BPPT Manfaatkan Bakteri untuk Obat Malaria dan Diare
- VIVA.co.id/Mitra Angelia
VIVA.co.id – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tengah menguji ekstrak mikroba atau bakteri sebagai obat penyakit infeksi, yaitu malaria dan diare.
Riset ini dilakukan oleh BPPT, yang bekerja sama dengan dua lembaga internasional dari Jepang dalam program Inovasi Pengembangan Obat Anti Malaria dan Anti Amoeba. Mereka adalah Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan Agency for Medical Research and Development (AMED).
Dana riset yang dibiayai kedua lembaga asal negeri Matahari Terbit itu sekitar US$2,5 juta (Rp32,9 triliun).
"Ini tahun kedua dari lima tahun proyek dengan target membuat obat untuk malaria dan diare," kata Kepala Balai Bioteknologi BPPT, Agung Eru Wibowo, di Jakarta, Senin 21 Agustus 2017.
Ia juga menyampaikan bahwa penyakit malaria dan diare menjadi penyakit infeksi terbesar di dunia, termasuk Indonesia. Kedua penyakit ini memang sudah ditemukan obatnya.
Akan tetapi, resistensi obat (keadaan di mana kuman tidak dapat lagi dibunuh dengan antibiotik) semakin tinggi. Bahkan, kata Agung, obat malaria dan diare yang terbaru sudah didapati yang resisten.
Sementara Indonesia, Agung melanjutkan, punya keanekaragam hayati, baik tanaman dan mikroba, yang berpotensi sebagai obat.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Program Inovasi Pengembangan Obat Anti Malaria dan Anti Amoeba, Danang Waluyo, mengatakan, selama 12 tahun Balai Bioteknologi BPPT mengumpulkan sampel mikroba di mana terdapat 25 ribu jenis mikroba yang terkumpul.
"Nah, selama dua tahun kerja sama riset ini telah terkumpul 12 ribu ekstrak mikroba dari 25 ribu mikroba yang ditemukan BPPT. Dari 12 ribu ekstrak, 200 isolat mikroba memiliki potensi senyawa aktif," papar Danang.
Ia berharap pada tahun kelima bisa mendapat senyawa kandidat - untuk malaria dan diare - yang sudah murni dan diuji toksisitasnya pada hewan uji. (ren)