Indonesia Tak Punya Pola dalam Mengembangkan Riset

Kepala Subdirektorat Pengembangan Usaha Universitas Gajah Mada, Eddy Junarsin (paling kiri) saat peresmian Tonggak.id, di Jakarta, Kamis, 20 Juli 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Lazuardhi Utama

VIVA.co.id – Upaya pemerintah untuk membuat peraturan soal keterbukaan data harus didukung penuh. Sebab, keterbukaan data sangat penting untuk mendorong hasil riset.

Kepala Subdirektorat Pengembangan Usaha Universitas Gajah Mada, Eddy Junarsin mengatakan, sebuah negara yang ingin maju tergantung kualitas riset.

Oleh karena itu, untuk menghasilkan riset yang baik, maka kuncinya adalah data. "Riset itu pilar semua aktivias. Sayang, kualitas riset di Indonesia masih kalah baik dengan negara lain, karena kita tak pula pola," kata Eddy kepada VIVA.co.id, Kamis, 20 Juli 2017.

Dikatakan demikian, karena riset tidak menjadi prioritas dan gaya hidup. Menurut Eddy, selama ini pemerintah tidak sadar kalau riset sangat penting.

"Data harus menjadi gaya hidup. Itu pola pikir (mindset) yang harus diubah. Seluruh instansi pemerintah wajib punya dan mengeluarkan data yang terverifikasi dan terpercaya. Kalau ketahuan memaparkan data palsu bisa dituntut," tutur Eddy.

Pola Real Madrid

Ia kemudian menjelaskan, untuk menjadi sebuah negara riset, idealnya bisa dilakukan dua cara. Yakni, cara instan dan pembinaan. Eddy pun membeberkan negara-negara yang sukses menerapkan dua cara tersebut.

"Singapura pakai cara instan. Kalau klub sepakbola itu, ya, Real Madrid. Mereka 'bajak' periset dengan menggelontorkan uang banyak. Nah, kalau Malaysia melalui pembinaan," ungkapnya.

Eddy melanjutkan, Singapura tidak pernah mengirim mahasiswa terbaiknya keluar negeri untuk riset. Maka dari itu, negeri Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengambil jalan pintas. "Money talks," katanya menegaskan.

Hal ini berbeda dengan Malaysia. Negeri Serumpun itu lebih memilih membina periset dan membiayai penelitian.

"Sepanjang 10 tahun ini, riset mereka, baik kualitas maupun kuantitas, jauh lebih bagus. Riset yang baik akan menghasilkan produk yang bagus. Pembinaan dari dalam memang hasilnya lebih lama, karena jangka panjang."

Eddy menambahkan, jika pola yang dijalankan Malaysia sangat cocok untuk diterapkan di Indonesia. (mus)