Raksasa Live Streaming China Ambil Alih Bigo Live

Bigo Live.
Sumber :
  • Instagram/@bigoliveapp

VIVA – Perusahaan live streaming asal China, YY, resmi membeli seluruh saham penyedia layanan streaming dan siaran langsung asal Singapura, Bigo Live. Nilai akuisisi tersebut mencapai US$1,45 miliar atau Rp20,5 triliun.

Mengutip situs TechCrunch, Rabu, 6 Maret 2019, YY bukanlah nama baru di dunia live streaming. Perusahaan ini merupakan salah satu investor Bigo, yang pada Juli tahun lalu menyuntikkan dana seri D sebesar US$272 juta atau Rp3,78 triliun.

Suntikan dana tersebut menjadikan YY sebagai pemegang saham terbesar Bigo, yakni 31,7 persen. Kini, YY telah membeli sisa 68,3 persen saham Bigo senilai Rp20,5 triliun.

Pendiri dan Kepala Eksekutif Bigo, David Li, mengaku jika layanan yang dibuat pada 2016 itu mengikuti model bisnis YY, di mana platform ini mendapatkan uang ketika pengguna membelikan hadiah bagi para artis yang mereka suka dengan hadiah virtual.

Hadiah ini bisa diuangkan oleh para artis tersebut. Dengan YY membeli seluruh saham Bigo, maka makin mempermudah mereka ekspansi ke luar negeri.

Di negara asalnya, China, 'kue' live streaming hanya terbagi antara YY, Huya, dan Douya. Dua nama terakhir dimiliki Tencent, perusahaan yang dikenal dengan layanan pesan instan WeChat, pesaing WhatsApp milik Facebook.

Apalagi, pasar utama Bigo adalah Asia Tenggara, meskipun platform ini juga tersedia di 100 negara. Bigo juga menjadi aplikasi terpopuler di negara seperti Vietnam, Kamboja, Paraguay, Yaman, dan Angola, seperti yang tercantum pada data layanan pelacak aplikasi, App Annie.

"Akuisisi Bigo adalah langkah penting bagi YY untuk menunjukkan komitmennya pada strategi global," ungkap Li. Selain itu, India juga menjadi pasar kunci karena 11 juta pengguna di negara itu menguasai 32 persen dari total pengguna Bigo.

Li memperkirakan Bigo menghasilkan pendapatan tahunan hingga US$300 juta atau Rp4,17 triliun pada 2017. Ia juga mengaku telah memiliki 200 juta pengguna, dengan pengguna aktif bulanannya di angka 37 juta di seluruh dunia.

Di Indonesia, Bigo sempat ditempa masalah konten negatif di platform-nya. Mereka kemudian mencoba menyelesaikan masalah dengan mengembangkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan tim konten untuk menyaring konten negatif.