Puluhan Juta Data Pelanggan dan Pengemudi Uber Lenyap

Ilustrasi Layanan taksi berbasis aplikasi online, Uber.
Sumber :
  • Reuters/Kai Pfaffenbach

VIVA – Perusahaan teknologi yang bergerak di layanan transportasi online, Uber, dibobol dua peretas (hacker) yang berhasil mencuri 57 juta data pelanggan maupun pengemudinya pada Oktober 2016.

CEO Uber yang baru, Dara Khosrowshahi mengatakan, data yang dicuri mencakup informasi pribadi seperti nama, alamat email dan nomor SIM.

Meski begitu, ia memastikan untuk nomor jaminan sosial dan kartu kredit, tidak termasuk dalam data yang dicuri.

"Saya baru tahu adanya pelanggaran baru-baru ini. Kejadian ini terungkap sebulan setelah peretasan, dan saat itu, Uber berani membayar US$100 ribu (Rp1,3 miliar) bagi hacker lain yang bisa menghapus seluruh data yang dicuri," kata Khosrowshahi, seperti dikutip CNET, Rabu, 22 November 2017.

Menurut Khosrowshahi, seluruh data tersebut disimpan di layanan milik Amazon Web Services berbasis cloud, selaku pihak ketiga, dan dua orang hacker ini berhasil mengakses dan mengunduh (download) seluruh data tersebut.

Dara Khosrowshahi.

Kendati demikian, ia mengklaim bahwa seluruh data yang dicuri telah dihapus. "Semua ini harusnya tidak terjadi, dan saya tidak akan membuat alasan apapun untuk itu. Kita belajar dari kesalahan sendiri," kata Khosrowshahi.

Seperti diketahui, Uber mengalami masa-masa pahit tahun lalu. Selain pencurian data besar, perusahaan tersebut kredibilitasnya telah dirusak oleh skandal, yang menyebabkan didongkelnya Travis Kalanick sebagai CEO.

Sejak Khosrowshahi mengambilalih pada Agustus 2017, Uber secara perlahan bangkit. Namun keturunan Iran ini masih tetap harus membersihkan 'piring kotor' Kalanick.

Saat ini, Uber sedang berurusan dengan sejumlah tuntutan hukum yang diajukan investor, pengemudi dan penumpang.

Tak hanya itu, Uber juga berjuang agar bisa beroperasi di sejumlah kota-kota besar di dunia seperti London, Sao Paulo dan Kopenhagen.