Chip Masih Langka, PS5 Sulit Didapat
- bbc
Industri teknologi sedang berada di titik krisis. Dewasa ini, jutaan produk seperti mobil, mesin cuci, smartphone atau ponsel pintar, mengandalkan chip komputer, yang juga dikenal sebagai semikonduktor.
Dan saat ini, jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi permintaan industri. Akibatnya, banyak produk populer mengalami kelangkaan. Saat ini sulit sekali untuk membeli konsol game PlayStation 5 (PS5).
Toyota, Ford, dan Volvo harus memperlambat atau menghentikan sementara produksi di pabriknya masing-masing. Produsen smartphone juga merasakan kesulitan, dengan peringatan Apple bahwa kelangkaan tersebut dapat berdampak pada penjualan iPhone.
Bahkan, perusahaan yang biasanya tidak dikaitkan dengan chip komputer, terkena dampaknya, misalnya CSSI International, perusahaan AS yang memproduksi mesin pembersih bulu anjing.
Chip komputer menjalankan berbagai fungsi dalam produk modern, dan seringkali ada lebih dari satu dalam satu perangkat.
Beberapa konsumen telah menyadari masalah ini. Penjualan mobil bekas sedang naik, misalnya, karena suplai mobil baru, yang biasanya dilengkapi ribuan chip, kini berkurang.
Dalam beberapa bulan mendatang, dan khususnya selama Natal, ada kemungkinan akan lebih banyak lagi produk yang mengalami kekurangan. Jadi, mengapa ini terjadi?
Situasi ini telah berkembang selama bertahun-tahun, tidak hanya berbulan-bulan. Koray Köse, analis di perusahaan teknologi informasi AS Gartner, mengatakan bahwa industri chip sudah menghadapi banyak tekanan sebelum pandemi COVID-19.
Di antaranya kemunculan 5G, yang meningkatkan permintaan, dan keputusan AS untuk mencegah penjualan semikonduktor dan teknologi lainnya ke Huawei. Para produsen chip di luar AS pun segera kebanjiran pesanan dari perusahaan China itu.
Kompleksitas manufaktur lainnya juga menghambat pasokan komponen tertentu. Misalnya, ada dua pendekatan utama untuk produksi chip saat ini yang menggunakan wafer 200mm atau 300mm.
Angka-angka ini mengacu pada diameter wafer silikon berbentuk lingkaran yang dipotong-potong menjadi banyak chip kecil. Wafer yang lebih besar harganya lebih mahal dan sering digunakan untuk perangkat yang lebih canggih.
Tetapi ada lonjakan permintaan untuk chip yang lebih murah, yang tertanam dalam berbagai produk konsumen yang semakin beragam; ini berarti teknologi 200mm yang lebih tua menjadi lebih banyak dicari.
Situs berita industri Semiconductor Engineering menyoroti risiko kekurangan chip, sebagian karena kurangnya peralatan manufaktur 200mm, pada Februari 2020.
Seiring pandemi COVID-19 berlangsung, pertanda awal naik-turunnya permintaan menyebabkan penimbunan dan pemesanan chip di muka oleh beberapa perusahaan teknologi, yang membuat perusahaan-perusahaan lain kesulitan untuk mendapatkan komponen.
Orang-orang yang bekerja dari rumah membutuhkan laptop, tablet, dan webcam untuk membantu pekerjaan mereka, dan pabrik-pabrik chip tutup selama lockdown.
Kadang-kadang konsumen kesulitan untuk membeli perangkat yang mereka inginkan, meskipun produsen sejauh ini masih mampu memenuhi permintaan pada akhirnya.
Bagaimana pun, Köse mengatakan bahwa pandemi COVID-19 bukanlah satu-satunya penyebab kelangkaan chip. “Itu mungkin hanya tetes terakhir dalam air satu ember,” jelasnya.
Baru-baru ini, nasib buruk memperburuk masalah. Badai musim dingin di Texas membuat pabrik semikonduktor harus tutup, dan kebakaran pabrik di Jepang menyebabkan penundaan serupa.
Masalah logistik memperparah situasi. Oliver Chapman, kepala eksekutif OCI, mitra rantai pasokan global, mengatakan bahwa selama bertahun-tahun biaya pengiriman bukan masalah besar bagi banyak perusahaan teknologi karena produk mereka relatif kecil, dan pemasok dapat memuat banyak barang dalam satu kontainer 40ft.
Namun biaya pengiriman kontainer di seluruh dunia telah membengkak karena lonjakan permintaan yang tiba-tiba selama pandemi. Ini dibarengi dengan kenaikan biaya angkutan udara dan kekurangan pengemudi truk di Eropa.
Ongkos pengiriman satu kontainer 40ft dari Asia ke Eropa saat ini mencapai US$17 ribu (Rp245 juta), kata George Griffiths, editor pasar kontainer global di S&P Global Platts.
Itu peningkatan lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan tahun lalu, ketika biayanya sekitar US$1.500 (Rp21 juta).
Para produsen chip menanggapi permintaan yang berkesinambungan dengan meningkatkan kapasitas tetapi itu perlu waktu, kata Köse, paling tidak karena pembangunan pabrik semikonduktor membutuhkan biaya miliaran dolar.
"Itu tidak akan selesai pada Natal ini dan saya ragu masalah ini akan selesai pada Black Friday berikutnya [bulan November 2022]," ujarnya.
Para bos di perusahaan raksasa teknologi tampaknya sangat menyadari hal ini. Kepala eksekutif Intel dan IBM baru-baru ini mengatakan bahwa kekurangan chip dapat berlangsung selama dua tahun.
Seda Memik, profesor teknik kelistrikan dan komputer, dan ilmu komputer, di Universitas Northwestern, sepakat: "Ini akan makan waktu beberapa tahun untuk mencapai ... keseimbangan yang lebih baik."
Ia juga mengatakan bahwa laju permintaan chip telah meningkat begitu pesat sehingga kelangkaan ini, pada satu titik, "tak terelakkan".
Pembangunan pabrik chip baru sulit dilakukan dengan cepat. "Ini sangat mahal dan membutuhkan tenaga kerja yang terlatih,” papar dia.
Ini potensi hambatan bagi mereka yang menganjurkan re-shoring – relokasi pembuatan chip ke lebih banyak negara, termasuk di Barat, untuk mengurangi tekanan pada rantai pasokan global.
Chapman tidak yakin bahwa pasar untuk chip dapat diperebutkan dengan mudah. Ia berpendapat bahwa para produsen chip yang berbasis di Asia, seperti di Taiwan, China dan Korea Selatan, sudah berlomba untuk memenuhi permintaan, dan kemungkinan akan terus mendominasi di masa depan.
Köse mengatakan bahwa konsumen tidak akan menyadari kenaikan harga atau kelangkaan produk teknologi pada hari raya Natal tahun ini.
Gawai tertentu yang sedang banyak dicari, seperti konsol video gim, bisa menjadi sulit didapat, dengan pelanggan harus menunggu beberapa bulan untuk mendapatkan barang yang mereka inginkan. Namun ia tidak memperkirakan penundaan yang tak berkesudahan.
Intinya adalah pandemi COVID-19 mempercepat situasi yang sudah genting bagi para produsen chip — kita berada di tengah ledakan teknologi, pasokan tidak dapat mengikuti — dan itu tidak akan bisa diselesaikan dalam semalam.