Soal Aplikasi Gay, Kominfo Wajib Tegas ke Google
- VIVA.co.id/Arus Pelangi
VIVA – Langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika menangani aplikasi gay, Blued dinilai kurang tegas. Aplikasi ini masih muncul di pusat aplikasi mobile dan berseliweran di media sosial.
Pengamat teknologi informasi dari Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi berpandangan, pemerintah lambat dalam pemblokiran sejumlah aplikasi LGBT ini. Berbeda saat menangani situs yang menyangkut agama, jauh lebih cepat tanggap dan cepat memblokirnya. Pemerintah dianggap pilih-pilih mana yang diblokir dan mana yang dibiarkan saja.
“Pemerintah kurang cepat bertindak. Ini kan sudah permintaan masyarakat (untuk blokir) sejak lama. Bukan hanya lembaga keagamaan yang minta, KPAI dan masyarakat umum juga mengkhawatirkan merebaknya LGBT,” jelas Heru kepada VIVA, Kamis 18 Januari 2018.
Mengenai rencana Menteri Komunikasi Rudiantara untuk bersurat ke Google meminta penindakan aplikasi Blued, Heru mengatakan Kominfo harus menunjukkan sikap yang kuat dan jelas, jangan mau didikte oleh perusahaan multinasional.
"Ya tegas sajalah sama Google. Indonesia negara berdaulat. Kan pemerintah juga bisa blokir dengan kirim surat ISP seperti biasa," ujar Heru.
Belajar dari masih maraknya konten berbau LGBT, menurut Heru, pemerintah harus terus memantau dengan saksama perkembangan konten tersebut di media sosial. Apalagi Kominfo belum lama ini sudah memiliki mesin baru pengais internet.
"Harus dipantau lah. Mereka ada mesin sensor internet, sehingga pasti tahu. Kerja sama dengan KPAI, kepolisian. Ini bukan soal ada atau tidak, komunitas ada, media sosialnya ada, tinggal mau diapakan, itu saja. Ya diharapkan agar perilaku menyimpang tidak berkembang dan mengajak pengikut lebih banyak lagi," katanya.
Rudiantara mengklaim Blued sudah diblokir sejak 2016. Tapi kemudian berpindah DNS dan pada tahun lalu kembali diblokir. Pria yang akrab disapa Chief RA itu menegaskan, Kominfo kembali melakukan upaya pemblokiran.
"Senin kemarin (15 Januari 2018) sudah ada 70-an aplikasi di Playstore yang sudah kita minta ke Google untuk diblok. Blued pindah-pindah terus dan sudah gunakan DNS lebih dari 6 kali," ujarnya.
Rudiantara juga menegaskan, tidak ada jalan lain selain menyurati Google agar aplikasi bermuatan negatif dimusnahkan. "Platformnya cuma punya Google. Ya, kita harus pantau terus. Kalau ada yang muncul blok lagi," papar Rudiantara.
Sementara yang berkaitan dengan situs bermuatan konten negatif, Rudiantara menyebut bahwa Kominfo punya penangkalnya, yaitu mesin pengais konten negatif (AIS) yang dulunya disebut mesin sensor internet.
"Ada puluhan situs yang berkaitan dengan LGBT kita saring dan gampang," tutur dia.