Podcast Bisa untuk Lawan KDRT
Kaum perempuan di Iran kerap dihinggapi ketakutan jika berbicara tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), namun kini ada sarana siniar atau podcast untuk menyuarakan dan melawan ketakutan tersebut.
Suara Maryam (bukan nama sebenarnya) bergetar ketika dia menceritakan apa yang terjadi ketika sang suami memukulnya di depan orang banyak.
"Reaksi orang-orang seperti biasa saja melihat seorang pria memukuli istrinya. Tidak ada aturan hukum, tidak ada rumah perlindungan, dan bahkan polisi tidak bisa berbuat banyak. Beberapa keluarga juga bertingkah layaknya orang-orang modern dan mengatakan, `Oh, ini masalah pribadi`."
- Sepak bola: Perempuan Iran bisa menonton langsung di stadion untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun
- Potret perempuan Iran, sebelum dan sesudah Revolusi Islam 1979
- Dilarang masuk stadion, fotografer perempuan Iran meliput dari atap rumah orang
Kisah Maryam ini jarang terdengar di negaranya di Iran, namun sejak ada podcast baru ini, lebih banyak perempuan yang berani untuk berbagi pengalaman mereka tentang kekerasan dalam rumah tangga.
Mereka termotivasi oleh Maryam untuk menggunakan media sebagai platform untuk mendobrak keheningan mereka, menantang tabu masyarakat tradisional.
"Menjadi Scheherazade," kata Maryam kepada teman-teman perempuannya - Scheherazade adalah Ratu Persia yang berbakat mengisahkan berbagai cerita untuk menunda hukuman mati terhadapnya, salah satu tokoh protagonis dalamkisahThe Thousand and One Nightsatau Kisah 1001 Malam.
Namun kisah-kisah hanya cerita rakyat, dan berakar dalam masyarakat yang sebagian besar mendorong kaum perempuan untuk tetap bungkam.
`Masalah keluarga`
Maryam, 34 tahun, bertemu dengan suaminya di perguruan tinggi tempat dia kuliah psikologi anak. Ia menentang orang tuanya di Teheran untuk menikah dengan pria yang dia cintai, yang dia anggap sebagai pemikir liberal dan pembela hak-hak pekerja.
Namun hanya beberapa hari setelah pernikahannya dilangsungkan, dia menyadari ada sesuatu yang salah. Dalam podcast dia menjelaskan tidak meminta bantuan orangtuanya karena soal "harga diri dan enggan untuk mengakui kekalahan."
Ia mengalami penganiayaan fisik dan mental sepanjang pernikahannya dan, yang membuat keadaan semakin buruk adalah orang-orang dibuat untuk percaya bahwa itu adalah kesalahannya sendiri.
Akhirnya, seperti banyak perempuan di Iran, Maryam pun terbiasa hidup dengan pepatah yang sudah lazim, "Seorang perempuan memasuki rumah seorang pria dengan gaun pengantin putih dan hanya pergi dengan kain putih."
Maryam mengatakan norma-norma sosial yang diterima secara luas inilah yang membuatnya tetap bertahan dalam pernikahan meski mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Orang-orang Iran secara tradisional adalah orang-orang yang sangat tertutup begitupun dengan masalah keluarga mereka masing-masing. Karena itu, kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi endemik dan perempuan dianjurkan untuk tetap setia dan bersabar.
Maryam akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pernikahannya setelah dia dirawat di rumah sakit akibat terus dipukuli. Dalam keadaan setengah sadar, tidak bisa bergerak karena luka-lukanya, dia berkata dia bertanya pada dirinya sendiri,"Mengapa saya di sini dan mengapa ini terjadi pada saya?"
Beberapa minggu kemudian, setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit, dia langsung mengajukan gugatan cerai. Beruntung kedua orangtuanya mendukung keputusannya - namun tidak semua korban KDRT ini bernasib mujur.
Di setiap podcast, Maryam ditemani para perempuan lainnya yang berbagi pengalaman tentang kekerasan yang mereka alami dari kerabat pria dalam keluarganya.
Aturan hukum baru?
Selain kisah-kisah pribadi, podcast ini juga membahas masalah kurangnya perlindungan sistemik bagi perempuan yang menderita kekerasan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga.
Satu-satunya statistik resmi di Iran tentang masalah ini sudah pernah dilakukan 16 tahun yang lalu, yang menemukan bahwa dua pertiga perempuan Iran pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga sebanyak satu kali.
Kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London, Amnesty International mengatakan dalam sebuah laporan tahun 2013 tentang Iran bahwa perempuan di negara itu "menghadapi diskriminasi dalam hukum dan praktik terkait dengan pernikahan dan perceraian, warisan, hak asuh anak, kewarganegaraan dan perjalanan ke luar negeri".
Pembunuhan tragis terhadap seorang gadis remaja oleh ayahnya dalam apa yang disebut "pembunuhan demi kehormatan" telah mendorong Presiden Iran Hassan Rouhani untuk melakukan peninjauan RUU tentang perlindungan perempuan dari kekerasan.
Ini, hampir satu dekade setelah RUU dirancang.
Undang-undang - yang masih harus disetujui oleh parlemen yang sebagian besar konservatif sebelum menjadi aturan hukum - menawarkan potensi perubahan terbesar pada hak-hak perempuan sejak Revolusi Iran 1979.
Peraturan ini menetapkan kekerasan fisik terhadap perempuan sebagai kejahatan dan, untuk pertama kalinya, juga menjatuhkan hukuman atas pelecehan di depan umum dan di media sosial.
Lima tahun sejak pernikahannya berakhir, Maryam mengatakan dia tidak pernah merasa lebih bahagia. Selain membuat podcast, dia juga mengadakan sesi konseling untuk korban pelecehan, yang kebanyakan adalah perempuan.
Ia berharap dengan memberi orang kebebasan untuk berbicara akan membantu mereka mengakhiri budaya kerahasiaan yang, dia keluhkan, "hanya akan membuat pelaku kekerasan semakin berani."