Smart City Bukan Soal Banyak Aplikasi Tapi Solusi

Para pembicara di Seri Diskusi Indonesia Cellular Show (ICS)
Sumber :
  • Viva.co.id/Sarie

VIVA.co.id – Era digital mau tidak mau memaksa seluruh bangsa untuk melakukan revolusi digital. Hal itu dipercaya akan terwujud jika semua elemen mau bekerja sama dan bergotong royong, sesuai penerapan Pancasila.

Hal ini disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam seminar di Indonesia Cellular Show, Kamis, 2 Juni 2016. Menurutnya, Indonesia harus berani tumbuh dengan mengandalkan digitalisasi.

"Ke depannya, kita akan alami revolusi digital. Mengubah gaya hidup seluruh umat manusia. Revolusi aktivitas ekonomi dari tradisional ke digital akan meningkatkan kecepatan transaksi dan efisiensi proses ekonomi," ujar Rudiantara.

Oleh karena itu ke depan, kata dia, pertumbuhannya akan ada aplikasi digital dan e-commerce. Dan bangsa ini sendiri yang harus membuat Indonesia mampu bersaing di kancah global.

"Industri teknologi menjadi tumpuan era digital yang mengubah gaya hidup seluruh umat manusia ke depan,” tegasnya.

Ditegaskan Direktur e-Business Kemenkominfo, Azhar Hasyim, selama ini Indonesia memang hanya menjadi pasar bagi produk asing. Bahkan bandwidth internet yang digunakan sehari-hari pun harus impor dari asing.

"Trafik internasional, Telkom saja sudah mencapai 1 Tbps. Jika dari semua operator bisa 1,5 Tbps. Akhir 2016 bisa jadi 2 Tbps. Jika dikalikan bisa sampai Rp3,2 triliun tiap tahun kita impor," jelas Azhar.

Oleh karena itu, kata Azhar, rasa nasionalisme harus tetap di jaga. Meskipun sekarang era cloud telah berlangsung, namun tidak mengapa jika ada rasa nasionalis sedikit dengan tidak menggelontorkan banyak uang ke negara asing, hanya untuk hosting dan data center.

"Tiongkok saja bisa jadi pengekspor bandwidth karena aplikasinya banyak diakses negara luar. Kita, mayoritas konten yang diakses berasal dari luar. Maka harusnya bukan regulasi yang harus dikedepankan, tapi bagaimana mengajak masyarakat Indonesia mengembangkan konten-konten dalam negeri," ujar Azhar.

Namun begitu, Direktur Innovation and Strategic Portfolio Telkom, Indra Utoyo, mengatakan, peran pemerintah masih dibutuhkan untuk bisa menjalankan revolusi digital. Tujuannya agar tidak ada korban dari sisi pemain yang sudah ada, seperti operator telekomunikasi.

“Digitalisasi ini memunculkan banyak aplikasi yang cenderung disruptive dengan pasar yang sudah ada. Isunya, aturan main yang belum jelas. Kita juga butuh pemerintah turun tangan dan jangan diserahkan semua ke pasar,” katanya.

Sedangkan Ketua Tim Peneliti Smart City Institut Teknologi Bandung (ITB), Suhono Harso Supangkat mengusulkan perlunya melihat isu-isu strategis di era digital. Seperti halnya smart city yang perlu ada standarisasi, interperobility, dan security. Oleh karena itu pemerintah harus membuat rambu-rambu yang jelas untuk smart city agar kedaulatan informasi tetap dijaga di Indonesia.

Smart city bukan kota dengan banyak-banyakan aplikasi tapi banyak solusi. Aplikasi as a part of solusi. Banyak aplikasi asing masuk ke daerah tawarkan smart city. Kalau tak dijaga, kebayang enggak data penduduk Indonesia dimonetisasi oleh orang asing tanpa kita sadari,” katanya.

Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadhibrata, mengatakan jika inovasi di era ini datang dari masalah yang tak bisa diselesaikan pemain lama.

“Contohnya Grab, ini kan solusi untuk isu transportasi. Masalahnya regulasi tak siap untuk ini. Jadi, terkesan disruptive bagi pemain lama. Padahal ini solusi,” kata dia.

Chief Executive Officer (CEO) YesBoss, Irzan Raditya, menimpali jika pada prinsipnya pengembang aplikasi siap berkolaborasi dengan semua pemain untuk membangun Indonesia.

“Kita ini datang bukan untuk merusak tatanan. Tetapi mempercepat pembangunan. Kami banyak bekerja sama dengan pemain existing untuk membangun industri contact center,” katanya.

Sementara dan Founder Nebengs.com, Rudyanto Linggar mengingatkan semua pemain kembali kepada filosofi Pancasila yakni gotong royong walau di era digital ada kecenderungan yang kuat bertahan, sementara yang lemah hilang dari peredaran.

“Kita ini punya filosofi bagus, gotong royong. Mari bersama membangun bangsa. Kalau tidak, Revolusi Digital ini tak ada artinya,” katanya.