Virtual Reality Popular, Action Kamera Semakin Dicari

Ilustrasi action camera.
Sumber :
  • REUTERS/Ina Fassbender

VIVA.co.id – Teknologi Virtual dan augmented reality (AR/VR) menyedot perhatian masyarakat sejak diperkenalkan kembali pada 2009. 

Sejak 2015, kemampuan menonton video 360 derajat menggunakan VR headset dianggap mengubah pola pandang masyarakat. Contohnya, Facebook 360 sangat popular dengan pengalaman virtual reality pada peluncuran film Star Wars: Rogue One.

Menurut GfK, seiring berkembangnya teknologi kamera VR 360 derajat, publik mulai menggandrungi action kamera sebagai kebutuhan menonton film 3D. Di Asia Tenggara, permintaan akan action camera 360 derajat naik tajam dalam satu tahun terakhir, dengan kontribusi pasar terbesar dari Singapura dan Malaysia. 

Direktur Regional Digital Marketing Intelligence dari GfK, Karthik Venkatakrishnan mengatakan, sistem pelacakan Point of Sales (POS) perusahaannya menunjukkan adanya peningkatan volume penjualan action camera 360 derajat di wilayah Asia Tenggara.

"Contohnya di Singapura, jumlah pembelanjaan konsumen untuk tipe kamera ini tercatat meningkat delapan kali lipat dalam setahun. Dengan semakin populernya virtual reality, action camera diperkirakan akan semakin dicari masyarakat di Asia Tenggara," ungkapnya di Jakarta, 12 Juni 2017.

Sampai kini, perkembangan paling menarik di VR/AR adalah gaming. Namun, VR/AR juga sudah membentuk industri ritel dan terbukti efektif dalam menarik loyalitas konsumen, terutama bagi “connected consumer” atau konsumen terhubung yang ahli dengan teknologi, terdidik dan mencari pengalaman berbelanja yang positif.

Dalam studi terkini GfK mengenai connected consumer, 50 persen dari populasi online global berada di Asia. Asia Tenggara adalah salah satu wilayah kegiatan mobile interaktif di dunia. Karthik mencontohkan Amazon. Platform e-commmerce tersebut, katanya, kini tengah membangun toko meubel augmented reality dan membawa pengalaman 'mencoba sebelum membeli' ke tingkat yang baru.

Riset menggunakan toko virtual juga dilakukan. Cara ini dinilai dapat membantu toko fisik dalam memperoleh wawasan mengenai proses belanja pembeli, tentunya tanpa harus mengubah bentuk toko maupun produk. Dengan VR/AR, konsep toko dapat diuji coba dengan meniru pengalaman berbelanja in-store (dalam toko fisik) konsumen untuk lebih mengerti perilaku pasif dalam berbelanja. (mus)