Mesin Sensor Internet, Hati-hati Pengguna Kena 'Profiling'

Deputi Direktur Riset Elsam, Wahyudi Djafar
Sumber :
  • Dokumen Elsam

VIVA – Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengumumkan pemenang pengadaan mesin sensor internet. Mesin tersebut nantinya dimanfaatkan untuk mendukung pemblokiran konten negatif di internet. 

Dalam keterangannya, Kominfo meminta masyarakat jangan khawatir dan takut dengan mesin sensor internet, sebab mesin ini bukan mesin sadap. 

Mesin sensor akan menjalankan penapisan dengan metode crawling (pencarian) konten negatif. Metode crawling merupakan salah satu dari 10 metode pemblokiran konten internet. Meski Kominfo meminta masyarakat tenang, tak demikian dengan Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar.

Dia mengatakan, metode penapisan crawling sama saja dengan pengumpulan data dengan pengawasan atau surveillance. Metode ini dilakukan dengan cara memonitor situs-situs yang dikunjungi pengguna.

Dengan metode ini mesin akan mengetahui konten negatif mana saja yang dikunjungi pengguna internet, kemudian dilakukan pemblokiran. Dengan cara ini, dipandang rawan menggerus privasi pengguna internet.

"Kalau teknologinya crawling, itu kan secara teknis dilakukan pemantauan terhadap pengguna, jadi ini bisa profiling (pengguna)," ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu 25 Oktober 2017. 

Wahyudi menjelaskan, penerapan mesin sensor yang kabarnya akan dijalankan pada 2018, dan makin kompleks seiring penerapan kewajiban registrasi prabayar pelanggan seluler berbasis Nomor Induk Kependudukan dan e-KTP. 

"Dengan nomor (seluler) terdaftar dengan catatan kependudukannya itu, berpotensi mem-profiling orang dengan mudah. Akses mudah apa saja, mesin crawling bisa profiling, yang targetnya orang," tuturnya. 

Metode crawling itu, menurut Wahyudi, juga akan menciptakan ketakutan bagi pengguna internet. Pengguna yang online bakal merasa was-was, merasa diawasi dan khawatir menjadi korban profiling mesin sensor tersebut.

Hal yang lebih penting lagi, kata Wahyudi, mesin sensor tersebut hadir pada saat aturan dan penerapan penapisan konten negatif di Indonesia masih lemah, baik dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik maupun aturan lainnya.

Dengan kondisi itu, Wahyudi merasa, hingga saat ini tak ada jaminan data privasi warga negara saat berselancar di internet, dilindungi negara. Selain itu, mesin sensor itu apakah bisa memastikan hak atas informasi warga negara bisa terpenuhi.

"Kalau (mesin sensor internet) itu untuk penegakan hukum itu legal, tapi bagaimana memastikan itu hanya untuk penegakan hukum, sedangkan aturan penapisan kami sampai hari ini belum clear," ujarnya.

Belum lama ini Kominfo mengumumkan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti) sebagai pemenang dalam lelang pengadaan Peralatan dan Mesin Pengadaan Sistem Monitoring dan Perangkat Pengendali Situs Internet Bermuatan Negatif atau dikenal mesin sensor internet.

PT Inti berhasil menyisihkan 72 peserta melalui pemberian harga penawaran sekitar Rp198,611 miliar dan harga terkoreksi Rp194,059 miliar dengan skor harga 70 dan skor akhir 94. Nilai pagu dari proyek ini sekitar Rp211,8 miliar, sedangkan harga perkiraan sendiri (HPS) pada kisaran Rp211,87 miliar.