera berbisnis. Filipina adalah pasar yang penting dan kami terus mencari solusi agar Gojek bisa hadir," kata dia.

Gojek, lewat anak perusahaan bernama Velox Technology Philippines Inc., ditolak oleh Land Transportation Franchising and Regulatory Board, regulator transportasi Filipina, karena anak usahanya itu perusahaan asing. Sementara, di beberapa industri, pemerintah Filipina membatasi kepemilikan asing hingga 40 persen.

Gojek juga mengklaim aplikasi mereka sudah diunduh oleh sekitar 125 juta orang, satu juta pengemudi, serta 300 ribu mitra pedagang makanan dan minuman di Indonesia.

Mereka juga mengaku memproses 100 juta transaksi per bulan dengan total aliran dana mencapai US$12,5 miliar atau sekitar Rp173,7 triliun di tahun lalu.

Berdasarkan laporan Google-Temasek, layanan transportasi berbagi tumpangan atau ride hailing di Asia Tenggara diperkirakan bakal melonjak hingga US$30 miliar pada 2025, dari US$7,7 miliar di 2018. (ann)