Pantas Eror! Satu Akun Bikin 4.600 Permohonan Paspor Online
- VIVA.co.id/ Reza Fajri.
VIVA – Sulitnya akses antrean paspor secara online, baik melalui web maupun aplikasi, memang dikarenakan membludaknya pemohon. Sayangnya permohonan tersebut fiktif karena jumlahnya tidak masuk akal.
Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi (Kabag Humas Ditjen Imigrasi) Agung Sampurno mengatakan, sejatinya, saat mulai diaplikasi pada Mei tahun lalu untuk satu kantor imigrasi (Kanim), awalnya berjalan dengan baik. Namun ketika diimplementasikan serentak di seluruh Indonesia, mulai ada gangguan.
"Awalnya kita anggap gangguan dari sistem server yang ada karena animo tinggi, trafik data tinggi. Nah, menjadi persoalan ketika masuk bulan Desember, sistem tidak lagi mengakomodir. Waktu itu sistem deteksi permohonan penuh. Kuota permohonan secara online masing-masing kantor itu berbeda, ada yang 200 sehari. Namun saat hari kunjungan tiba, ternyata yang datang ke kanim kurang dari setengahnya," ujar Agung saat dihubungi Viva, Senin, 8 Januari 2017.
Agung menjelaskan, saat dicek oleh Tim Sistek Ditjen Imigrasi pada November 2017 lalu, ditemukan ada cukup banyak oknum masyarakat yang melakukan gangguan secara sengaja. Pada periode Mei Desember terdeteksi satu akun melakukan 4.600 lebih transaksi permohonan paspor.
"Ternyata dicek di sistem, yang mengajukan permohonan dengan sengaja memenuhi kuota saja untuk mengganggu. Terbaca di sistem sudah penuh, sudah terdaftar tapi faktanya tidak datang," ujarnya.
Per Desember, kata Agung, ada 71 ribu lebih akun sampah sudah dibersihkan oleh Ditjen Imigrasi. Saat ini sudah setengah dari akun sampah berhasil dibersihkan, yakni dengan cara memblokir akun-akun yang dicurigai. Data yang dipaparkan Agung, total ada 46 kantor terimbas dan membuat pemohon menunggu sampai berbulan-bulan. Namun sekarang perlahan sudah teratasi, waiting list pun dijamin hanya mencapai 3 sampai 5 hari.
"Semua Kanim kami beri waktu 2 minggu untuk membersihkan. Kami juga akan mengembangkan teknologi yang bisa membedakan mana akun robot dan mana yang bukan, mampu memverifikasi ketidakwajaran. Kami juga men-develop sistem baru. Kemungkinan Februari akhir aplikasi versi terbarunya bisa digunakan," jelas Agung.
Meski ada indikasi gangguan sistem ini dikarenakan tangan-tangan jahil namun Agung mengaku hal ini belum sampai tahap laporan ke institusi siber Polri.
"Belum, masih internal dulu dengan tim yang ada. Nanti tim yang buat laporan. Paling tidak masyarakat lebih hati-hati, dalam suasana seperti ini selalu muncul oknum yang tidak bertanggung jawab," kata Agung mengingatkan. (one)