Indonesia Kekurangan Alat Pemantau Radiasi Nuklir
- REUTERS/Beawiharta
VIVA – Badan Pengawas Tenaga Nuklir mengakui kekurangan alat Radiology Delta Monitoring System (RDMS) yang harusnya tersedia sebanyak 126 di sejumlah titik di Tanah Air.
Alat tersebut sedianya untuk mengantisipasi penyalahgunaan teknologi nuklir yang dapat membahayakan masyarakat dan keamanan nasional.
Saat ini diketahui, Indonesia baru memiliki 6 RDMS yang tersebar di enam pulau besar seperti Jawa dan Sumatera.
"Karena keterbatasan dana jadi enam dulu. Mungkin kita sebar, tiap satu pulau satu dulu," kata Kepala Bapeten Jazi Eko Istiyanto, di Jakarta, Kamis, 26 Oktober 2017.
Ia juga meyakini dalam beberapa tahun ke depan alat ini akan dipenuhi. Hal itu seiring niat pemerintah meningkatkan infrastruktur keamanan nuklir.
"Bappenas sudah memasukkan salah satu program program kita di peningkatan infrastruktur keamanan nuklir sudah masuk dalam nomenklatur Bapeten. Walaupun dananya masih kecil," kata dia.
Selain itu, Jazi menjelaskan, salah satu contoh penempatan RDMS berada di kompleks Istana Kepresidenan yang disertai alat Radiation Portal Monitor (RPM) untuk menangkap sinyal proteksi nuklir.
Ke depan, ia mengharapkan kedua alat ini secara bertahap masuk dalam anggaran dengan melibatkan instansi lain seperti Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
"RDMS (seharusnya) untuk lingkungan. Tapi kalau kita pasang di Istana, ada orang pasang drone atau radioaktif langsung terdeteksi. Insya Allah sudah bisa diamankan daerah Istana Merdeka," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, rencana persiapan 126 stasiun pemantau radiasi nuklir ini akan bekerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia.
Stasiun BMKG akan sama-sama memantau sebagai tempat deteksi seperti gempa dari percobaan nuklir Korea Utara. Teknologi ini agar juga akan meminimalisasi dampak buruk yang dapat terjadi di masyarakat.
"Kenapa kami pasang, karena kami mau masyarakat menyadari, meskipun Indonesia tidak punya PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir), tapi ancaman itu bisa juga datang dari teroris nuklir," papar dia.